Nama ST Burhanuddin dan Hatta Ali Kembali Disebut dalam Skandal Djoko Tjandra

Nama Jaksa Agung dan eks Ketua MA itu disebut dalam dakwaan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya di sidang skandal Djoko Tjandra.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 04 Nov 2020, 13:50 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2020, 13:49 WIB
Jaksa Agung Bahas Kasus Jiwasraya Bersama Komisi III DPR
Jaksa Agung ST Burhanuddin (kanan) saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1/2020). Dalam rapat ini ST Burhanuddin menjelaskan perkembangan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kepada Komisi III DPR. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali kembali disebut dalam surat dakwaan dugaan suap pengurusan fatwa MA. Nama keduanya disebut dalam dakwaan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya.

Nama Burhanuddin dan Hatta Ali tertulis di dalam action plan pengurusan fatwa MA melalui Kejagung. Fatwa MA bertujuan agar Djoko Tjandra tak dieksekusi atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Action plan tersebut diberikan kepada Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 November 2019. Saat itu, Andi Irfan Jaya, Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia.

"Terdakwa Andi Irfan Jaya, Pinangki Sirna Malasari dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking menyerahkan serta memberikan penjelasan mengenai rencana/planning berupa action plan kepada Djoko Soegiarto Tjandra untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung," ujar Jaksa Didi Kurniawan dalam dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/11/2020).

Terdapat 10 action plan pengurusan fatwa MA yang diberikan Andi Irfan Jaya kepada Djoko Tjandra. Action plan pertama mengenai penandatanganan security deposit (akta kuasa jual) yang dimaksud oleh Pinangki sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi.

Dalam action plan yang kedua tertulis nama pejabat Kejagung Burhanuddin. Action plan kedua berbunyi pengiriman surat dari pengacara kepada BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung), yang dimaksudkan oleh Pinangki sebagai surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada MA

"Penanggungjawab action ini adalah IR (Andi Irfan Jaya) dan AK (Anita Dewi Anggraeni Kolopaking), yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2020 sampai dengan 25 Februari 2020," kata Jaksa.

Action plan ketiga adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/Pejabat MA), yang dimaksudkan oleh Pinangki sebagai tindak lanjut surat dari pengacara tentang permohonan Fatwa MA.

"Penanggungjawab action ini adalah IR (Andi Irfan Jaya) dan P (Pinangki) yang akan dilaksanakan pada tanggal 26 Februari 2020 sampai dengan 1 Maret 2020," kata Jaksa.

Action yang keempat adalah pembayaran 25% konsultan fee Pinangki (USD 250 ribu), yang dimaksudkan oleh Pinangki adalah pembayaran tahap I atas kekurangan pemberian fee kepada Pinangki sebesar USD 1 juta yang telah dibayarkan DP sebesar USD 500 ribu.

Jaksa menyebut dalam action plan ini yang bertanggungjawab adalah Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan 5 Maret 2020.

Action yang kelima adalah pembayaran konsultan media fee kepada IR (Andi Irfan) (USD 500 ribu), yang dimaksudkan oleh Pinangki adalah pemberian fee kepada Andi untuk mengkondisikan media sebesar USD 500 ribu. Penanggungjawab action ini adalah Djoko Tjandra.

"Action yang keenam adalah HA (Hatta Ali/Pejabat MA) menjawab surat BR (Burhanuddin/Pejabat Kejagung), yang dimaksudkan oleh Pinangki adalah jawaban surat MA atas surat Kejagung tentang permohonan fatwa MA. Penanggungjawab action ini adalah HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung) / DK (belum diketahui) / AK (Anita Kolipaking), yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2020 sampai dengan 16 Maret 2020," kata Jaksa.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Tak Ada yang Terlaksana

Djoko Tjandra Jalani Sidang Dakwaan
Tersangka perkara dugaan suap penghapusan nama terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko Soegiarto Tjandra saat menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Action yang ketujuh adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejagung) menerbitkan instruksi terkait surat HA (Hatta Ali/Pejabat MA), yang dimaksudkan oleh Pinangki adalah Kejaksaan Agung menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa MA.

"Penanggungjawab Action ini adalah IF (Belum diketahui) / P (Pinangki), yang akan dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 26 Maret 2020," kata Jaksa.

Action yang ke-8 adalah security deposit cair (USD 10 juta) yang dimaksudkan oleh Pinangki adalah JC (Djoko Tjandra) akan membayarkan sejumlah uang tersebut apabila action plan kedua, ketiga, keenam, dan ketujuh berhasil dilaksanakan.

"Penanggungjawab action ini adalah JC (Djoko Tjandra), yang akan dilaksanakan pada tanggal 26 Maret 2020 sampai dengan 5 April 2020," kata Jaksa.

Action yang ke-9 adalah JC (Djoko Tjandra) kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 (dua) tahun berdasarkan Putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009. Penanggungjawab action ini adalah Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Djoko Tjandra.

"Action yang ke-10 adalah Pembayaran Konsultan fee 25% (250.000 USD), yang dimaksudkan oleh Pinangki adalah pembayaran tahap II (Pelunasan) atas kekurangan pemberian fee kepada Pinangki sebesar USD 1 juta yang telah dibayarkan DP sebesar USD 500 ribu apabila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia," kata Jaksa.

Sebagai tanda jadi, akhirnya Djoko Tjandra memberikan uang USD 500 ribu kepada Pinangki melalui adik iparnya, Herriyadi. Kemudian, Pinangki memberikan USD 50 ribu dari USD 500 ribu yang diterimanya ke Anita.

"Sebagaimana dalam action plan tersebut, tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Djoko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD 500 ribu. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan," kata Jaksa Didi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya