Belum Ada Wujud Nyata, Johan Rosihan Tanyakan Kinerja Pemerintah Soal Rehabilitasi Hutan Bakau

Legislator Senayan ini juga menyoroti berbagai kegagalan rehabilitasi hutan bakau yang dilakukan pemerintah.

oleh stella maris diperbarui 05 Nov 2021, 15:35 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2021, 15:30 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan. Foto: Arief/nvl.

Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi meminta dukungan internasional, untuk mengejar target seluas 600 ribu hektar hingga 2024. Isu ini diangkat ke level dunia, namun tidak diimplementasikan dalam wujud nyata berupa kebijakan yang lebih serius dan rendahnya dukungan APBN untuk program rehabilitasi hutan bakau. 

Melihat fakta tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan secara tegas mengkritik kinerja Pemerintah untuk mencapai target rehabilitasi hutan bakau (mangrove) yang baru mencapai 60 ribu hektar.

Menurutnya Pemerintah hanya membuat target yang besar  namun tidak didukung dengan kebijakan anggaran yang memadai.

"Dukungan Pemerintah sangat lemah, bahkan dari sisi kelembagaan terlihat semakin tidak fokus dengan penggabungan kelembagaan bakau dan gambut," ujar Johan dalam siaran persnya, Jumat (5/11).

Dilihat dari realisasi anggaran, politisi PKS ini menilai serapannya sangat rendah, karena per September 2021 lalu baru terserap 22,02% untuk kegiatan rehabilitasi mangrove di 9 provinsi yang dilakukan oleh BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove).

"Saya menilai progres kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove belum berjalan optimal dan terlihat lemahnya kemampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai kendala di lapangan, serta lemahnya serapan penanaman. Sehingga target selalu tidak tercapai setiap tahun," ungkapnya.

Dikatakannya pada 2022, Pemerintah menargetkan luasan rehabilitasi mangrove sebesar 184.155 hektar. Namun jika Pemerintah tidak fokus maka yang terjadi adalah laju kerusakan akan lebih besar daripada upaya rehabilitasi hutan bakau yang dapat dilakukan pemerintah.

Legislator Senayan ini juga menyoroti berbagai kegagalan rehabilitasi hutan bakau yang dilakukan Pemerintah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pemilihan lokasi penanaman yang tidak sesuai.

Termasuk penggunaan spesies tanaman yang tidak tepat untuk penanaman, juga kurangnya pengetahuan silvikultur petugas lapangan serta koordinasi yang buruk antar lembaga Pemerintah.

Wakil rakyat dari dapil NTB ini juga berharap pemerintah segera mengevaluasi tingkat keberhasilan rehabilitasi hutan bakau, sebab menurutnya selama ini tingkat keberhasilannya tidak lebih dari 20%.

"Saya tekankan agar kesuksesan kegiatan rehabilitasi Hutan Bakau dilihat dari kriteria efektivitas, tingkat biodiversitas hayati dan efisensi untuk mengembalikan fungsi hutan bakau seperti semula," jelas Johan.

Ia menjelaskan bahwa negara kita kehilangan 900 ribu hektar mangrove. Padahal mangrove berperan penting untuk mempercepat penurunan emisi karbon. Selain itu ekosistem hutan mangrove memiliki peran sangat penting bagi kehidupan nelayan karena selalu berhubungan langsung dengan ekosistem hutan bakau.

Johan mengimbau agar Pemerintah selalu melibatkan nelayan secara aktif dalam upaya rehabilitasi dan pengelolaan bakau agar berfungsi memberikan kesejahteraan bagi nelayan.

"Saya mendorong pemerintah untuk bekerja keras menjaga ekosistem hutan bakau secara ekologis dan ekonomis dengan pola kebijakan yang lebih ramah lingkungan dan peduli dengan kelestarian lingkungan dalam perencaan pembangunan nasional," tutup Johan Rosihan. 

 

(*)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya