Liputan6.com, Jakarta Penasihat hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mengatakan, Kardinal Ignatius Suharyo dijadwalkan akan membesuk sosok Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) itu Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, Hasto Kristiyanto saat ini berstatus sebagai terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) buronan Harun Masiku.
Baca Juga
"Kami sudah mendaftarkan di Elektronik Berkas Pidana Terpadu (e-Berpadu) terkait kunjungan dan sudah diterima, dan izin diberikan sudah ada melalui e-Berpadu. Perlu disampaikan di sidang ini," kata Ronny saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jumat (11/4/2025).
Advertisement
Dia menjelaskan, orang-orang yang sudah mendapatkan persetujuan untuk mengunjungi Hasto antara lain Kardinal Ignatius Suharyo, kakak perempuan Hasto, Anastasia Rukmi Sapto Hastuti, dan kakak kandungnya, Eddy Kristiyanto.
"Tiga diberikan izin melalui e-Berpadu, tanggalnya 14 April 2025. Perlu diketahui jaksa penuntut umum sehingga pada teknis kunjungan berjalan lancar," ujar dia.
Mendengar itu, Majelis hakim membuat penetapan. "Majelis berharap untuk berikut-berikutnya tidak terlalu mempet. Silahkan itu hak terdakwa untuk dikunjungi setiap orang," tandas dia.
Hakim Tolak Eksepsi Hasto Kristiyanto
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Hasto Kristiyanto atas kasus suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) buronan Harun Masiku.
Hal itu disampaikan Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor, Rios Rahmanto saat membacakan putusan pada Jumat (11/4/2025).
"Mengadili, menyatakan keberatan dari penasihat hukum dan terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima," kata Rios.
Rios meminta jaksa penuntut umum (JPU) melanjutkan perkara Hasto Kristiyanto ke tahapan pemeriksaan perkara.
"Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Hasto Kristiyanto, menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir," ujar dia.
Dalam pertimbanganya, hakim berpendapat keberatan terdakwa mengenai surat perintah penyidikan dan SPDP yang ditandatangani oleh pejabat pemerintahan tanpa dasar kewenangan haruslah dikesampingkan.
Di sampaing itu, putusan tidak secara otomatis mengikat atau membatasi penuntutan terhadap pihak lain termasuk terdakwa Hasto Kristiyanto yang diduga terlibat dalam tindak pidana yang sama.
"Sekalipun terdapat perbedaan konstruksi fakta antara dakwaan dalam perkara ini dengan fakta yang terungkap dalam putusan terdahulu, hal tersebut tidak serta-merta menjadikan dakwaan batal demi hukum, melainkan harus diuji dalam pembuktian di persidangan," ujar dia.
Majelis hakim juga menilai pemeriksaan calon tersangka adalah persoalan prosedural dalam proses penyidikan yang tidak secara otomatis penyidikan batal.
"Keberatan terdakwa harus dikesampingkan," ujar dia.
Majelis Hakim juga berpendapat penuntut umum telah menguraikan perbuatan materil diduga dilakukan terdakwa diantaranya dinarasikan terdakwa bersama Dony Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberikan uang setara Rp 600 juta kepada Wahyu.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan penyertaan yang spesifik namun kata bersama-sama dapat dimaknai sebagai turut serta melakukan.
"Maka meskipun tidak secara tegas menyebutkan penyerataan dalam surat dakwaan, namun dengan adanya uraian tidak menyebabkan dakwaan batal demi hukum," ucap dia.
Advertisement
Soal Tak Ada Kerugian Negara
Sementara itu, keberatan terdakwa tidak ada kerugian negara sehingga bukan jadi kewenangan KPK. Hakim berpendapat dalam perkara ini terdakwa didakwa oleh penuntut umum tidak hanya melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun juga menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Menimbang bahwa didakwa terdakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor tersebut menunjukkan bahwa terdakwa turut serta melakukan penyuapan terhadap seseorang penyelenggara negara yaitu Wahyu Setiawan bersama bersama Dony Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku," ujar dia.
"Hal mana dengan adanya tindak pidana suap antara penyelenggara sebagai penerima suap dengan pemberi suap bukan penyelenggara negara atau pegawai negeri maka merupakan tindak pidana korupsi yang masih menjadi kewenangan KPK berdasarkan pasal 11 ayat 1 Undang-Undang KPK," ucap dia.
