Liputan6.com, Jakarta - Keluarga Trio Fauqi Virdaus yang meninggal dunia usai 24 jam mendapat vaksin Covid-19 merek AstraZeneca merasa geram.
Kakak Trio, Viki mengaku geram terhadap Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) karena tidak merespons cepat laporan dari pihak keluarganya.
Viki mengaku telah menghubungi Komnas KIPI pada Kamis 6 Mei 2021. Saat itu disebut akan dilakukan investigasi.
Advertisement
"Nanti akan kita lakukan investigasi, oke kita tunggu," kata Viki menirukan jawaban Komnas KIPI saat dihubungi, Selasa, 11 Mei 2021.
Sementara itu, Komnas KIPI pun saat ini tengah melakukan penelusuran guna menemukan keterkaitan antara meninggalnya Trio dengan pemberian vaksin Covid-19 AstraZeneca. Komnas KIPI belum memiliki cukup bukti untuk mengaitkan peristiwa tersebut.
"Saat ini sedang dilakukan penelusuran untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk mengaitkan kejadian ikutan pascaimunisasi dengan imunisasi yang diberikan," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari pada Antara.
Berikut 6 hal terkini terkait perkembangan terkini meninggalnya Trio usai 24 jam mendapat vaksin Covid-19 merek AstraZeneca dihimpun Liputan6.com:
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Keluarga Trio Geram
Kakak korban Trio Fauqi Virdaus, Viki merasa geram dengan Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) karena tidak merespon cepat laporan dari pihak keluarganya. Diketahui, Trio meninggal usai menerima vaksin Covid-19 merk AstraZeneca.
Viki menuturkan, telah menghubungi Komnas KIPI pada Kamis 6 Mei 2021. Saat itu disebut akan dilakukan investigasi.
"Nanti akan kita lakukan investigasi oke kita tunggu," kata Viki menirukan jawaban Komnas KIPI saat dihubungi, Selasa, 11 Mei 2021.
Menurut dia, pihak keluarga sudah menanti laporan dari Komnas KIPI dan sampai sekarang tak ada laporan resmi ke pihaknya. Hanya disampaikan melalui media saja.
"Jumat, Sabtu, Minggu, Senin, tidak ada. Setelah media naik baru ngomong," ungkap Viki.
Bahkan, wacana melakukan autopsi juga tidak langsung disampaikan oleh pihak keluarga. Hanya ke hadapan media saja.
"Sudah begitu ngomongnya tidak ada etika hanya kepada media. Datengin kami ajak diskusi ortu saya yang punya hak atasnya," kata Viki.
Â
Advertisement
2. Komnas KIPI Masih Telusuri Bukti
Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) tengah melakukan penelusuran guna menemukan keterkaitan antara meninggalnya Trio Fauqi Virdaus (22) dengan pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca. Komnas KIPI belum memiliki cukup bukti untuk mengaitkan peristiwa tersebut.
"Saat ini sedang dilakukan penelusuran untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk mengaitkan kejadian ikutan pascaimunisasi dengan imunisasi yang diberikan," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari pada Antara, di Jakarta, Selasa, 11 Mei 2021.
Hindra mengatakan, gejala yang mungkin timbul pascaimunisasi memiliki beragam pemicu. Bisa disebabkan oleh kandungan vaksin yang mengalami kecacatan produk hingga kekeliruan prosedur ketika penyuntikan.
Hindra mencontohkan vaksin Rotavirus yang dulu pernah menyebabkan invaginasi (bagian usus atas terlipat masuk ke bagian yang lebih bawah).
"Dulu ada vaksin Rotavirus menyebabkan invaginasi, tapi sekarang sudah diubah produknya jadi generasi berikutnya dan sekarang sudah aman. Atau kekeliruan prosedur, misalnya disuntikkan di dalam otot, ternyata suntiknya terlalu dangkal, itu bisa juga sebabkan KIPI," katanya, dilansir Antara.
Mengenai apakah kejadian yang dialami warga Buaran, Jakarta Timur itu terkait pembekuan darah, Hindra mengatakan Komnas KIPI masih mengumpulkan bukti.
"Belum cukup bukti, namun tidak dapat disingkirkan," katanya.
Prinsip kedua yang tengah ditelusuri Komnas KIPI adalah faktor kecemasan yang dialami almarhum yang tidak terkait imunisasi.
"Prinsip keduanya adalah kecemasan, namun gejala yang diperlihatkan ada perbedaan," katanya.
Reaksi kecemasan itu menurut Hindra tidak berhubungan dengan kecacatan produk, isi vaksin, atapun kekeliruan prosedur. Sedangkan berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada 20 Desember 2019, reaksi kecemasan dikelompokkan dalam Imunization Stress-Related Respons atau gejala dan tanda yang muncul akibat kecemasan.
"Ini tidak berhubungan dengan kecacatan produk, tidak berhubungan dengan isi vaksin, bahkan kekeliruan prosedur. Respons ini merupakan reaksi dari nervous fanboost, reaksinya berupa napas cepat berhubungan dengan reaksi psikiatrik yang berhubungan dengan stres," jelasnya.
Hindra mengatakan, faktor stres muncul karena kekuatan psikologi orang berbeda, kerentanan berbeda, pengetahuan tentang vaksin juga berbeda dan persiapan serta konteks sosial berbeda pada setiap individu.
"Misalnya saat mau ujian lisan, kita ke kamar mandi bolak-balik. Atau dipanggil atasan, kita berdebar. Bisa juga diputuskan pacar, tidak ada nafsu makan. Reaksi ini sama dengan imunisasi," katanya.
Respons stres terkait imunisasi bisa berupa stres akut, reaksi 'vasovagal' atau dissosiative nerological.
Stres akut biasanya ditandai jantung berdebar, lalu kesemutan, rasa sakit dada, melayang, pusing, sakit kepala dan bisa berulang. Kadang terjadi pingsan, kejang, hingga bengong.
Reaksi 'vasovagal' ditunjukkan dengan rasa pusing namun reaksinya ringan. "Itu akibat dari pelebaran pembuluh darah dan denyut jantung menurun. Pingsan bisa 20 detik atau beberapa menit, terus langsung sadar dan baik," jelasnya.
Sementara dissosiative nerological symptom reaction mirip seperti mengalami kelumpuhan, lemas atau gerakan aneh, susah bicara atau kejang. Situasi ini terjadi selama beberapa hari atau jam setelah imunisasi.
Â
3. Kemenkes Tunggu BPOM
Kementerian Kesehatan belum berencana menyetop penggunaan vaksin AstraZeneca. Meskipun, muncul kasus kematian yang diduga terkait dengan kandungan vaksin AstraZeneca.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan keputusan penyetopan penggunaan vaksin AstraZeneca diambil setelah mendapat hasil kajian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
"Belum (berencana menyetop penggunaan vaksin Covid-19 merk AstraZeneca). Kita tunggu BPOM dan ITAGI," kata Nadia.
Â
Advertisement
4. KIPI-BPOM Uji Sterilitas dan Toksisitas AstraZeneca
Komnas KIPI bersama BPOM menguji sterilitas dan toksisitas vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk membuktikan pengaruh imunisasi atas meninggalnya Trio Fauqi Virdaus yang meninggal 24 jam usai disuntik Vaksin AstraZeneca.
"Sekarang sedang diuji vaksinnya dari segi sterilitas dan toksisitas, apakah vaksin yang disuntikkan itu steril atau tidak. Kami juga cek apakah ada kandungan toksisitasnya atau tidak," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari seperti dilansir Antara soal kasus terkait Vaksin AstraZeneca itu, di Jakarta, Minggu, 16 Mei 2021.
Toksisitas adalah sifat suatu zat yang merusak bila dipaparkan terhadap struktur organisme, seperti sel atau organ tubuh. Sementara sterilitas diuji untuk mengetahui apakah vaksin tersebut bersih dari kuman atau mikroorganisme lain.
Hindra mengatakan kajian terhadap kandungan vaksin AstraZeneca itu sedang dilakukan oleh BPOM. "Uji BPOM biasanya dua sampai tiga pekan. Itu meliputi toksisitas dan sterilitas," ujar dia.
Komnas KIPI juga telah berupaya menginvestigasi wafatnya Trio Fauqi Virdaus berdasarkan riwayat penyakit atau komorbid yang mungkin berkaitan.
Berdasarkan rekam medis dari pihak dokter yang pernah menangani Trio, lanjut dia, Komnas KIPI menemukan ada penyakit kronis yang diderita pegawai outsourcing. Namun, Hindra memastikan kematian Trio tidak dipicu oleh penyakit kronis tersebut.
"Kalau terkait penyakit kronisnya apa dan bagaimana, itu rahasia medis yang tidak bisa kami ungkapkan," kata Hindra.
Menurut Hindra, investigasi terhadap kejadian yang dialami Trio bisa saja dinyatakan selesai hanya dengan laporan uji sterilitas dan toksisitas BPOM dari vaksin yang disuntik kepada almarhum.
Namun tidak menutup kemungkinan, tim memerlukan autopsi pada jenazah Trio dengan seizin keluarga.
Autopsi jenazah, kata dia, diperlukan oleh Komnas KIPI menyusul ketiadaan data pendukung terkait kondisi terakhir Trio.
"Data yang dihimpun KIPI tidak ada sama sekali, sebab almarhum tiba di rumah sakit sudah wafat. Dokter juga tidak sempat memeriksa lebih jauh. Datanya tidak ada sama sekali," lanjut Hindra.
Dia menuturkan, keluarga maupun Trio sebenarnya memiliki peluang untuk menjalani diagnosis medis saat terjadi keluhan penyakit.
"Padahal almarhum mengeluh sehari sebelumnya sejak jam 15.30 WIB. Lalu besoknya datang ke rumah sakit pukul 12.45 WIB sudah meninggal. Padahal kalau diperiksa cek laboratorium dan CT scan itu bisa. Kami memeriksa saat jenazah sudah dimakamkan," ujar Hindra.
Komnas KIPI berencana mengonfirmasi keluarga almarhum terkait kesediaan mereka untuk membongkar makam almarhum untuk kepentingan autopsi.
"Kita akan konfirmasi, kalau keluarga mau, ya alhamdulillah. Nanti dokter forensik yang autopsi. Itu masih memungkinkan seperti kejadian-kejadian kriminal," jelas dia.
Â
5. LBH Minta Pemerintah Investigasi
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora, menyoroti meninggalnya Trio Fauqi Virdaus usai divaksinasi AstraZeneca. Nelson meminta kejadian tersebut di investigasi secara menyeluruh.
"Kejadian ini harus diinvestigasi secara menyeluruh, transparan, dan akuntabel oleh pemerintah melalui Komnas KIPI serta bekerjasama dengan unsur pemerintah daerah," ujarnya, Rabu, 12 Mei 2021.
Menurutnya, tidak boleh ada alasan bahwa 'belum pernah ada kejadian orang meninggal di Indonesia karena Covid-19'. Sebab, kata dia, setiap kemungkinan buruk tentang vaksin terbuka. Terlebih, vaksin AstraZeneca sudah dilarang di berbagai negara.
"Investigasi yang serius juga diperlukan agar tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat yang perlu divaksin. Apabila kejadian ini dibiarkan maka akan semakin banyak masyarakat yang takut divaksin," ucapnya.
Nelson menilai, seharusnya ada 2 pihak yang bertanggungjawab mengenai meninggalnya Trio. Yaitu pemerintah dan produsen vaksin AstraZeneca.
Meksi pun, di sisi lain pemerintah mengambil alih tanggungjawab tersebut dengan cara mengubah Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) melalui Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021.
"Meskipun begitu, bagi LBH Jakarta, hal tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab AstraZeneca untuk bertanggungjawab atas kejadian tewasnya Trio Fauqi Firdaus tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut, Nelson memaparkan dasar hukum investigasi Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi (KIPI). Kemudian, dasar hukum tentang tanggung jawab hukum pemerintah dan produsen vaksin AstraZenneca.
Â
Advertisement
6. Keluarga Belum Putuskan Melakukan Autopsi
Komnas KIPI sempat merekomendasikan jenazah Trio Fauqi Virdaus diautopsi untuk mengetahui keterkaitan antara kematiannya dengan vaksinasi Covid-19 AstraZeneca.
Terkait rekomendasi dari Komnas KIPI tersebut, pihak keluarga Trio masih belum memutuskannya.
Ibunda Trio, Zaqiah mengatakan, akan memikirkan hal ini matang-matang bersama anak pertamanya, yakni kakak Trio yang bernama Viki.
"Terkait autopsi ini, belum kami putuskan. Masih akan saya bicarakan lagi sama anak saya (Viki)," kata Zakiah saat dikonfirmasi Merdeka.com, Minggu, 16 Mei 2021.
Dia pun mengaku, sampai saat ini belum ada pihak pemerintah maupun Komnas KIPI datang untuk mengucapkan belasungkawa terhadap meninggalnya Trio.
"Belum ada. Dari Satgas, Kemenkes, atau KIPI belum ada," kata Zakiah.
Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca
Advertisement