Liputan6.com, Jakarta Sebuah langkah besar untuk kesejahteraan anak-anak Indonesia sedang diwujudkan di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Yayasan Peduli Anak hampir merampungkan pembangunan Pusat Kesejahteraan Anak, sebuah kompleks perawatan anak yang akan menjadi rumah dan sekolah bagi 300 anak terlantar.
Meski pembangunan fisik sudah mencapai 95%, fasilitas yang terdiri dari 14 rumah berkonsep keluarga, sebuah masjid, sekolah dasar dan menengah pertama, klinik kesehatan, lapangan olahraga, dan kebun organik ini belum dapat difungsikan sepenuhnya karena belum dilengkapi perabotan penting.
Baca Juga
Tanpa ranjang dan perlengkapan dasar lainnya, 150 anak yang dirujuk untuk tinggal penuh waktu masih harus bertahan dalam kondisi hidup yang memprihatinkan.
Advertisement
Kisah ini berawal dari pengalaman pribadi Chaim Joel Fetter, seorang pengusaha internet asal Belanda yang pada 2004 bertemu seorang anak yatim bernama Adi di Lombok. Pertemuan itu mengubah hidupnya.
Ia menjual perusahaannya, memeluk Islam, dan kembali ke Indonesia dengan misi mulia, membangun masa depan bagi anak-anak yang terlupakan.
Pada 2006, Fetter mendirikan Yayasan Peduli Anak di Lombok dan membuka Pusat Kesejahteraan Anak pertama di Lombok. Fasilitas pertama mereka kini telah membantu ribuan anak, banyak di antaranya berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi dan kembali bekerja di yayasan tersebut.
Yayasan ini telah meraih berbagai penghargaan nasional, termasuk Kick Andy Heroes Award dan Piagam Apresiasi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Ekspansi ke Sumbawa dan Tantangannya
Melihat tingginya kebutuhan di wilayah terpencil seperti Sumbawa, Fetter dan timnya memulai pembangunan pusat kedua pada 2019. Proyek ini menghadapi berbagai tantangan, dari kesulitan logistik hingga pandemi COVID-19. Namun, berkat semangat tim dan dukungan dari donatur, fasilitas di Sumbawa kini hampir rampung.
"Ini sangat memilukan. Kami mendengar kisah anak-anak yang ditinggalkan karena orangtuanya menikah lagi atau pergi merantau untuk bekerja. Ada yang tidur di gubuk terbengkalai. Bahkan, ada yang tidak makan berhari-hari," ungkap Fetter, dalam keterangannya, Jumat (25/4/2025).
Pusat ini dirancang sebagai desa anak mandiri dengan konsep keluarga, di mana anak-anak bisa tumbuh dalam lingkungan penuh kasih sayang. Setiap rumah akan diasuh oleh seorang ibu asuh, dan fasilitas lengkap seperti dapur besar yang mampu menyajikan 900 porsi makanan per hari siap mendukung kebutuhan mereka.
Advertisement
Anak-Anak yang Menunggu
Di balik bangunan megah itu, ada wajah-wajah seperti Obi (13), yang harus berhenti sekolah dan bekerja di bengkel demi menghidupi ibu dan adiknya. Atau Ray (11), yang tidur di tikar di dalam gubuk dan mencari makanan dari rumah ke rumah.
"Ada 150 anak seperti Obi dan Ray yang sudah menunggu untuk tinggal di pusat ini. 150 anak lainnya dari desa sekitar siap untuk bersekolah dan makan bersama kami setiap hari," jelasnya.
Hingga kini, lebih dari 8.000 orang Indonesia telah berdonasi. Anak-anak sekolah mengadakan penggalangan dana dengan menjual aksesori buatan mereka, seperti gelang dan kalung dari manik-manik. Banyak masyarakat turut menyumbang setelah mengetahui misi kami melalui media sosial. Beberapa pemilik usaha lokal juga menyelenggarakan acara penggalangan dana.
"Ini telah menjadi proyek milik bersama. Bahkan orang-orang yang belum pernah ke Sumbawa ikut menyumbang, karena mereka percaya pada apa yang sedang kami lakukan," tutupnya.
