DPR Akui Jaksa Agung Mampu Naikkan Kredibilitas Lembaga

Respons kejaksaan dalam upaya menyelesaikan laporan terkait mafia tanah dilakukan kejaksaan dengan membentuk Satgas Mafia Tanah.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2023, 17:53 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2023, 12:30 WIB
Gedung Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Gedung Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

 

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Agung ST Burhanudin menerima penghargaan Best Institutional Leaders dalam Obsession Award 2023. Dia dinilai sebagai pemimpin yang membawa organisasinya, Kejaksaan Agung, sebagai lembaga penegak hukum yang baik, humanis, dan modern. Anggota Komisi Hukum atau Komisi III, Wayan Sudirta, menilai 

"Saya menyampaikan selamat dan penghargaan kepada saudara Jaksa Agung yang telah dinilai mampu meningkatkan kredibilitas lembaga dan tingkat kepercayaan masyarakat,’" kata Sudirta, Jumat (10/3/2023).

Kinerja positif Kejaksaan dpat dilihat dari penyerapan anggaran yang mencapai 96,36 persen dan akuntabilitas keuangan Kejaksaan yang terus menerus mencapai predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Selain itu, hal yang juga penting adalah kemampuan realisasi PNBP yang melampaui target , mencapai Rp2,7 Triliun dari target RP662 Miliar.

"Kejaksaan di tahun 2022 telah membantu penyelamatan keuangan negara sebesar Rp6 Triliun, pemulihan kerugian negara Rp 3 Triliun. Ini capaian yang terkait dengan asset recovery yang sangat penting dalam penegakan hukum,’’ kata Sudirta.

Respons kejaksaan dalam upaya menyelesaikan laporan terkait mafia tanah dilakukan kejaksaan dengan membentuk Satgas Mafia Tanah.

"Terdapat 41 laporan atau aduan masyarakat yang terverifikasi. Selain itu, Kejaksaan juga telah membentuk Satgas Pengamanan Investasi yang berupaya untuk membantuk percepatan pembangunan ekonomi," beber Sudirta.

Selain persoalan tanah, responsivitas kerja juga terlihat dalam penyelesaian kasus-kasus menonjol yang menjadi sorotan publik seperti mafia minyak goreng, mafia bahan pokok, dan beberapa kasus yang menyangkut perekonomian dan keuangan masyarakat, seperti kasus Jiwasraya dan investasi bodong. Kejaksaan juga melakukan penanganan dari sisi tindak pidana khusus, atau persoalan korupsinya.

 

Restorative Justice

Sudirta mengapreasiasi inisiatif Kejaksaan dalam mendorong penerapan Keadilan Restoratif dengan membentuk peraturan teknis dan rumah keadilan restoratif yang telah ada di beberapa daerah.

"Kami mencatat telah ada 621 Rumah Restorative Justice,” papar Sudirta.

Selain itu, lanjutnya, Kejaksaan juga mendorong pembentukan 119 Balai Rehabilitasi untuk mendukung penanganan rehabilitatif bagi pecandu atau pengguna Narkotika sehingga tidak memperburuk kondisi over-populasi di Lembaga Pemasyarakatan.

Namun Sudirta juga memberi evaluasi terkait dengan sejumlah hal. Di antaranya mengenai penanganan perkara, terutama korupsi dan HAM yang dinilai masyarakat menemui tren penurunan atau sering dikeluhkan oleh masyarakat. "Terkait dengan penanganan kasus korupsi, Kejaksaan memang berfokus kepada pemulihan dan penyelamatan kerugian negara, sehingga kuantitas boleh menurun namun kualitas meningkat,” kata Sudirta.

Mengingat fenomena dan dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya, terutama bersama dengan TPPU, diduga masih tinggi, seperti terekspos dari kasus pejabat Kantor Pajak yang lagi viral, Sudirta melihat perlunya Kejaksaan bekerja sama dengan KPK, Polri, dan seluruh Kementerian/Lembaga untuk melakukan pengawasan dan penindakan.

Ia mencontohkan terkait dugaan TPPU dan pelanggaran hukum oleh oknum-oknum di Kementerian Keuangan yang saat ini menyita perhatian masyarakat. Peran Jaksa dalam hal ini akan sangat membantu dalam menimbulkan efek jera sekaligus kepercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum.

Sudirta juga berpendapat Kejaksaan perlu mengoptimalkan kembali penanganan perkara korupsi, seperti kelanjutan dari pelaku korupsi di kasus lahan PT Duta Palma, Korupsi oleh Kepala Daerah atau Pemda maupun Pemerintah Desa, Kasus BTS, dan kasus-kasus lainnya. “Terutama yang terkait dengan pendapatan dan penerimaan negara. Hal ini juga dapat mendorong peningkatan Indeks Persepsi Korupsi Nasional,” kata Sudirta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya