Demokrat Minta Kemendikbud Matangkan Pembelajaran Jarak Jauh Ketimbang POP

Menurut dia, seharusnya dana POP dapat dialokasikan untuk menyelesaikan masalah pendidikan di tengah pandemi, seperti pembelajaran jarak jauh.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 31 Jul 2020, 19:55 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2020, 19:55 WIB
Anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat, Bramantyo Suwondo
Anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat, Bramantyo Suwondo. (Putu Merta Surya Putra/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Merdeka Belajar episode keempat kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah Progam Organisasi Penggerak (POP). Sejak diluncurkan pada 10 Maret 2020 sampai dengan diumumkannya hasil seleksi peserta yang lolos berjalan baik-baik saja.

Namun kontroversi muncul setelah pengumuman hasil seleksi dirilis. POP merupakan salah satu koridor reformasi pendidikan yang diharapkan dapat memperbaiki platform kinerja pelatihan peningkatan kompetensi guru. Melalui organisasi penggerak, pola pelatihan guru yang lebih efektif dan efisien dapat diwujudkan.

Anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat, Bramantyo Suwondo melihat, POP kurang tepat apabila dilaksanakan di tengah masa pandemi. Menurut dia, Kemendikbud sebaiknya fokus membenahi kondisi pendidikan nasional yang terdampak pandemi, apalagi pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih menjadi tantangan besar.

"Seharusnya dana untuk POP yang sebegitu besarnya dapat dialokasikan untuk menyelesaikan masalah pendidikan di tengah pandemi. Salah satunya untuk meningkatkan kualitas PJJ. Kita banyak mendengar berita siswa-siswi yang terkendala sekolahnya karena harus berbagi gawai, tidak mampu membeli pulsa, atau kesulitan mendapatkan sinyal, bahkan di Pulau Jawa," kata Bramantyo, Jumat (31/7/2020).

Dia mencontohkan kasus di Wonosobo, Jawa Tengah ada siswa yang tidak bisa mengikuti PJJ karena rumahnya berada di pegunungan, sehingga tidak mendapatkan sinyal. Siswa tersebut terpaksa datang ke sekolah untuk mendapatkan materi dan soal ujian.

"Dari survei Forum Anak Jawa Tengah, diketahui 20-25% pelajar tidak memiliki akses memadai untuk menunjang PJJ . Dalam kondisi seperti ini, Kemendikbud semestinya dapat bergerak cepat memberi bantuan berupa gawai dan pulsa bagi siswa, sekolah, dan tenaga pendidik yang menjalankan PJJ," jelas Bramantyo.

Dia menambahkan, POP perlu dikaji ulang pelaksanaannya karena program ini telah memunculkan polemik di tengah masyarakat.

"Mundurnya organisasi-organisasi besar dari POP dikhawatirkan dapat berimbas buruk pada perkembangan dunia pendidikan Indonesia. Padahal, hingga saat ini masih banyak permasalahan di dunia pendidikan yang harus kita carikan solusinya. Terlebih, dunia pendidikan nasional juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19," ungkap Bramantyo.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kemendikbud Harus Jelaskan Polemik POP

Dia pun mengimbau agar Kemendikbud memberikan penjelasan secara menyeluruh kepada Komisi X DPR RI terkait POP dan langkah yang akan diambil ke depan.

"Komisi X perlu mengetahui hasil peninjauan ulang POP, perubahan alokasi anggaran, dan revisi program ini. Hasil evaluasi ulang POP juga sebaiknya dibuka ke publik, sehingga tidak terjadi polemik yang berkepanjangan," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya