Novel Baswedan Beber Pasal Janggal di Kasusnya

Novel mengaku, saat dirinya mengetahui bahwa terduga pelaku teror terhadap dirinya hanya dijerat Pasal 170 KUHP, Novel protes ke penyidik Polri.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 15 Jun 2020, 15:53 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2020, 15:53 WIB
Peringatan 500 Hari Penyerangan Novel Baswedan Digelar di KPK
Novel Baswedan bersama Wadah Pegawai (WP) KPK memperingati 500 hari penyerangan terhadap dirinya di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras pada 500 hari lalu. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan, awalnya penyidik Polri menjerat Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dengan pasal pengeroyokan, yakni Pasal 170 KUHP. Rahmat dan Ronny diduga penyerang air keras terhadap dirinya.

Novel mengaku, saat dirinya mengetahui bahwa terduga pelaku teror terhadap dirinya hanya dijerat Pasal 170 KUHP, Novel protes ke penyidik Polri.

"Saya menggarisbawahi pasal yang diterapkan penyidik, yaitu Pasal 170, saat itu saya katakan kepada penyidik bahwa pasal ini tidak tepat dan tentunya akan bebas karena pelakunya hanya satu, bukan dua orang ini menyerang secara bersama," ujar Novel dalam diskusi, Senin (15/6/2020).

Dalam dakwaan disebutkan, hanya Rahmat yang menyerang Novel. Sementara Ronny bertindak sebagai pihak yang membawa motor.

Mengetahui penyidik Polri menerapkan pasal pengeroyokan, Novel Baswedan mengaku ada kejanggalan dalam pengungkapan kasus ini. Kemudian Novel menyarankan, demi terciptanya keadilan, maka penyidik harus menerapkan Pasal 340 KUHP.

"Sehingga saat itu saya memberikan masukan, seharusnya pasal yang dijerat kepada pelaku, kalau memang dia pelakunya, adalah Pasal 340 juncto Pasal 53. Percobaan pembunuhan berencana, itu sebagai primer, dan kemudian sebagai subsider pasal 355 ayat 2 juncto Pasal 356," kata Novel.

Novel menyarankan penyidik Polri menjerat pelaku dengan Pasal tersebut lantaran perbuatan yang dilakukan pelaku membuat dirinya hampir meninggal. Beruntung, usai terpapar air keras, dirinya langsung membilas dengan air mengalir.

"Perbuatan penyerangan dengan air keras dengan jumlah banyak faktanya adalah saat itu saya mengalami gagal nafas, cuma karena saya segera ditolong dan mendapatkan air dalam waktu tidak lebih dari 20 detik setelah saya disiram air keras, maka hal itu bisa tertolong. Beberapa kasus kita lihat ada efek yang bisa menimbulkan meninggal dunia kepada korban yang diserang," kata Novel.

Novel menjabarkan, jika memang penyidik Polri tetap ingin menjerat pelaku dengan pasal penganiayaan, maka menurut Novel pelaku harus dijerat dengan pasal penganiayaan dengan pemberatan.

"Terkait Pasal 355 ayat 2 juncto 356 KUBP saya katakan kepada penyidik, bahwa serangan kepada saya, kalau dianggap sebagai penganiayaan adalah penganiayaan yang sangat lengkap, berencana, berat dan akibatnya luka berat dan dilakukan dengan pemberatan, karena saya sebagai aparatur yang bekerja, dalam hal ini aparat penegak hukum yang bekerja di KPK," kata Novel Baswedan.

Tak Serius

Meski sudah mendiskusikan penerapan pasal bersama penyidik, namun saran dari Novel tak diindahkan sepenuhnya oleh penyidik. Novel pun mengaku pasrah.

"Ternyata dalam proses saya mendengar di dakwaan yang dibacakan penuntut, hal itu diakomodir tapi hanya yang Pasal 355, bukan 340. Saya melihat agak lumayan," kata Novel.

Novel melihat penegak hukum tak serius menangani kasus yang membuat kedua matanya tak bisa melihat dengan sempurna. Apalagi, tindakan pelaku yang hampir membuat dirinya meninggal hanya dituntut 1 tahun penjara.

"Justru malah terdakwanya dianggap sebagai aparat dan harus diberikan hal yang meringankan. Terbalik balik dalam cara berpikir," kata Novel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya