Liputan6.com, Jakarta - Ketua Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Perda KSPI) DKI Jakarta, Winarso mendesak Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mencabut Surat Keputusan (SK) terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022.
Winarso meminta agar SK UMP 2022 tersebut direvisi berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Advertisement
Baca Juga
Tuntutan tersebut merespons terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Sehingga, pemerintah dengan DPR dituntut melakukan perbaikan pembentukan UU Cipta Kerja dengan tenggang waktu maksimal dua tahun sebagaimana yang telah ditentukan di dalam amar putusan MK.
"Atas keputusan MK ini, seluruh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah Republik Indonesia wajib mencabut SK perihal UMP (2022) termasuk Gubernur DKI Jakarta. Anies Baswedan harus berani mencabut SK terkait UMP 2022," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (29/11/2021).
Selain pencabutan SK UMP tahun depan, KSPI DKI Jakarta juga mendesak Anies Baswedan mengembalikan formula penetapan UMP 2022 mengacu UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"KSPI DKI Jakarta akan kembali turun ke jalan dengan massa aksi besar-besaran mengepung Balai Kota Jakarta pada hari Senin, 29 November 2021 untuk meminta kepada pemerintah provinsi DKI, Gubernur Anies Baswedan agar mencabut SK penetapan UMP 2022, melakukan revisi dengan kembali mengacu kepada UU Nomor 13 tahun 2003 dan PP nomor 78 tahun 2015," katanya.
Terus Demo hingga Tuntutan Terpenuhi
Winarso menyatakan, pihaknya akan terus menggelar demonstrasi hingga pemerintah memenuhi tuntutan mereka terkait UMP 2022.
"KSPI akan memaksimalkan aksi massa sampai dengan gubernur memenuhi tuntutan terkait UMP DKI Jakarta tahun 2022 tanpa Omnibus Law yang sudah dinyatakan Inkonstitusional oleh MK," sambungnya.
Winarso mengaku, pihaknya memberikan apresiasi kepada MK atas putusan tersebut, putusan yang dikeluarkan MK sesuai dengan kehendak buruh yang menolak keras penerapan UU Cipta Kerja klaster sektor Ketenagakerjaan yang dinilai tidak ramah terhadap kaum buruh.
Advertisement