Liputan6.com, Jakarta - Polri turut merespons temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan sejumlah orang dengan label crazy rich, melalui penipuan investasi bodong.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyatakan, bahwa penyidik terus berkoordinasi dengan pihak terkait dalam rangka pengungkapan kasus dugaan penipuan crazy rich yang dinilai meresahkan masyarakat itu.
Advertisement
Baca Juga
"Kita lakukan koordinasi terkait hal ini," tutur Whisnu saat dihubungi, Senin (7/3/2022).
Whisnu mengimbau agar masyarakat dapat waspada dalam menginvestasikan asetnya. Termasuk dapat mengadukan kepada kepolisian apabila merasa dirugikan oleh pihak-pihak terkait perkara dugaan penipuan investasi.
Bareskrim Polri saat ini telah menetapkan crazy rich Indra Kesuma alias Indra Kenz terkait kasus dugaan penipuan investasi bodong trading binary option lewat aplikasi Binomo. Dia dijerat dengan pasal berlapis, termasuk tentang TPPU.
Â
Temuan PPATK
Sebelumnya, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menganalisis dugaan adanya penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus investasi illegal.
PPATK menemukan adanya transaksi terkait dengan pembelian aset mewah yang wajib dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa, dalam hal ini yakni mereka yang kerap dijuluki crazy rich.
Namun, para penyedia barang dan jasa tersebut tak melaporkannya kepada PPATK.
"Mereka yang kerap dijuluki crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema ponzi," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya, Minggu (6/3/2022).
Adapun, aset yang diduga dibeli berupa kendaraan, rumah, perhiasan serta aset lainnya yang wajib dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa kepada PPATK. Atas dasar itu, menurut Ivan, dugaan penipuan yang mereka lakukan semakin menguat.
Ivan menyebut, pihaknya tidak hanya mendeteksi aliran dana investasi bodong, namun juga dari kepemilikan berbagai barang mewah yang belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa.
"Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan laporan transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang telah diatur dalam Peraturan PPATK," kata Ivan.
Ivan menyebut, sejatinya penyedia barang dan jasa wahib melaporkannya kepada PPATK.
Hal tersebut diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dalam UU mengatur secara tegas pengenaan sangsi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya," kata dia.
Advertisement