Kemendikbud Minta Guru Tidak Kejar Target Materi Kurikulum Selama Pandemi Corona

Iwan meminta guru untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan siswa pada tahun ajaran baru.

oleh Luqman RimadiLiputan6.com diperbarui 16 Jun 2020, 20:47 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2020, 20:47 WIB
Persiapan Protokol Kesehatan di Lingkungan Sekolah
Petugas PMI menyemprotkan cairan disinfektan di Lingkungan SMP Negeri 139 Jakarta, Selasa (9/6/2020). Penyemprotan untuk mencegah penyebaran virus Corona di lingkungan sekolah itu sebagai persiapan memasuki tahun ajaran baru 2020/2021. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril meminta agar guru tidak memaksakan kurikulum pada pelaksanaan pendidikan jarak jauh selama pandemi Covid-19.

"Kurikulum tidak perlu dituntaskan, namun siswa harus mengalami kemajuan sesuai dengan perkembangannya," ujar Iwan dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (16/6/2020).

Dia menambahkan pada proses pembelajaran pada saat pandemi Covid-19, yang menjadi prioritas adalah keselamatan dan kesehatan peserta didik, tenaga pendidik maupun keluarganya.

Jika kurikulum tersebut dipaksakan maka akan memiliki dampak buruk. Tidak hanya pada anak tetapi juga kualitas pendidikan tersebut.

"Saat ini memang masih ada kekhawatiran terkait tuntutan kurikulum pada pembelajaran jarak jauh yang bersifat daring. Masih ada beban mental yang dirasakan guru maupun siswa," jelas Iwan seperti dilansir dari Antara.

Untuk itu, pihaknya meminta guru untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan siswa pada tahun ajaran baru. Penilaian tersebut untuk membantu guru dan sekolah dalam menentukan pembelajaran yang sesuai.

Iwan memberi contoh, penilaian bisa dilakukan dengan memberikan materi yang sudah pernah diberikan dan dilihat bagaimana kemampuannya.

"Mungkin ada hal-hal yang tertinggal, karena beberapa bulan terakhir pembelajaran tidak berjalan seperti yang sebelumnya. Asesmen ini bisa untuk membantu guru dan sekolah untuk mengajar sesuai dengan tingkat pemahaman anak terhadap materi," kata Iwan.

Dia juga menambahkan perlu ada pembeda antara anak yang banyak tertinggal, sedikit tertinggal, atau tidak tertinggal. Tugas guru adalah menjemput anak-anak yang masih tertinggal, karena setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Sekolah di Zona Merah Corona Wajib Tutup

FOTO: Persiapan Sekolah di Tangerang Menghadapi New Normal
Petugas PMI melakukan penyemprotan disinfektan di SDN 1 Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (3/6/2020). Kemendikbud menggodok aturan kegiatan belajar mengajar selama masa pandemi virus corona COVID-19 menyusul rencana penerapan new normal di sejumlah wilayah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan hanya sekolah yang berada di zona hijau yang dapat menerapkan proses pembelajaran tatap muka di masa pandemi virus corona (Covid-19).

Hal ini disampaikan Nadiem menyusul rencana pemerintah membuka tahun ajaran baru pada Juli 2020.

"Di zona hijau itulah yang kami memperbolehkan pemerintah daerah untuk melakukan pembelajaran tatap muka," kata Nadiem dalam video conference, Senin (15/6/2020).

Adapun zona hijau merupakan daerah kasus angka penyebaran virus corona sudah menurun. Sementara, sekolah yang berada di daerah zona merah, oranye, dan kuning masih belum diperbolehkan membuka pembelajaran tatap muka.

Pasalnya, zona-zona tersebut masih berisiko terjadi penularan virus corona. Nadiem menyebut setidaknya ada 94 persen dari total peserta didik yang ada di Indonesia.

"Daerah zona kuning, oranye, merah yaitu zona yang telah didesain oleh Gugus Tugas, punya risiko Covid-19 ini dilarang pembelajaran tatap muka," jelasnya.

Sehingga, 94 persen peserta didik yang berada di zona merah tersebut masih harus melakukan pembelajaran dari rumah. Sisanya, 6 persen peserta didik di zona hijau dapat melakukan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat.

"Hanya merekalah yang kita berikan persilahkan untuk pemerintah daerah mengambil keputusan untuk melakukan sekolah dengan tatap muka," ucapnya.

"Sisanya yang 94% tidak diperkenankan dilarang karena mereka masih ada resiko penyebaran Covid," sambung Nadiem.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya