Moeldoko Lapor Polisi, ICW Minta Publik Tetap Semangat Awasi Pejabat

Moeldoko telah melaporkan peneliti ICW ke Bareskrim Pori erkait polemik obat ivermectin dan ekspor beras.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 10 Sep 2021, 17:05 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2021, 17:05 WIB
Diskusi Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko memberi paparan dalam Dialog Nasional II Pembangunan Ibu Kota Negara, di Jakarta, Rabu (26/6/2019). Moeldoko memaparkan terkait kondisi keamanan dan pertahanan Indonesia menghadapi rencana ibu kota dipindahkan ke Kalimantan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) merespons langkah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang lapor ke polisi terkait polemik obat Ivermectin dan ekspor beras. ICW pun meminta masyarakat untuk tetap memiliki semangat pengawasan terhadap pejabat publik.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyampaikan, pihaknya menghormati langkah Moeldoko yang memilih jalur hukum dalam menjawab kritik dari masyarakat.

"ICW berharap Moeldoko memahami sepenuhnya posisi pejabat publik yang memiliki tanggung jawab, dan oleh karena itu akan selalu menjadi objek pengawasan masyarakat luas karena wewenang besar yang dimilikinya. Pengawasan itu berguna agar pejabat publik tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik," tutur Kurnia dalam keterangannya, Jumat (10/9/2021).

Menurut Kurnia, kajian ICW terkait dugaan konflik kepentingan pejabat publik, yakni KSP dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin, ditujukan untuk memitigasi potensi korupsi, kolusi, maupun nepotisme (KKN) di tengah situasi pandemi Covid-19.

"Jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dirinya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum," jelas dia.

Kurnia menegaskan kembali bahwa Moeldoko yang beranggapan ICW telah menuduhnya mendapatkan untung dalam peredaran Ivermectin, merupakan penafsiran yang terlalu jauh atas kajian lembaganya.

Dalam siaran pers ICW yang diunggah melalui website resmi maupun penyampaian lisan juga tidak ada satu pun kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Moeldoko.

"ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata 'indikasi' dan 'dugaan'. Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," kata Kurnia.

Kemudian, lanjutnya, pernyataan Peneliti ICW terkait kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa sudah diakui terdapat kekeliruan penyampaian informasi secara lisan. Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan, sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers.

"Atas kekeliruan penyampaian ini, ICW telah menyampaikan permintaan maaf dalam surat balasan somasi beberapa waktu lalu. Berkaitan dengan permintaan maaf ICW, perlu kami tegaskan bahwa hal tersebut kami sampaikan hanya terbatas pada kekeliruan penyampaian lisan tentang ekspor beras, bukan terhadap kajian secara keseluruhan peredaran Ivermectin," ujarnya.

Siap Hadapi Laporan Moeldoko

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. (Merdeka.com/Ahda Bayhaqi)

Terkait laporan Moeldoko, ICW bersama sejumlah kuasa hukum siap mendampingi para terlapor guna menghadapi pemeriksaan di Bareskrim Polri.

"ICW berharap agar pelaporan yang dilakukan KSP Moeldoko ke Bareskrim Polri tidak menyurutkan langkah berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjalankan peran untuk mengawasi tindak tanduk dan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik. Pengawasan publik tetap harus dilakukan agar potensi penyimpangan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dideteksi guna mencegah kerugian bagi masyarakat luas," Kurnia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya