Ragam Respons Atas Vonis Mati Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santriwati

Sebelumnya, Herry Wirawan divonis hukuman seumur hidup setelah dinyatakan terbukti bersalah atas perbuatannya. Namun, Senin 21 Februari 2022, jaksa penuntut mengajukan banding.

oleh Maria Flora diperbarui 06 Apr 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2022, 08:00 WIB
Banner Infografis Vonis Mati Herry Wirawan, Efek Jera Kejahatan Seksual? (Sumber Foto: AFP)
Banner Infografis Vonis Mati Herry Wirawan, Efek Jera Kejahatan Seksual? (Sumber Foto: AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Vonis hukuman mati kepada terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung mendapat respons beragam dari sejumlah tokoh negeri.

Salah satunya datang dari pendakwah kondang Gus Miftah. Lewat akun Instagramnya, dia mengatakan bahwa setiap orang akan bertanggung jawab atas perbuatannya.

Mengutip dari falsafah Jawa 'becik ketitik olo ketoro', dia berkata,"Kabeh kuwi ngunduh wohing pakarti. Becik ketitik olo ketoro (Setiap orang akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Perbuatan baik akan terbukti, yang jahat akan kelihatan)," ucap Gus Miftah.

Sementara, The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memiliki sikap berbeda atas vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada pimpinan Pondok Pesantren Tahfidz Madani tersebut.

Menurut ICJR, vonis mati hanya akan menjadi preseden buruk bagi proses pencarian keadilan korban kekerasan seksual.

Sebelumnya, Herry divonis hukuman seumur hidup setelah dinyatakan terbukti bersalah atas perbuatannya. Namun, pada Senin 21 Februari 2022, jaksa penuntut mengajukan banding. 

"Kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius. Sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), Asep N Mulyana.

Dari upaya banding tersebut akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menjatuhkan vonis hukuman mati kepada terdakwa Herry Wirawan. 

"Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana “MATI”," seperti dikutip Liputan6.com dari laman resmi PT Bandung soal kasus pemerkosaan santriwati, Senin, 4 Maret 2022. 

1. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil

Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menanggapi sidang putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung atas perkara perkosaan terhadap belasan santriwati yang dilakukan Herry Wirawan. Berdasarkan putusan hakim, Herry dijatuhi vonis hukuman mati. 

Emil, sapaan Ridwan Kamil mengemukakan, pihaknya menghormati putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati tersebut.

"Putusan Pengadilan Tinggi yang menjatuhkan hukuman mati terhadap Herry Wirawan tentu berdasarkan pertimbangan hukum yang tepat dan adil sehingga memenuhi rasa keadilan masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 April 2022.

Emil juga menegaskan, Pemprov Jabar tetap memberikan perhatian bagi kepentingan para korban.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jabar I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka mengatakan, pihaknya dalam kasus ini antara lain fokus pada pemulihan psikologi korban dari trauma sangat berat, maupun pendidikan korban.

"Upaya ini kami lakukan bekerja sama dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Kota Bandung," tuturnya.

2. Gus Miftah

Gus Miftah. (Foto: Instagram @gusmiftah)
Gus Miftah. (Foto: Instagram @gusmiftah)

Melalui instagram pribadinya ia menggungah video yang menyindir Herry Wirawan dan menuliskan pesan agar setiap orang jangan macam-macam, jangan lengah, dan jangan nakal.

"Ojo neko-neko, Ojo leno, Ojo nakal (Jangan macam-macam, jangan lengah, jangan nakal)," tulis Gus Miftah, melalui instagram @gusmiftah pada Selasa, 5 April 2022. 

Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji Sleman itu, setiap orang akan bertanggung jawab atas setiap perbuatannya.

Oleh karena itu, Gus Miftah juga menyinggung falsafah Jawa 'becik ketitik olo ketoro' yang berarti bahwa setiap perbuatan baik dan buruk akan ketahuan.

Dai yang kerap berdakwah di klab malam ini juga menegaskan, perbuatan baik adalah bermanfaat bagi orang lain. Ia pun bertanya-tanya kapan dirinya menjadi orang baik.

"Laku utomo nguntungake wong liyo. Kapan aku dadi wong apik ? (Amalan yang utama adalah bermanfaat bagi orang lain. Kapan aku jadi orang baik?)," tuturnya.

3. Komnas HAM

Gerakan Pita Kuning Desak Komnas HAM Usut Meninggalnya Ratusan Petugas KPPS
Anggota Gerakan Pita Kuning Kolaborasi Millenial Nusantara (KMN) saat melaporkan kasus meninggalkan ratusan petugas KPPS kepada anggota Tim Pemantau Pemilu Komnas HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (2/5). Gerakan Pita Kuning mendesak Komnas HAM segera membentuk TGPF. (merdeka.com/IqbalNugroho)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menanggapi putusan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang memvonis terpidana kasus perkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan dengan hukuman mati. Meski mendapat sambutan positif dari publik, hakim dinilai perlu memperhatikan beberapa hal.

"Sebagai lembaga negara di bidang hak asasi manusia, tentu saja sikap kami tidak hanya pada kasus ini tapi pada kasus-kasus hukuman mati yang lain. Kami selalu ingin mengingatkan para penegak hukum terutama nanti hakim kasasi yang mungkin saja akan ditempuh oleh terpidana atau pengacaranya. Kami berharap para hakim kasasi nanti mempertimbangkannya suatu tren global, di mana hukuman mati secara bertahap telah dihapuskan, hanya tinggal beberapa negara lagi yang masih mengadopsi hukuman mati termasuk Indonesia," tutur Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik lewat keterangan video, Selasa, 5 April 2022. 

Menurut Taufan, kalau diperhatikan dalam roadmap hukum pidana seperti RKUHP, memang masih ada hukuman mati. Namun, tidak menjadi satu hukuman yang serta merta, sebab masih diberikan juga kesempatan kepada terpidana mati dalam satu periode tertentu untuk melalui assesment hingga evaluasi.

"Dan manakala terpidana mati itu melakukan perubahan-perubahan sikap misalnya, maka hukuman mati terhadap terpidana masih dimungkinkan untuk diturunkan kepada hukuman yang lebih ringan," jelas dia.

4. Praktisi Hukum Januardi Haribowo

Herry Wirawan
Terdakwa pemerkosa belasan santri di Bandung, Herry Wirawan, keluar dari ruang persidangan setelah agenda sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022). (Foto: Humas Kejati Jabar)

Sementara itu, praktisi hukum Januardi Haribowo menilai, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung terhadap terdakwa Herry Wirawan (HW), pelaku pemerkosaan 13 santriwati layak mendapatkan apresiasi.

Sebab, putusan Pengadilan Tinggi Bandung itu mempertimbangkan jumlah korban, karena efek yang ditimbulkan pelaku sungguh luar biasa, sehingga cukup alasan untuk dapat dikenakan hukuman pidana maksimal.

"Terlebih lagi pelaku berkedok sebagai pendidik, suatu profesi yg seharusnya mengemban kepercayaan dan tanggung jawab yang tinggi," kata Januardi melalui keterangan tertulis diterima, Senin, 4 April 2022. 

Menurut Januardi, penerapan hukum pidana maksimal Pasal 76D UU 35/2014 (UU Perlindungan Anak) wajar diberlakukan jika mengakibatkan dampak serius terhadap korban, antara Depresi berkepanjangan, beberapa di antaranya bahkan melahirkan anak. Sehingga hukuman mati Herry Wirawan dianggap sebagai bentuk ketegasan. 

"Sehingga ketegasan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat dapat dimaknai sebagai tegaknya supremasi dan kepastian hukum bukan hanya kepada masyarakat namun juga bagi dunia pendidikan," ujarnya.

5. ICJR

Infografis Ragam Komentar Vonis Hukuman Mati Herry Wirawan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ragam Komentar Vonis Hukuman Mati Herry Wirawan. (Liputan6.com/Trieyasni)

The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) angkat suara terkait putusan hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Bandung terhadap Herry Wirawan.

ICJR menyayangkan, sebab hukuman mati bisa menjadi preseden buruk bagi proses pencarian keadilan korban kekerasan seksual. 

"Karena fokus negara justru diberikan kepada pembalasan kepada pelaku, alih-alih korban yang seharusnya dibantu pemulihannya," kata ICJR melalui keterangan tertulis diterima, Senin, 4 April 2022.

ICJR menilai, hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual, justru akan menggeser fokus negara kepada hal yang tidak lebih penting dari korban.

ICJR pun mengutip pernyataan United Nation High Commissioner for Human Rights, Michelle Bachelet yang juga mengamini hal ini.

"Bachelet menyampaikan bahwa meskipun pelaku perkosaan dan kekerasan seksual lain harus dimintai tanggung jawab, namun hukuman mati dan penyiksaan bukanlah solusinya," jelas ICJR.

ICJR meyakini, tidak ada satupun bukti ilmiah yang menyebutkan bahwa pidana mati dapat menyebabkan efek jera, termasuk di dalam kasus perkosaan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya