Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim merespons polemik Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang dianggap melegalkan zina. Nadiem menegaskan, peraturan tersebut tidak bermaksud melegalkan zina.
Peraturan tersebut memuat tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Advertisement
Baca Juga
"Salah satu hal yang terpenting di sini seperti ada saya mendengar sekali dari masukan berbagai macam pihak yang merasa kalau misalnya ada perkataan perkataan di dalam ini yang bisa melegalkan atau mungkin menghalalkan tindakan asusila itu, sama sekali bukan maksud dari Permen ini," kata Nadiem dalam diskusi 'kampus merdeka dari kekerasan seksual', Jumat (12/11/2021).
Nadiem menjelaskan, definisi kekerasan seperti KBBI adalah paksaan. Paksaan artinya tanpa persetujuan korban. Maka, fokus dari Permendikbudristek tersebut adalah korbannya.
"Mohon mengerti bagi banyak masyarakat ini melihat semua dari perspektif korban, jadinya kalau kita sedang merancang peraturan, kita merancang beberapa aktivitas-aktivitas perilaku yang dalam definisi kekerasan seksual yang bisa di alami korban tersebut, ini sangat penting dimengerti masyarakat," tuturnya.
Nadiem membandingkan ada banyak tindakan-tindakan di luar Permen PPKS yang berbenturan dengan norma agama maupun norma etika.
"Di sini kita tidak menulis seks bebas, plagiarisme, atau mencuri, atau berbohong, kenapa tidak masukkan? karena itu bukan dalam ruang lingkup kekerasan seksual hanya dalam ruang lingkup kekerasan seksual yang akan diatur di sini," ujar Nadiem.
Dianggap Legalkan Seks Bebas
Sebelumnya Permendikbud ini ramai mendapatkan penolakan dari kalangan tertentu. Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes mendesak agar aturan tersebut dicabut lantaran mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis.
"Oleh sebab itu, Permendikbud Ristek No 30/2021 ini harus dicabut dan segera direvisi dan dilengkapi. ! Permendikbud ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya dalam keterangan tulis, Selasa (9/11/2021).
Fahmy memahami bahwa maksud dan tujuan dari beleid ini ingin menghilangkan kekerasan seksual di kampus, namun sayangnya peraturan itu sama sekali tidak menjangkau atau menyentuh persoalan pelanggaran susila (asusila) yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk praktik perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis (LGBT).
Peraturan ini, kata dia hanya berlaku apabila timbulnya korban akibat paksaan, atau melakukan interaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
"Dengan perkataan lain, bila terjadi hubungan seksual suka sama suka, kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja, dan dilakukan di luar ikatan pernikahan, Peraturan ini membiarkan, mengabaikan, dan menganggap normal. Bahkan, peraturan ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk ‘legalisasi’ perbuatan asusila seksual yang dilakukan tanpa paksaan (suka sama suka) di kalangan perguruan tinggi," tegas dia.
"Pertanyaan kritisnya adalah apakah peraturan ini ingin mencegah dan melarang perzinaan dengan paksaan, tetapi mengizinkan perzinaan dengan kesepakatan?" imbuh Fahmy.
Ketua DPP PPP Illiza Sa'aduddin Djamal juga menentang Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS). Menurutnya, Permendikbud itu berpotensi melegalkan seks bebas di kampus.
"Kampus harus steril dari praktik pelecehan seksual oleh siapapun. Namun demikian, untuk merespons pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi tidak lantas membuka ruang baru tentang legalisasi seks bebas. Ketentuan yang tertuang di Permendikbud 30/2021 justru berpotensi membuat ruang seks bebas mulai perzinahan dan praktik LGBT dengan dalih persetujuan kedua belah pihak," kata Illiza dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).
Illiza berdalih aturan yang memberi ruang seks bebas itu sangat bertentangan dengan nilai Pancasila dan agama. Oleh karena itu PPP mendesak agar segera dicabut.
Reporter: Muhammad Genantan
Sumber: Merdeka.com
Advertisement