Ikatan Guru Apresiasi PPDB DKI Akomodasi Siswa Kurang Mampu dan Kurang Pintar

IGI juga mengapresiasi perlakuan khusus bagi anak-anak tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 di PPDB 2020.

oleh Yopi Makdori diperbarui 16 Jun 2020, 13:08 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2020, 12:24 WIB
Memantau Pendaftaran PPDB DKI Jalur Zonasi
Petugas memverifikasi data calon peserta didik baru di SMA Negeri 21, Jakarta, Senin (24/6/2019). Pada hari pertama, lebih dari 750 calon peserta didik baru telah mendaftar di SMA Negeri 21. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memberikan kuota khusus bagi siswa yang masuk dalam kelompok ekonomi kurang mampu dan secara kecerdasan kurang atau kuadran ke-4 dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.

"Nah, dalam PPDB 2020 DKI Jakarta, kami melihat sesuatu yang berbeda dari apa yang dijalankan di tempat lain. Di sana ada satu jalur yang mengakomodir mereka yang miskin meskipun berkemampuan rendah serta usianya lebih tua," ujar Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim melalui keterangan tertulis, Selasa (16/6/2020).

Kebijakan kuota khusus tersebut adalah untuk anak asuh panti, pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) atau Kartu Jakarta Pintar Plus (KJP Plus), anak dari pemegang Kartu Pekerja Jakarta, anak dari Pengemudi Jak Lingko, anak Pembinaan Olahraga Prestasi Berkelanjutan, anak yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Dinas Sosial, dan anak para tenaga kesehatan yang meninggal dunia dalam penanganan Covid-19 di DKI Jakarta.

"Kuotanya pun lumayan besar bahkan sampai 35 persen dan dilakukan proses seleksinya lebih awal," ucap dia.

Ramli memandang, kelompok siswa ini ini sebenarnya bukan 100 persen kesalahan mereka. Jika mereka bisa memilih, maka memilih lahir dari rahim orangtua yang kaya dan cerdas.

Ramli juga memandang, kemiskinan ini terstruktur, tidak banyak orang yang mampu bangkit dan menjadi orang kaya tapi berasal dari keluarga miskin sekeras apa pun dia bekerja. Namun hal ini terkecualikan pada mereka yang punya kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih baik atau karena keberuntungan.

Ramli mengatakan, dengan alokasi siswa khusus di PPDB tersebut, menunjukkan keseriusan Pemprov DKI Jakarta menjadikan pendidikan sebagai eskalator menaikkan taraf hidup anak didik dari kalangan tidak mampu ke arah yang lebih baik.

Dia juga mengapresiasi perlakukan khusus bagi anak-anak tenaga kesehatan yang meninggal dalam penanganan Covid-19 di PPDB 2020.

"Menjadikan usia sebagai penentu akhir jalur afirmasi dan zonasi juga perlu mendapat apresiasi, mengingat mereka yang berada pada kuadran ke-4 ini boleh jadi usianya lebih tua karena tidak mampu melanjutkan pendidikan sementara waktu di masa lalu karena faktor ekonomi dan faktor keterbatasan kemampuan akademik," tandas Ramli.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Alasan PPDB Jakarta Pakai Kriteria Usia

Memantau Pendaftaran PPDB DKI Jalur Zonasi
Calon peserta didik baru saat menunggu orangtua mereka melakukan pendaftaran PPDB DKI Jalur Zonasi di SMA Negeri 21, Jakarta, Senin (24/6/2019). Pendaftaran PPDB DKI Jakarta Jalur Zonasi SMP-SMA dibuka pada 24-26 Juni 2019 mulai pukul 08.00-16.00 WIB. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menjelaskan alasan masuknya kriteria usia dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 bagi calon murid yang mendaftar melalui jalur zonasi.

Nahdiana menyebut, kriteria usia dalam PPDB bertujuan agar semua anak dari berbagai kalangan mendapatkan kesempatan bersekolah yang sama.

"Fakta di lapangan, masyarakat miskin tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing nilai akademik dengan masyarakat yang mampu. Karena itu kebijakan usia sebagai kriteria seleksi diterapkan, setelah siswa tersebut harus berdomisili zonasi yang ditetapkan," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (16/6/2020).

Nahdiana menyebut, pendidikan di Jakarta harus merata atau tak terbatas hanya bagi yang berprestasi. Oleh karena itu, PPDB DKI tahun ini tidak hanya menggunakan satu kriteria seperti prestasi akademik.

"Prestasi akademik sering sekali mencerminkan kondisi sosial ekonomi, misalnya ketersediaan fasilitas belajar di rumah, kegiatan les tambahan, buku-buku tambahan. Padahal, pendidikan harus terjangkau oleh semua, tidak terbatas bagi mereka yang berprestasi tinggi saja," jelasnya.

Nahdia menyebut, sistem sekolah dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Karena itu, disarankan agar anak-anak tidak terlalu muda ketika masuk suatu jenjang sekolah.

Meski demikian, lanjutnya, Pemprov DKI Jakarta juga tidak mengabaikan prestasi siswa, yakni dengan menyediakan Jalur Prestasi untuk menyeleksi siswa berdasarkan prestasi akademik maupun non-akademik.

"Prinsipnya, Pemprov DKI Jakarta berupaya menjamin keseimbangan antara variabel prestasi dengan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk menikmati pendidikan yang berkualitas di sekolah negeri. Dengan begitu, masyarakat dari keluarga miskin tidak langsung tersingkir di Jalur Zonasi," imbuhnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya