Tak Ingin Kasus Fidelis Terulang, Koalisi Masyarakat Minta Reynhardt Pengguna Ganja Medis Dibebaskan

Koalisi menilai apa yang menimpa Fidelis dan Reynhardt saat ini merupakan bentuk kriminalisasi yang terjadi pada masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 10 Jun 2020, 14:01 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2020, 14:01 WIB
Ilustrasi tanaman ganja.
Ilustrasi tanaman ganja. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Reynhardt Siahaan, terdakwa penggunaan ganja untuk menunjang kesehatan, kini tengah menjelang detik-detik vonis pengadilan negeri (PN) Kupang. Dakwaan menyebut, Reynhardt Siahaan melanggar pasal peyalahgunaan narkotika jenis ganja. 

"Reynhardt mengalami gangguan saraf terjepit di 2015. Di 2018, penyakit tersebut kembali kambuh. Kemudian dia menggunakan ganja untuk meredakan rasa sakitnya," bela Koalisi Masyarakat Advokasi Penggunaan Narkotika untuk Kesehatan yang tergabung dari pelbagai komunitas, seperti LBH Masyarakat, LGN, ICJR, Rumah Cemara, IJRS, EJA, Yakeba, dalam siaran pers diterima, Rabu (10/6/2020).

Mereka menyatakan, kasus menimpa Reynhardt saat ini, serupa dengan Fidelis Arie di tahun 2017.  Fidelis harus diadili karena melakukan pengobatan dengan menggunakan ganja kepada isterinya, Yeni Riawati, yang memiliki penyakit Syringomyelia.

Diketahui, ganja adalah metode terampuh yang Fidelis temukan demi kesehatan sang istri demi meredam rasa sakit. Namun, Fidelis malah ditangkap dan divonis penjara oleh PN Sanggau.

"Imbasnya, selama Fidelis menjalani proses hukum, kondisi Yeni terus merosot hingga akhirnya meninggal dunia," iba koalisi masyrakat mengingat momen pilu tersebut.

Kendati demikian, Koalisi Masyarakat mengamini bahwa UU Narkotika memang melarang penggunaan narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1). 

Namun perlu diingat, bahwa original intent dari UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) justru bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk pelayanan kesehatan, sebagaimana tertulis dalam tujuan dari UU Narkotika pada Pasal 4 huruf a UU Narkotika.

"Jadi kami menilai bahwa tidak semestinya UU Narkotika melarang pemanfaatan narkotika untuk pelayanan kesehatan," jelas Koalisi Masyarakat.

Karenanya, Koalisi Masyarakat menilai apa yang menimpa Fidelis dan Reynhardt saat ini merupakan bentuk kriminalisasi yang terjadi pada masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

"Ini bertentangan dengan tujuan pertama dan utama keberadaan narkotika sejatinya adalah untuk kesehatan masyarakat Indonesia. Pelarangan dan kriminalisasi penggunaan narkotika untuk kesehatan justru bertolak belakang dengan eksistensi narkotika itu sendiri," gamblang koalisi.

Koalisi mendesak, riset dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengembangkan hal tersebut harus tersedia dan didukung oleh negara. Landasan hukumnya adalah Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa hak atas pelayanan kesehatan sebagai hak asasi manusia yang dijamin dalam Konstitusi. 

"Hak atas kesehatan juga dijamin dalam UU HAM nomor 39/1999 dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah Indonesia ratifikasi," jelas mereka.

Oleh karena itu, jelas bahwa pelarangan narkotika untuk narkotika golongan I untuk medis bertentangan dengan norma hak atas kesehatan. 

"Belajar dari kasus Fidelis dan Reynhardt, sudah waktunya Indonesia membuka diri dan menyediakan kesempatan pemanfaatan narkotika golongan I guna pelayanan kesehatan," mereka menandasi.

 

Hakim Diminta Putuskan Vonis Bebas

Ganja atau Mariyuana
Ilustrasi Foto Ganja (iStockphoto)

Koalisi Masyarakat berharap, sekalipun UU Narkotika mengkriminalisasi penggunaan narkotika untuk kesehatan, maka sepatutnya Majelis Hakim pengadil perkara Reynhardt mengedepankan prinsip hak atas kesehatan dan mengutamakan asas keadilan dan kemanfaatan hukum.

Apa yang dilakukan Reynhardt dapat dikategorikan sebagai keadaan daya paksa berdasarkan Pasal 48 KUHP. Keadaan sakit yang diderita Reynhardt dan keberhasilan pengobatan menggunakan ganja yang dia lakukan adalah kondisi yang dibutuhkan dan tidak dapat dihindarkan oleh Reynhardt," beber koalisi.

Mereka mendesak, pengadilan harus mampu menelusuri apakah Reynhardt benar-benar menggunakan ganja untuk kebutuhan pengobatan, apabila benar maka kondisi ini, sekali lagi adalah kondisi daya paksa, dan berdasarkan Pasal 48 KUHP, disebutkan bahwa “barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.

Sehingga sudah tepat dan sangat adil apabila Majelis Hakim bersedia untuk membebaskan Reyndhart Siahaan dari segala dakwaan, sebab ganja yang ia miliki dan gunakan dipakai untuk kepentingan medis.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya