KPK: Indikator Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Pemprov DKI Jakarta Menurun

Indikator tata kelola pemda yang baik oleh Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2020 menurun dibanding tahun 2019.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 05 Apr 2021, 22:43 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2021, 22:43 WIB
Suasana Balai Kota Usai Gubernur Anies Baswedan Positif COVID-19
Suasana Balai Kota Jakarta, Selasa (1/12/2020). Kantor Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpaksa ditutup sementara setelah Anies Baswedan dikabarkan terkonfirmasi positif Covid-19 berdasarkan hasil tes usap yang dilakukan pada Senin (30/10) kemarin. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyampaikan, indikator tata kelola pemerintahan daerah yang baik oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada tahun 2020 menurun dibanding tahun 2019.

"Yakni turun dari 91 persen di tahun 2019 menjadi 76 persen di tahun 2020," ujar Alex dalam Rapat Koordinasi Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Provinsi DKI Jakarta, di Ruang Pola Balai Kota DKI Jakarta, Senin (5/4/2021).

Hadir dalam pertemuan ini adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wakil Gubernur DKI Riza Patria, Sekretaris Daerah, serta jajaran Pemprov DKI Jakarta dan Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah II KPK, Kepala Satuan Tugas (Satgas) Bidang Pencegahan Korsup Wilayah II KPK, dan Penanggungjawab Korsup Wilayah II KPK untuk DKI Jakarta.

Ada tujuh indikator yang menjadi area intervensi dalam tata kelola pemerintahan daerah di DKI Jakarta, yakni Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, dan Manajemen Aset atau Barang Milik Daerah (BMD).

Ketujuh fokus area ini tercakup dalam aplikasi Monitoring Centre for Prevention (MCP). "Terdapat tiga area intervensi yang perlu mendapatkan perhatian Pemprov DKI, yakni PBJ, optimalisasi pajak daerah, dan manajemen aset daerah," kata Alex.

Terkait PBJ, menurut Alex, Pemprov DKI Jakarta perlu memberikan perhatian serius. Sebab mayoritas kasus korupsi di pemerintah daerah berkaitan erat dengan PBJ.

Temuan Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi DKI Jakarta atas dugaan penyimpangan dalam pengadaan Digital Velvet System Tahun Anggaran 2013 oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, contohnya, menunjukkan potensi kemahalan harga sebesar Rp 12,23 Miliar.

Atas kondisi itu, Putusan PK (Peninjauan Kembali) tanggal 2 Desember 2019 memerintahkan Pemprov DKI Jakarta membayar nilai kontrak pengadan sebesar Rp 47,8 Miliar ditambah bunga sebesar 1,08 persen setiap bulannya, dan membayar kerugian atas kehilangan potensi keuntungan akibat keterlambatan pembayaran kontrak sebesar Rp 2 Miliar.

Sedangkan terkait optimalisasi pajak daerah, Alex meminta Pemprov DKI Jakarta mendorong penagihan piutang pajak secara intensif. Sementara terkait manajemen aset, KPK menyoroti rendahnya upaya sertifikasi aset di DKI Jakarta dibandingkan jumlah tanah yang dimilikinya.

"Data KPK pertahun 2020 menunjukkan, total aset tanah Pemprov DKI Jakarta mencapai 6.890 bidang, di mana jumlah tanah yang telah bersertifikat di awal 2020 sebanyak 3.368 bidang atau baru 48,88 persen," kata Alex.

Oleh karena itu, Alex mendorong Pemprov DKI Jakarta meningkatkan upaya sertifikasi aset secara signifikan. KPK, sangat berharap kejadian penyimpangan terkait masalah tanah tidak terjadi lagi di DKI Jakarta, seperti tanah di wilayah Cengkareng dan tanah milik Perusahaan Daerah (PD) Sarana Jaya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Poin Tambahan

KPK Tetapkan Menpora Tersangka Baru Kasus Suap Dana Hibah KONI
Komisioner KPK, Alexander Marwata saat mengumumkan penetapan tersangka baru kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora ke KONI Pusat, Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019). KPK menetapkan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka baru diduga menerima suap Rp26,5 milyar. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

 

Alex menyampaikan beberapa poin tambahan. Pertama, Alex mengapresiasi atas pencapaian Pemprov DKI dalam penagihan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) sebesar Rp 23,5 Triliun. Pencapaian ini merupakan pencapaian tertinggi secara nasional dan berkontribusi sebesar 77,37 persen kepada total penagihan PSU secara nasional.

Kedua, mendorong agar rencana perpanjangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PAM Jaya dan PT Aetra yang berakhir di tahun 2023 tidak jadi dilaksanakan. KPK mendorong pengelolaan air tersebut dapat dilaksanakan oleh PAM Jaya.

Ketiga, KPK mendorong agar penyimpangan dalam pemeriksaan pajak yang dilakukan tim pemeriksa pajak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan dan pihak-pihak yang melakukan penyimpangan diberikan sanksi sesuai aturan.

Kempat, KPK mendorong digitalisasi pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) guna mempermudah masyarakat membayar kewajibannya.

Kelima, KPK meminta Pemprov DKI Jakarta menuntaskan permasalahan pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) di sejumlah RSUD, lalu memberikan sanksi berat bagi pihak yang terlibat dan melindungi para tenaga kesehatan yang menjadi korban.

Menurut Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding, dalam pertemuan ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan terima kasih atas masukan dan rekomendasi KPK terkait program pencegahan korupsi terintegrasi di wilayahnya.

Anies menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti rekomendasi KPK, dan akan berusaha melakukan perbaikan untuk meningkatkan pencapaian MCP 2021 agar lebih tinggi dari pencapaian MCP 2020.

"Terakhir, Anies meminta KPK mengawal dan bersinergi dengan pihaknya dalam rangka perbaikan tata kelola pemerintahan di internal Pemprov DKI Jakarta," kata Ipi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya