Nasdem: Pandemi Jadi Momen Penguatan Kedaulatan Digital

Menurut Ali, kebijakan ini bisa diiringi dengan pembangunan platform bersama milik bangsa.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 29 Sep 2020, 19:52 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2020, 19:52 WIB
Wakil Ketua DPP Partai Nasdem Ahmad Ali
Wakil Ketua DPP Partai Nasdem Ahmad Ali

Liputan6.com, Jakarta - Pemanfaatan teknologi daring semakin pesat dan naik secara signifikan sejak pandemi Covid-19. Ketua Fraksi Partai Nasdem Ahmad Ali menyatakan peningkatan jumlah pengguna menjadikan platform digital menjadi lebih relevan lagi di masa pandemi.

“Selain platform iklan, momen pandemi ini juga bisa menjadi peluang bagi bangsa ini untuk membangun sendiri platform chatroom atau conference room. Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh secara permanen, adalah peluang yang sangat bagus,” kata Ali dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (29/9/2020).

Menurut Ali, kebijakan ini bisa diiringi dengan pembangunan platform bersama milik bangsa. Murid-murid sekolah, para guru, orang tua murid, dan stakeholder pendidikan lainnya bisa diwajibkan untuk memanfaatkan platform tersebut.

“Jika ini bisa dijalankan maka dalam waktu cepat, platform tersebut bisa langsung besar dan potensi bisnisnya sangat terbuka. Negara, melalui badan usahanya, bisa mendapat keuntungan dari gagasan ini,” tambahnya.

Menurutnya, jika platform ini tersedia, anggaran pemerintah untuk memberikan kuota kepada murid sekolah dan mahasiswa tidak akan lari kemana-mana. Sepenuhnya akan menguatkan ekonomi nasional.

“Jika semua ini bisa kita mulai dan dilaksanakan secara konsisten, dengan dukungan ekosistem yang baik maka wabah yang sekarang terjadi ini bisa berkah bagi kita,” tuturnya.

Ali menambahkan, dunia digital Tanah Air saat ini masih memberi ruang bebas kepada platform-platform luar untuk mengeruk sumberdaya ekonomi dalam negeri. Google ads dan Facebook ads dengan ekosistemnya, misalnya, menjadi dua platform penyedot iklan paling kuat saat ini. Kenyataan ini membuat platform-platform karya anak bangsa tidak cukup berdaya untuk menghadapi kedua raksasa tersebut.

“Akhirnya, platform-platform nasional banyak memilih berkolaborasi dengan keduanya demi mendapat bagian kecil kue iklan dari dunia korporasi dalam negeri. Pilihan ini terpaksa diambil meski sebenarnya pembagian dari kue tersebut lebih banyak menguntungkan raksasa tersebut,” ungkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Terjadi di Banyak Negara

Menurutnya, situasi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Banyak negara yang kemudian menyadari adanya aturan main yang tidak fair.

“Ada yang diam, dan ada yang melawan seperti Australia. Negara itu mewajibkan ekosistem Google dan Facebook membayar royalti kepada media setempat untuk setiap konten yang dimuat,” terang Ali.

Merujuk kenyataan tersebut, Ali mendorong agar Indonesia mengikuti jejak Australia. Baginya, nagara harus hadir untuk memastikan keberadaan platform luar tidak menghancurkan lanskap media dan jurnalisme dalam negeri.

“Melalui perusahaan negara yang bergerak dalam teknologi digital seperti Telkom, negara bisa menjalankan langkah serupa dengan Australia. Bisa juga negara kemudian membangun platform advertising digital yang memberi ruang lebih adil bagi media dan content creator dalam negeri,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya