RS Koja Kekurangan Peti Jenazah, Polisi: Jenazah Ada 22 Sementara Peti Ada 2

Ia pun mengungkapkan, pihaknya menunggu perintah pimpinan untuk dapat membantu pemulasaran jenazah yang berada di Rumah Sakit dan juga Puskesmas.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jul 2021, 21:20 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2021, 21:06 WIB
Pemakaman Jenazah dengan Protokol Covid-19 di TPU Rorotan Sentuh Angka Ratusan
Petugas menurunkan tiga peti jenazah di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Senin (28/6/20121). Sudah lebih dari dua pekan petugas kewalahan memakamkan korban covid-19, dimana dalam seharinya mereka memakamkan rata-rata 110 jenazah. (merdelka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Guruh Arif Darmawan mengatakan, pihaknya saat ini membantu pengamanan terhadap RSUD Koja, Jakarta Utara terkait masih adanya jenazah Covid-19 dan non-Covid yang masih tertahan dan belum bisa dimakamkan.

"Kami membantu pengamanan," kata Guruh saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (1/7/2021).

Ia menyebut, untuk saat ini di RS Koja sendiri masih sangat kekurangan peti mati. Karena, yang tersedia saat ini hanyalah dua saja dan seedangkan jenazah ada puluhan.

"Saat ini di RS Koja kekurangan peti mati, jenazah ada 22, peti ada 2," sebutnya.

Meski begitu, ia mengaku, jika pihaknya hanya membantu pengamanan saja dan tidak membantu untuk pemulasaran jenzah. "Enggak ada lah (pemulasaran dari Polri)," ungkapnya.

Hal senada pun juga disampaikan Ketua Tim Pemulasaran Jenazah DKI Jakarta, AKP Nuryassin. Dirinya menyebut, tugas dan tanggungjawab pemulasaran jenazah yang berada di Rumah Sakit atau Puskesmas adalah pihak Dinas Kesehatan (Dinkes).

"Saya belum tahu, jadi kalau ke sananya nanti. Karena kalau yang di rumah sakit artinya yang di Faskes ya, rumah sakit, Puskesmas kan tanggungjawabnya Dinas Kesehatan. Kalau saya yang dibentuk di Posko Monas itu adalah yang di luar Faskes, artinya yang tinggal di tempat Isolasi Mandiri (Isoma) apakah di rumah, hotel, apartemen itu tugas saya," kata Nuryassin.

Ia pun mengungkapkan, pihaknya menunggu perintah pimpinan untuk dapat membantu pemulasaran jenazah yang berada di Rumah Sakit dan juga Puskesmas.

"Saya kurang tahu (ada bantuan enggak), artinya kebijakan nanti dari pimpinan Polri kaya apa. Sekarang kan katanya ada lulusan Bintara yang dari Lido itu, katanya sekarang ada pelatihan yang 70 orang itu katanya mau dididik untuk nanti melayani itu. Tetapi kan butuh waktu mungkin bisa 2 minggu baru bisa keluar dari situ, artinya sekarang kan mungkin," ungkapnya.

"Dulu kan kita ada yang dari bekas anak buah saya yang diambil. Dulu kan ada yang dinas 12 jam, ada yang 24 ada yang 48 jam gitu kan. Yang 12 jam itu sekarang diambil untuk jadi tenaga pelatih di sana, yang 70 orang yang dari Lido itu. Tapi selanjutnya programnya bagaimana saya belum tahu," sambungnya.

Nuryassin pun mengaku, jika dirinya bersama dengan timnya yang beranggotakan 11 orang yang bekerja di wilayah Jakarta pun kewalahan. 11 orang itu sendiri yakni delapan orang polisi, satu petugas dinas pemadam kebakaran, satu orang Satpol PP serta satu orang sopir dari Dinas Umum.

"Nah sekarang saya pun juga kewalahan, sekarang yang meninggal (covid-19) rata-rata itu di atas 40 setiap hari. Saya mampunya setiap hari yang di luar Faskes itu saya sehari semalem itu paling hanya 12 oramh, nonstop enggak tidur itu 12. Sehari semalam 12 itu, karena berpindah dari satu tempat ke tempat lain kan makan waktu. Semua kewalahan, baik yang di luar Faskes kayak saya ini maupun di dalam Faskes kewalahan semua, sama-sama kewalahan," ujanya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Dibantu Pengurus Musala

Kemudian yang kedua, pihaknya tidak berdiri sendiri. Ada dari dinas pemakaman yang membawa peti kemudian yang menguburkan jenazah dari Puskes yang menyediakan peralatannya baik APD maupun perlengkapan jenazah itu.

Dengan kewalahannya dalam melakukan pemulasaran jenazah hingga pemakaman, ia pun ingin agar masyarakat khususnya yang bertugas sebagai tim Pengurusan Jenazah dan Ziarah Kubur (Janaiz) di sebuah masjid atau musala ikut dapat membantunya.

"Kemudian kan banyak RT/RW masjid itu yang sudah punya ambulans. Karena kalau mengandalkan dari palang hitam sendiri kayak begitu. Walaupun sudah kita tangani, dua hari baru diambil," jelasnya.

"Karena memang disana tempat nguburnya juga antri, kuburannya hanya satu, yang muslim kan hanya di Rorotan saja. Kemudian nguburnya antre, kemudian mobilnya juga terbatas hanya 20, kalau enggak dibantu dari masyarakat enggak akan teratasi ini," sambungnya.

Tak hanya kewalahan untuk pemulasaran dan pemakaman jenazah, tapi juga kurangnya peti untuk para jenazah itu sendiri yang juga dianggap menjadi kendala dalam bekerja.

"Betul (kendala peti juga), ya peti ya kemudian perlengkapan jenazah sendiri. Karena Puskesmas sendiri yang meninggal banyak, kadang-kadang kan mestinya papan dan sebagian dari Puskesmas," paparnya.

"Karena Puskes enggak, kadang-kadang yang belikan, kadang-kadang pribadi dari orang yang sudah meninggal atau dari Masjid atau dari Lurahnya. Artinya kendala masalah ini sangat banyak. Usulan ini bagaimana cara pemecahannya, peti barangkali pun didrop saja di kelurahan-kelurahan, kira-kira begitu semestinya," tambahnya.

Karena, apabila jenazah tidak menggunakan peti, maka di pemakaman pun tidak akan diterima. Ini sudah menjadi aturan yang sudah ditetapkan.

"Karena SOP harus peti, kemudian harus pakai dirapting lagi begitu. Enggak dirapting di sana enggak mau terima, dibalikan lagi," tutupnya.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya