Liputan6.com, Jakarta - KBRI untuk Malaysia tengah mengecek kebenaran informasi soal adanya buruh migran Indonesia atau TKI asal Indramayu yang meninggal di Malaysia. Toniah, warga Desa Lemah Ayu, Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Jenazahnya diduga terlantar di Rumah Sakit Kajang, Kuala Lumpur, Malaysia.
"Biasanya dicek dulu apa benar WNI. Ini langkah pertama dulu," kata Koordinator Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Malaysia, Agung Cahaya Sumirat saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (1/10/2020).
Agung menjelaskan, sebelum melakukan langkah lebih lanjut, pihaknya harus memastikan apakah jenazah tersebut benar-benar warga negara Indonesia (WNI).
Advertisement
Hal sama juga disampaikan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Menurut pihak Humas BP2MI, Muhammad Hapipi pihaknya akan mendalami kabar soal TKI tersebut.
"Saya coba konfirmasi ke unit teknis dulu ya," ujar Hapipi, Kamis (1/10/2020).
Sebelumnya, buruh migran Indonesia atas nama Toniah (45) meninggal di Rumah Sakit Kajang, Kuala Lumpur, Malaysia pada Jumat sore, 25 September 2020. Jenazah Toniah masih berada di RS Kajang. Belum jelas siapa yang akan memulangkan.Â
Hal itu dibenarkan oleh salah seorang keluarga korban, Rodi yang menyatakan, Toniah meninggal lantaran penyakit paru-paru.
"Meninggal hari Jumat sore," kata Rodi kepada Liputan6.com pada Rabu (30/9/2020).
Toniah merupakan buruh migranasal Indramayu. TKIÂ itu, menurut kartu identitasnya, beralamatkan di Desa Lemah Ayu, Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu.
Â
Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:
Keluarga Bingung
Rodi mengaku pihak keluarga kebingungan memulangkan jenazah almarhum ke Indonesia. Apalagi diketahui Toniah diberangkatkan oleh sponsor tanpa melalui jalur prosedural atau tidak resmi.
Kabar meninggalnya TKI asal Indramayu juga dibenarkan oleh teman almarhum yang tak mau disebutkan namanya. Menurut temannya, awalnya Toniah sudah beberapa hari dirawat di RS Kajang. Hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
"Almarhum kerja di pabrik kasur. Awalnya kabur dari majikan pertama, paspornya juga dipegang majikan. Tapi setelah dia (Toniah) ke rumah sakit majikan mengembalikannya," kata teman almarhum yang saat ini berada di Malaysia kepada Liputan6.com, Rabu (30/9/2020).
Jenazah Toniah hingga saat ini masih berada di RS Kajang. Kata teman Toniah, tak ada kawannya yang berani mengambil jenazah almarhum.
"Awalnya dimintain bayar 9 ribu ringgit. Jadi pada enggak berani ngurus," paparnya.
Saat pertama kali mendengar kabar meninggalnya Toniah, kawan-kawannya berinisiatif mengumpulkan iuran guna menebus jenazah Toniah. Namun uang yang terkumpul tak cukup.
"Kita cuman dapat 500 (ringgit)," jelasnya.
Â
Advertisement
Ditarik Bayaran Sponsor
Sementara itu, menurut Rodi, keluarganya telah mempercayakan pemulangan jenazah Toniah kepada pihak sponsor yang memberangkatkan almarhum ke Malaysia. Namun Rodi mengaku pihaknya dimintai bayaran Rp 14 Juta.
"Awalnya Rp 14 juta, terus saya minta setengahan jadi Rp 7 jutaan," tutur Rodi.
Rodi menuturkan, beberapa hari setelah kabar meninggalnya Toniah, pihak sponsor langsung mendatangi kediamannya pada tengah malam. Di sana ia diminta untuk menandatangani sebuah surat di atas materai yang kurang lebih berisi kesediaan pihak keluarga untuk tak membawa kasus meninggalnya Toniah ke ranah hukum.
"Iya datang malam-malam suruh tanda tangan," kata Rodi .
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Indramayu, Juwarih menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh pihak sponsor tersebut. Menurut Juwarih mestinya pihak sponsor atau penyalurlah yang bertanggung jawab mengurusi pemualangan jenazah tanpa dibebankan oleh pihak keluarga.
"Itu malah dimintain biaya, itu jelas sebagai bentuk memberatkan BMI lah. Jadi gini kalau dia (almarhum) direkrut secara unprocedural, yang dikejar itu pihak perekrut. Jadi terus gini kalau warga Indonesia meninggal di luar negeri, bukan hanya BMI ya tapi semua itu negara harus hadir," tegas dia kepada Liputan6.com, Rabu (30/9/2020).
Kata Juwarih jika pihak perekrut enggan untuk mengembalikan, maka pihak keluarga bisa membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
"Ada (pidananya) itu di dalam Pasal 68 juncto Pasal UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran. Itu sanksinya 10 tahun kurungan," tegas Juwarih.