DPR ke Menag: Jangan Obral Kata Radikal dan Teroris

Mengenai kelompok radikal yang dimaksudkan Menag, Achmad menyebut pihak Kemenag belum pernah melakukan pendekatan edukatif terhadap kelompok yang dituding radikal.

oleh Yopi Makdori diperbarui 08 Sep 2020, 13:25 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2020, 13:07 WIB
Menteri Agama Fachrul Razi Berikan Ceramah Jumat di Masjid Istiqlal
Menteri Agama Fachrul Razi saat memberikan ceramah dalam salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (1/11/2019). Menag Fachrul Razi memberikan ceramah dengan tema persatuan 'Merajut Persatuan dan Kesatuan'. (Liputan6.com/ Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VIII DPR RI, Achmad menegur Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi yang gemar mengumbar kata radikal ke masyarakat. Menurut Achmad, Menag tak perlu lagi mengobral narasi radikal ke publik.

"Saya banyak sekali mendapat WA dari banyak tokoh masyarakat. Ini mereka menyampaikan kepada menteri tolong lah Menteri Agama itu jangan obral mengatakan radikal, jangan obral mengatakan teroris, jangan obral mengatakan Islam tuh sesuatu yang ganas. Ini tidak baik," kata Achmad dalam Raker bersama Menag pada Selasa (8/9/2020).

Achmad menambahkan, mestinya seorang yang menduduki posisi Menag harus berwibawa dan memiliki takhta di hati umat. Bukan justru sebaliknya.

"Nah ini pesan moral mereka sehingga tak seolah-olah itu jadi pijakan," tegasnya.

Mengenai kelompok radikal yang dimaksudkan Menag, Achmad menyebut pihak Kemenag belum pernah melakukan pendekatan edukatif terhadap kelompok yang dituding radikal.

"Belum pernah Menteri Agama menjelaskan berapa persentase dari 85 persen ini berapa yang radikal. Kenapa yang kecil ini jadi mainan? Kenapa yang besar ini tidak diurus dengan baik, bukankah itu potensi untuk mendukung kita berbangsa dan bernegara?" tanya dia.

Anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat itu meminta Menag jangan menjadikan isu radikalisme menjadi mainan. Pasalnya akan sangat menguras energi dari kementeriannya sendiri.

"Dia semakin dipijak mereka itu, mereka semakin melambung Pak, semakin besar mereka. Semakin sering Bapak sebut teroris itu semakin besar, ketawa mereka," jelas dia.

"Nah justru itu saya minta ke Pak Menteri hentikanlah kata-kata radikal itu, jangan bicara radikal lagi," sambung Achmad.

Achmad juga menjelaskan bahwa tak semua radikal itu berkonotasi negatif. Menurutnya tanpa adanya prinsip radikal dari para pejuang bangsa ini, mungkin hingga saat ini Indonesia belum merdeka.

"Kalu tidak ada radikal positif kita tidak akan merdeka Soekarno-Hatta, Pak. Jadi radikal ini jangan diartikan negatif, radikal ini artinya positif, Pak. Jadi kami mengharapkan jangan Menag menjadi pemicu, jangan negara jadi gaduh umat ini di tengah-tengah kita. Tapi (jadilah) penyejuk Pak, itu harapan kami," ujar dia.

Achmad menilai, gara-gara Menag kerap menggaungkan isu radikal, sebagian publik bahkan minta dirinya untuk mundur dari posisi sebagai Menag.

Di samping, Achmad juga mengritisi soal penerimaan ASN Kemenag yang dilarang radikal. Mengapa hanya radikal saja tapi narkoba tak dicantumkan menjadi hal yang dilarang.

"Masa radikal juga dimasukkan di sini? Kenapa narkoba yang menghancurkan negara tidak dimasukkan di sini? tanyanya.

Menurut Achmad ancaman narkoba saat ini begitu luar biasa. Efeknya bahkan menurut Achmad dapat menghancurkan generasi bangsa. Namun Menag malah cenderung mengacuhkan hal itu.

 

Saksikan Video Terkait Berikut Ini:

Kata Menag soal Good Looking Penebar Paham Radikal

Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan maksud anak berpenampilan baik (good looking) menjadi penyebar paham radikal. Salah satunya di masjid lingkungan pemerintahan.

"Memang saya menyebut paham radikal itu biasanya masuk dari-dengan memasukan orang, kalau ada orang yang punya keinginan tidak baik, dia masukan anak-anak yang punya good looking, punya pengetahuan agama yang baik, sehingga orang tertarik. Kemudian dia mungkin mengembangkan ajarannya," ujar Menag ketika rapat dengan Komisi VIII DPR RI, Selasa (8/9).

Fachrul mengibaratkan ketika Belanda masuk ke Aceh. Dipilih orang Belanda yang pengetahuan agama bagus, bikin lengah dan tak waspada. Hingga Belanda itu merusak dan mengadu domba warga Aceh dan juga merusak Islam.

"Dipilihlah orang Belanda yang pengetahuan agamanya bagus, kita gak waspada, kita terima dia, padahal dia masuk ke dalam merusak Islam, merusak Aceh, diadu domba Aceh," kata dia.

Menag meluruskan bukan ingin generalisasi anak berpenampilan baik dan hafal Al-Qur'an sebagai penyebar paham radikal. Tapi dia ingin meningkatkan kewaspadaan terhadap orang yang berniat buruk menyebar paham radikal.

"Jadi kalau dibilang Menag anti sama anak yang good looking, bukan itu. Kita butuh anak-anak yang pengetahuannya luas, hafal alquran, kita butuh tapi kita waspadai," kata dia.

 

Reporter: Ahda Baihaqy/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya