Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengajak seluruh tenaga medis dan masyarakat untuk bersama-sama mensukseskan percepatan program vaksinasi nasional dan melawan disinformasi Covid-19. Hal tersebut tentunya demi mengakhiri pandemi Covid-19.
Ketua Pengurus Besar (PB) IDI, Adib Khumaidi mengatakan, salah satu program utama organisasi tersebut adalah pemberantasan disinformasi terkait Covid-19 dan vaksinasi.
"Tantangan mengatasi pandemi bukan hanya disinformasi. Belajar dari pengalaman beberapa bulan lalu, tetap diperlukan persiapan menghadapi lonjakan kasus," tutur Adib dalam webinar yang diselenggarakan bersama Kominfo dan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Sabtu (28/8/2021).
Advertisement
Menurut Adib, salah satu yang perlu dilakukan adalah menyiapkan tempat isolasi terpusat dan sistem isolasi terpantau. Selain itu, sangat penting untuk mengajak masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan.
"Tidak kalah penting, memastikan vaksin terdistribusi merata sampai ke seluruh penjuru Indonesia. Bukan hanya tersedia, tempat vaksinasi juga harus didekatkan dengan masyarakat," jelas Adib.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menambahkan, pemerintah terus mendatangkan vaksin dan mengirimkannya ke seluruh Indonesia. Untuk pengirimannya, memang ada sejumlah pertimbangan teknis dalam proses distribusi.
"Upaya itu perlu diimbangi dengan terus mengajak masyarakat agar mau divaksinasi. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah cara penyimpanan vaksin jenis tertentu dalam proses distribusinya. Sebagian vaksin yang dipesan, seperti Pfizer dan Moderna, harus disimpan dalam suhu beku ekstrem. Jika tidak, vaksin akan rusak dan berkurang kualitas dan khasiatnya," kata Nadia.
Dampak Setelah Vaksinasi
Menurut, Ketua Komnas KIPI, Hinky Hindra Irawan Satari, semua vaksin Covid-19 yang dipakai di Indonesia telah diuji kualitas dan khasiatnya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun diakui, memang masih ada laporan tentang dampak setelah vaksinasi.
Data Komnas KIPI menunjukkan, 60 persen laporan tersebut terjadi karena dipicu kecemasan. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang terus berkembang, dulu dianjurkan menyediakan penurun demam sebelum vaksinasi.
"Belakangan, anjuran direvisi menjadi hanya jika ada gejala. Jadi, kalau tidak ada gejala, sebaiknya jangan diberi pereda," ujar Hinky.
Advertisement