Liputan6.com, Jakarta - Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku dirinya belum dikabarkan soal pemecatannya dan pegawai nonaktif lainnya pada 30 September 2021.
Sebelumnya, pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) itu akan dipecat pada 1 November 2021 mendatang.
"Saya belum dapat informasi. Pertanyaannya adalah apa iya pimpinan KPK akan melawan perintah Presiden dan melanggar hukum dengan nyata," ujar Novel Baswedan saat dikonfirmasi, Rabu 15 September 2021.
Advertisement
Novel pun mengambil langkah bersama dengan koalisi masyarakat sipil antikorupsi mendirikan kantor darurat di depan Gedung ACLC-KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pendirian kantor darurat ini merespons pemecatan terhadap Novel Baswedan cs pada 30 September 2021.
"Kantor darurat ini adalah sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini," ujar tim kuasa hukum 57 Pegawai KPK yang dipecat Saor Siagian di lokasi.
Namun akhirnya, Novel sudah mengetahui dirinya akan dipecat pada 30 September 2021. Menurut Novel, hal tersebut merupakan risiko yang harus dia terima sebagai penegak hukum yang memberantas korupsi.
Berikut sederet tanggapan Novel Baswedan terkait kabar pemecatan 57 pegawai nonaktif KPK tak lolos TWK untuk menjadi ASN dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Yakin Pimpinan KPK Tidak Sembrono
Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan belum mendengar kabar soal dirinya dan pegawai nonaktif lainnya akan dipecat pada 1 Oktober 2021.
Pemecatan pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) itu dikabarkan akan dilakukan lebih awal dari rencana 1 November 2021.
"Saya belum dapat informasi. Pertanyaannya adalah apa iya pimpinan KPK akan melawan perintah Presiden dan melanggar hukum dengan nyata," ujar Novel saat dikonfirmasi, Rabu 15 September 2021.
Novel mengatakan, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) menyebutkan bahwa keputusan pemberhentian pegawai KPK menjadi kewenangan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Begitu juga dengan temuan dari Ombudsman dan Komnas HAM terkait TWK.
"Sudah ada hasil MA yang katakan bahwa hasil TWK adalah wewenang pemerintah. Hasil dari pemeriksaan Ombudsman RI dan Komnas HAM yang temukan banyak perbuatan melawan hukum, maladministasi, ilegal dan bermotif penyingkiran pegawai KPK tertentu? Dan banding administasi yang kami ajukan ke Presiden juga menurut UU dinyatakan diterima," kata dia.
Atas dasar itu, Novel masih yakin akan kembali diaktifkan sebagai pegawai di lembaga antirasuah berdasarkan arahan Jokowi nanti. Novel yakin pimpinan KPK tak akan sembarangan memecat pegawai dan melawan Jokowi.
"Saya tidak yakin pimpinan KPK akan berlaku sembrono dan melanggar seserius itu," kata Novel.
Â
Advertisement
2. Sebut Sejarah Mencatat Kami Berbuat Baik
Pada akhirnya, Novel mengetahui dirinya akan dipecat pada 30 September 2021. Menurut Novel, hal tersebut merupakan risiko yang harus dia terima sebagai penegak hukum yang memberantas korupsi.
"Kami sadar memberantas korupsi musuhnya berat, lawannya banyak, demi kepentingan bangsa dan negara maka kami mengambil jalan itu. Kami akan selalu sampaikan bahwa setiap langkah yang kami lakukan, kami sadar dengan segala risikonya dan kami akan berbuat sebaik-baiknya," ujar Novel di Gedung KPK.
Meski demikian, Novel menyayangkan tindakan pimpinan KPK yang dia anggap sebagai pembangkangan terhadap hukum. Dia menyebut, rekomendasi dari Ombudsman dan Komnas HAM menyatakan proses TWK melanggar.
Rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Menurut Novel, meski MK menyatakan TWK konstitusional, namun dalam implementasinya, tes tersebut tidak boleh melawan hukum, sewenang-wenang, atau dilakukan dengan maladministrasi.
"Jadi saya kira permasalahan ini menunjukkan satu di antaranya pimpinan KPK menunjukkan seperti berani melawan hukum. Ini tentunya saya sebagai lebih dari 20 tahun sebagai penegak hukum sedih. Coba kita bisa bayangkan," kata Novel.
Novel menyebut dirinya dan 56 orang lainnya yang akan dipecat sudah memperjuangkan hak sebagai pegawai KPK. Menurut Novel, setidaknya sejarah akan mencatat dirinya dan pegawai lain pernah berjuang dalam pemberantasan korupsi.
"Setidaknya sejarah akan mencatat kami berbuat baik. Kalau pun ternyata, negara memilih atau pimpinan KPK dibiarkan untuk tidak dikoreksi perilakunya melanggar hukum, masalahnya bukan karena kami," papar Novel.
Â
3. Merasakan Kesedihan Lantaran Pemberantas Korupsi Malah Diberantas
Novel kecewa dengan keputusan pimpinan yang memecat dirinya dan 56 pegawai KPK lainnya. Pasalnya, Novel beranggapan selama di KPK dirinya giat memberantas korupsi, namun kini malah dirinya yang diberantas.
"Kami berupaya memberantas korupsi yang sungguh-sungguh ternyata justru kami yang diberantas. Tentu ini kesedihan yang serius, saya kira ini juga dirasakan seluruh rakyat Indonesia," ujar Novel.
Dia beranggapan pimpinan KPK selama ini sengaja ingin menyingkirkan dirinya dan rekan-rekannya.
Apalagi, menurut Novel, upaya penyingkiran terhadap dirinya dan pegawai lainnya terdapat pelanggaran seperti yang ditemukan Komnas HAM dan Ombudsman.
"Kenapa kita tahu bahwa ada banyak permasalahan yang jelas, yang nyata, perbuatan melawan hukum, perbuatan manipulasi, perbuatan ilegal yang dilakukan dengan maksud menyingkirkan pegawai KPK tertentu. Itu jelas ditemukan, bukti-buktinya jelas," kata Novel.
Menurut dia, KPK bukan hanya milik pimpinan saja, melainkan milik rakyat Indonesia. Ketika KPK dipimpin oleh orang yang berani melanggar dan menantang hukum, bagaimana pemberantasan korupsi ke depan.
"Bagaimana mungkin ada penegak hukum yang bisa kita harapkan, ketika yang bersangkutan adalah orang-orang yang berani melawan hukum, itu kesedihan yang luar biasa. Kami adalah orang-orang yang memilih jalan untuk berjuang di KPK, jalan untuk memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh, masalah korupsi, masalah yang serius, penting, dan sensitif," jelas dia.
Â
Advertisement
4. Dirikan Kantor Darurat di Gedung ACLC-KPK
Pegawai nonaktif KPK bersama dengan koalisi masyarakat sipil antikorupsi mendirikan kantor darurat di depan Gedung ACLC-KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 15 September 2021.
Pendirian kantor darurat ini merespons pemecatan terhadap Novel Baswedan cs pada 30 September 2021.
"Kantor darurat ini adalah sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini," ujar tim kuasa hukum 57 Pegawai KPK yang dipecat Saor Siagian di lokasi.
Saor mengatakan, kantor darurat didirikan agar masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait kekecawaannya dengan pemberantasan korupsi.
Saor juga meminta Presiden Jokowi segera turun tangan terkait polemik ini.
"Presiden harus menepati janjinya untuk memberantas korupsi di Indonesia," kata Saor.
Saor berpandangan, para pegawai yang akan dipecat merupakan pegawai yang berintegritas dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, justru pimpinan KPK saat ini merupakan pihak-pihak yang bermasalah. Hal itu terbukti dari pelanggaran etik yang diterima Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar.
"Para pelanggar etik inilah yang merancang TWK dan pemecatan para pegawai yang enggan diajak kompromi," kata Saor.
Kantor darurat ini akan berdiri setiap Selasa dan Jumat pukul 16.00 WIB hingga 17.00 WIB. Seluruh masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya tentang pemberantasan korupsi dipersilakan mengunjungi kantor darurat ini.
Novel Baswedan, Perlawanan 75 Pegawai KPK
Advertisement