Liputan6.com, Jakarta Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menyinggung soal pembahasan rancangan Undang-Undang MK dalam sidang pengujian UU KPK.
Dia mengatakan, sama seperti KPK, MK tidak pernah dilibatkan dalam membahas perubahan UU Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK.
"Kebetulan MK baru ramai akan ada revisi UU MK, masih ramai ini, tetapi selama ini lembaga yang akan diatur atau UU yang mengatur mengenai MK yang akan diubah itu, MK itu belum pernah diajak sama sekali," ujar Arief Hidayat dalam sidang lanjutan revisi UU KPK di Gedung MK, seperti dilansir Antara, Rabu (24/6/2020).
Advertisement
Tidak hanya kali ini, Arief Hidayat menuturkan, saat UU Nomor 24 Tahun 2003 diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 pun, MK tidak pernah dilibatkan untuk dimintai pendapat.
Namun, Arief memastikan MK sebagai pelaksana amanah UU tersebut, siap melaksanakannya.
"Mau diatur kayak apa yang terserah saja, kami tidak usah ikut-ikut. Kalau kami ikut-ikut berarti kami nanti punya visi kepentingan kami masing-masing. Biarkan saja tidak dilibatkan, tidak masalah," tutur Arief Hidayat.
Pada uji materi formil UU KPK ini, pemohon mempersoalkan jumlah anggota DPR yang hadir saat pengesahan tidak memenuhi kuorum, tidak dilibatkannya KPK saat pembahasan, dan UU tersebut tidak masuk Prolegnas 2019.
Sementara pada uji materi, pemohon mempersoalkan adanya dewan pengawas dan masuknya KPK dalam rumpun eksekutif.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UU yang Paling Banyak Digugat
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengatakan terdapat 51 undang-undang (UU) yang digugat ke MK sepanjang 2019.
UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu berada di urutan pertama sebagai UU dengan gugatan terbanyak. Anwar menuturkan pihaknya menerima 18 permohonan uji materi UU tersebut.
Berikutnya adalah UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ketiga, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sebanyak 5 kali," ucap Anwar Usman saat menyampaikan laporan tahunan MK tahun 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2020).
Anwar menuturkan sepanjang 2019, MK menerima 85 perkara yang mana 37 perkara berasal dari 2017. Total ada 122 perkara pengujian yang diterima MK.
"Dari 122 perkara yang ditangani tahun 2019, hingga Desember 2019 ada 92 perkara yang sudah diputuskan. Memasuki 2020 ada 30 perkara dari tahun 2019 yang masih dalam proses pemeriksaan," jelas dia.
Advertisement