Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka mengatakan, keputusan bersama soal pembatalan keberangkatan haji 2021 bukan karena Indonesia tidak mendapatkan kuota haji atau pemerintah Arab Saudi menutup penyelenggaraan haji.
Politikus PDIP ini mengatakan, sampai hari ini belum ada keputusan Indonesia menerima kuota haji. Begitu juga dengan negara di seluruh dunia.
"Bukan hanya Indonesia yang belum menerima kuota, tapi negara lain seluruh dunia juga belum ada yang menerima kuota dari Arab Saudi," kata Diah, Jumat (4/6/2021).
Advertisement
Diah menjelaskan, pertimbangan lain Indonesia tidak memberangkatkan jemaah calon haji pada 2021 adalah pandemi Covid-19.
"Tentu kita punya pertimbangan lain. Pertimbangan menyangkut penyebaran Covid-19 yang disampaikan Menag, bukan menyangkut kuota atau tidak kuota," kata dia.
Dua alasan tersebut akhirnya mengapa pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk tidak menyelenggarakan haji pada 2021.
"Memang, pertama kita dalam posisi belum mendapatkan kuota. Kedua, ya memang kita lebih memprioritaskan keselamatan warga karena perkembangan Covid-19 yang agak mengkhawatirkan. Kan negara Malaysia juga tidak mengirimkan," ucap Diah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kemenag: Keputusan Pembatalan Haji 2021 Berdasarkan Kajian Mendalam
Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan, keputusan pembatalan pemberangkatan calon jemaah haji 2021 dilakukan dengan tidak terburu-buru. Kemenag menekankan keputusan tersebut diambil berdasarkan kajian mendalam dari berbagai aspek.
"Keputusan itu tentu berdasarkan kajian mendalam, baik dari aspek kesehatan, pelaksanaan ibadah, hingga waktu persiapan. Tidak benar kalau dikatakan terburu-buru," tegas Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Khoirizi dikutip dari siaran persnya, Jumat (4/6/2021).
Menurut dia, pemerintah telah melakukan serangkaian pembahasan, baik dalam bentuk rapat kerja, rapat dengar pendapat, maupun rapat panja haji dengan Komisi VIII DPR. Khorizi mengatakan bahwa pihaknya sejatinya berharap ada penyelenggaraan haji.
Bahkan, dia menyampaikan Kemenag sudah melakukan serangkaian persiapan, sekaligus merumuskan mitigasinya, sejak Desember 2020. Berbagai skenario keberangkatan haji pun sudah disusun, mulai dari kuota normal hingga pembatasan kuota 50 persen, 30 persen 25 persen, sampai 5 persen.
Bersamaan dengan itu, persiapan penyelenggaraan dilakukan, baik di dalam dan luar negeri. Persiapan layanan dalam negeri, misalnya terkait kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik.
Demikian pula penyiapan layanan di Arab Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya. Namun, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.
Khoirizi menuturkan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sempat berkoordinasi secara virtual dengan Menteri Haji Arab Saudi saat itu, yakni Saleh Benten pada pertengahan Januari 2021 untuk mendiskusikan penyelenggaraan ibadah haji.
Menag juga bertemu Duta Besar Arab Saudi Esam Abid Althagafi dan mendiskusikan penyelenggaraan ibadah haji.
"Semua upaya kita lakukan, meski faktanya, sampai 23 Syawwal 1442 H, Kerajaan Arab Saudi belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M," jelasnya.
Namun, pemerintah Arab Saudi belum juga memberikan kepastian terkait kuota untuk calon jemaah haji Indonesia. Padahal, dengan 5 kuota persen dari kuota normal saja, setidaknya dibutuhkan waktu sekitar 45 hari untuk persiapan.
"Demi melakukan kajian lebih matang sembari berharap pandemi segera berakhir, Kemenag menunda hampir 10 hari untuk mengumumkan pembatalan. Tahun lalu, pembatalan diumumkan 10 Syawal, tahun ini kami lakukan pada 22 Syawal," ujar Khorizi.
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement