Isu Perpanjang Masa Jabatan Presiden, Demokrat: Masyarakat Tak Ingin Orba Terulang

Deputi Bappilu Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, berpendapat, hasil survei tersebut menunjukkan masyarakat sudah kritis. Sebab, isu itu bertentangan dengan konstitusi.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Apr 2022, 09:36 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2022, 09:36 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Isu penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden membuat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menurun. Hal itu terlihat dalam Survei Saiful Mujani Research and Consulting atau SMRC.

Deputi Bappilu Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, berpendapat, hasil survei tersebut menunjukkan masyarakat sudah kritis. Sebab, isu itu bertentangan dengan konstitusi.

"Merosotnya kepercayaan publik terhadap pemerintah yang terbaca menjadi motor isu penambahan masa jabatan presiden dan periodesasi presiden yang bertentangan dengan konstitusi menunjukkan tingkat kritisisme masyarakat yang semakin tinggi," kata Kamhar kepada wartawan.

Kepercayaan publik yang merosot kepada Presiden Jokowi karena isu perpanjangan masa jabatan dianggap penting, karena mengedukasi masyarakat mengenai pelanggengan kekuasaan pada rezim orde lama dan orde baru.

Sebab, kata Kamhar, tidak ada pembatasan masa jabatan presiden atas nama konstitusi. Sehingga penguasa saat itu melanggengkan kekuasaan, yang berujung pemerintahan totaliter dan diktator.

"Kita tak ingin konstitusi kita kembali pada masa kegelapan demokrasi seperti itu," tuturnya.

Kamhar menyatakan, pengalaman sejarah tersebut mesti dipelajari supaya tidak terulang kesalahan serupa. Demokrat tegas mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak mengkhianati reformasi.

Jokowi Diminta Tegas

Ilustrasi Partai Demokrat (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi Partai Demokrat (Liputan6.com / Abdillah)

"Belajar dari pengalaman sejarah tersebut dan tak ingin mengulang kembali kesalahan sejarah yang sama, maka pembatasan masa jabatan presiden ini menjadi prioritas pada amandemen I UUD ‘45 tahun 1999 yang lalu sebagai mandat reformasi," bebernya.

Dia meminta Jokowi menunjukkan sikap tegas dan tidak membiarkan agenda perpanjangan masa jabatan presiden dibiarkan. Terlebih menggunakan tafsir keliru demokrasi sebagai pembenaran.

"Jangan terus-menerus membiarkan berjalannya agenda makar atau terorisme konstitusi ini. Apalagi menggunakan tafsir yang keliru terhadap demokrasi sebagai argumentasi pembenaran. Jangan membawa Indonesia pada jurang kehancuran demokrasi," imbuh Kamhar.

Tren Negatif

Presiden Jokowi saat menyampaikan pidatonya di peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Istana Bogor, Jawa Barat. (Istimewa)
Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat. (Istimewa)

Survei SMRC sebelumnya memperlihatkan evaluasi publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo sampai mengalami tren negatif gara-gara isu penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan tiga presiden.

Kepuasan Jokowi dari 71,7 persen pada Desember 2021 menjadi 64,6 persen pada Maret 2022. Yang tidak puas meningkat dari 25,3 persen pada Desember 2021 menjadi 32,2 persen pada Maret 2022.

"Jadi kinerja Presiden dinilai semakin memburuk. Walaupun masih mayoritas, tetapi penurunan ini sangat besar dalam satu tahun terakhir. Ini yang terendah saya kira kinerja presiden dinilai oleh publik," ungkap Direktur Riset SMRC Deni Irvani, Jumat (1/4/2022).

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya