Pengacara Korban Ungkap Kejanggalan Pesantren Herry Wirawan di Bandung

Kasus pemerkosaan terhadap belasan santri yang dilakukan gurunya sendiri di Antapani, Bandung telah disidangkan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 11 Des 2021, 18:47 WIB
Diterbitkan 11 Des 2021, 17:32 WIB
Ilustrasi garis polisi (Merdeka.com/ Ronald)
Ilustrasi garis polisi (Merdeka.com / Ronald)

Liputan6.com, Jakarta - Pesantren Madani Boarding School milik Herry Wirawan yang memperkosa 12 santriwatinya dianggap janggal.

Pasalnya Pesantren yang berada di Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat itu hanya memiliki satu guru tetap, yakini si pelaku Herry Wirawan.

Fakta itu disampaikan pengacara sejumlah korban asal Garut, Yudi Kurnia. Dia mengatakan, guru-guru yang tak tetap jarang berada di lingkungan pesantren.

"Yang bikin keanehan juga harusnya kan santri perempuan harus dibimbingnya oleh perempuan juga, ustazah bukan laki-laki. Kalau ini laki-laki, satu orang lagi," kata Yudi kepada Liputan6.com, Sabtu (11/12/2021).

Bukan hanya itu yang bikin janggal, menurut Yudi, komunikasi para santriwati dengan orang tuanya juga amat tertutup karena dilarang pihak pesantren. Mereka dilarang membawa ponsel.

Jalur komunikasi hanya disediakan satu pintu, yakni lewat ponsel pengurus pondok. "Komunikasi dengan orang tua tidak bisa, kecuali orang tua bisa komunikasi melalui HP yang satu dipegang oleh gurunya," katanya.

Yudi melanjutkan, para orang tua ketika menelepon juga sangat jarang disambungkan ke anaknya. Pelaku kerap berkilah dengan berbagai macam alasan bahwa santriwati tengah sibuk mengikuti kegiatan.

"Selama proses belajar mengajar di sana memang mereka jarang belajar. Mereka hanya membuat proposal, terus gurunya yang diundang ke sana tidak setiap hari. Lebih banyak tidak hadirnya," papar Yudi.

Yang membuat para orang tua tak curiga lantaran alasan yang dipaparkan cukup masuk akal. Pelaku bilang bahwa para santriwati sedang sibuk mengikuti berbagai kegiatan di dalam pondok.

Perkosa Belasan Santriwati hingga Melahirkan Bayi

Diketahui, Herry Wirawan tengah dikecam masyarakat karena mencabuli santriwati di bawah umur. Dari belasan santriwati yang disetubuhi paksa, telah lahir sembilan bayi tanpa dinikahi oleh guru mengaji bejat tersebut.

Saat ini, kasus pencabulan tersebut sudah masuk ke tahap persidangan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung dan masih dalam agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Sidang dakwaan terdakwa HW berlangsung sejak 11 November 2021. Jaksa membeberkan, terdakwa yang berprofesi sebagai guru atau pendidik salah satu pesantren di Kota Bandung itu telah melakukan pencabulan terhadap para santri di bawah umur dalam rentang waktu 2016-2021.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar Dodi Gozali Emil mengatakan, pencabulan yang dilakukan HW terjadi sekitar 2016-2021 di berbagai tempat yakni di yayasan KS, yayasan pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.

Berdasarkan informasi yang ia terima, korban dari tindakan cabul HW berjumlah 12 orang. Dari belasan santriwati, ada yang dikabarkan dalam kondisi mengandung.

"Kalau dari data yang saya dapat ada 12 anak korban. Rata-rata usia 16-17 tahun," ucap Dodi, Rabu (8/12/2021).

Selain itu, sebanyak lima santri dikabarkan sudah melahirkan, bahkan ada korban melahirkan dua kali. "Yang sudah lahir itu ada delapan bayi, kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya