Berkas Dakwaan Lengkap, Penyuap Edhy Prabowo Segera Disidang

Berkas dakwaan Suharjito, penyuap Edhy Prabowo dalam kasus izin ekspor benih lobster telah dilimpahkan ke PN Tipikor, Jakarta Pusat.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 04 Feb 2021, 14:42 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2021, 14:09 WIB
Edhy Prabowo Kembali Digarap KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan non aktif, Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (4/12/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap dan ditahan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster pada Rabu (25/11). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Tim jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan berkas dakwaan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster alias benur yang turut menyeret eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Dia diketahui sebagai penyuap Edhy Prabowo dalam kasus izin ekspor benur. Kini tim JPU KPK telah melimpahkan berkas dakwaan Suharjito ke Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

"Hari ini JPU KPK melimpahkan berkas perkara terdakwa Suharjito ke PN Tipikor Jakarta Pusat," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (4/2/2021).

Dengan pelimpahan tersebut, maka kewenangan penahanan terhadap Suharjito berada di tangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Ali mengatakan, tim penuntut umum kini tengah menunggu jadwal perdana sidang dengan agenda pembacaan dakwaan.

"Saat ini JPU masih menunggu penetapan penunjukan majelis hakim dan juga penetapan jadwal persidangan dengan agenda awal pembacaan surat dakwaan," kata Ali.

Ali mengungkapkan, Suharjito akan didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

7 Tersangka Suap Ekspor Benur

Menteri Kelautan dan Perikanan
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat berkunjung ke Pulau Popongan, Balak-balakang, Mamuju (Liputan6.com/Abdul Rajab Umar)

Dalam kasus ini, KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya