Ikatan Guru Indonesia Gelar Survei soal Kemendikbud, Ini Hasilnya

Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengadakan survei kepada para guru di Indonesia untuk menilai kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim.

oleh Yopi Makdori diperbarui 21 Mei 2020, 05:07 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2020, 05:07 WIB
Menteri Nadiem Pimpin Upacara HUT ke-74 PGRI dan Hari Guru Nasional
Mendikbud Nadiem Makarim memimpin Upacara Peringatan HUT PGRI ke-74 dan Hari Guru Nasional 2019 di Kemendikbud, Jakarta, Senin (25/11/2019). Upacara diikuti oleh guru, siswa-siswi dan mahasiswa dan Nadiem Makarim memimpin selaku pembina upacara. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengadakan survei kepada para guru di Indonesia untuk menilai kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim. Survei yang melibatkan 380 guru di 34 provinsi itu menilai Kemendikbud selama 1 semester.

Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim mengatakan, 54,2 persen responden menganggap kemampuan komunikasi Kemendikbud dalam satu semester ini mendapat nilai C atau biasa saja, tak ada yang luar biasa. Bahkan, menurut Ramli 10,7 persen memberikan nilai D dan menganggap komunikasi belum baik.

"Dan ada 5,4 persen yang memberikan nilai E dan menganggap komunikasi Kemendikbud masih buruk terutama di era pandemi Covid-19. Meskipun demikian sudah ada 23,2 persen yang memberikan nilai B atau menganggap komunikasi Kemendikbud sudah baik dan hanya 6,5 persen yang memberikan nilai A atau Sangat baik," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (20/5/2020).

Ramli memandang kemungkinan besar buruknya komunikasi Kemendikbud ini terjadi karena di semester pertama dalam kinerja kementerian ini hampir semua jajaran eselon-1 berstatus "pelaksana tugas atau Plt" dan irit bicara.

Sementara Nadiem sendiri berbeda dengan menteri sebelumnya, ia dianggap sulit dikontak langsung termasuk oleh organisasi-organisasi guru.

"Kedua terkait collaboration, sebanyak 58 persen responden memberikan nilai C dan menganggap kemampuan Kemendikbud membangun kolaborasi di semester pertama biasa-biasa saja, sementara 13,7 persen memberikan nilai D atau kemampuan Kemendikbud membangun kolaborasi masih belum baik," papar Ramli.

Sementara, ada 4,8 persen responden yang memberikan nilai E atau menyatakan bahwa kemampuan Kemendikbud membangun kolaborasi dalam semester pertama ini masih buruk.

Meskipun demikian, kata Ramli berita baiknya bahwa sudah ada 18,2 persen responden memberikan nilai B atau sudah baik dan 5,4 persen memberikan nilai A atau sangat baik.

"Minimnya kolaborasi Kemendikbud dengan berbagai institusi dalam mengatasi problem pembelajaran di tengah Covid-19 ini mungkin menjadi penyebab responden menganggap Kemendikbud biasa-biasa saja. Bahkan Kemdikbud dianggap berlepas tangan dengan menyerahkan proses belajar kepada layanan pendidikan berbayar di awal-awal pandemi," tuturnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Penyelesaian Masalah

Kemendikbud bekerjasama dengan layanan media streaming digital Netflix.
Kemendikbud bekerjasama dengan layanan media streaming digital Netflix, Kamis (9/1/2020).. (Merdeka.com/ Tri Yuniwati Lestari)

IGI juga melakukan survei mengenai critical thinking atau cara berpikir kritis dan problem solving atau penyelesaian masalah di Kemendikbud. Berdasarkan survei kinerja Kemendikbud pada persoalan critical thinking dan problem solving, kata Ramli mayoritas responden masih memberikan nilai C.

"Sebanyak 53,3 persen responden dari kalangan guru ini menganggap kemampuan Kemendikbud berpikir kritis atas segala masalah masih biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa, Merdeka Belajar belum tampak akan seperti apa wujudnya," papar dia

"Bahkan di masa pandemi justru seperti hilang tertelan wabah," sambungnya.

Sementara 50,9 responden juga menganggap kemampuan Kemendikbud biasa-biasa saja dalam memberikan solusi atas masalah pendidikan dan masalah Covid-19 dalam dunia pendidikan dan cenderung lebih banyak berlepas tangan.

"Hanya 16,7 persen responden yang menganggap Kemendikbud telah memiliki kemampuan berpikir kritis sudah baik dan hanya 6,3 persen menganggap sangat baik serta hanya 17,9 persen yang menganggap kemampuan problem solving sudah baik dan hanya 3,9 persen yang menyebutnya sangat baik," ucapnya.

Ramli menyebut, masih ada 19,9 persen yang menganggap Kemendikbud belum mampu berpikir kritis dan 20,2 persen menganggap Kemendikbud belum mampu menemukan problem solving.

"Bahkan 3,9 persen responden menganggap critical thinking Kemendikbud buruk dan 7,1 persen menganggap problem solving kemudian masih buruk," ungkap Ramli.

Ramli menuturkan masih ada dua survei lagi, yakni ihwal kreativitas dan inovasi. Namun tak jauh beda dengan penilaian di atas, kata Ramli mayoritas responden memberikan penilain C pada Kemendikbud di bawah komando Nadiem.

"Karena itu secara keseluruhan tampak bahwa guru-guru Indonesia yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia masih memberikan nilai C buat semester pertama Kemendikbud (yang) dipimpin oleh Nadiem Makarim dan menganggapnya (kinerjanya) biasa-biasa saja. Padahal harapan publik ke Nadiem Makarim atas menularnya sukses beliau di Gojek ke Kemdikbud sangat tinggi," tandas Ramli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya