Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pimpinan siap memberikan keterangan dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua Lili Pintauli Siregar.
Lili dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas KPK) atas dugaan penerimaan gratifikasi dari perusahaan BUMN. Lili diduga menerima tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.
"Pimpinan pun akan kooperatif jika nanti dibutuhkan informasi dan keterangannya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (17/4/2022).
Advertisement
Baca Juga
Ali memastikan, laporan dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli itu masih dalam proses di Dewas KPK. Dia berharap masyarakat memberikan kepercayaan kepada Dewas KPK menindaklanjuti kasus ini.
"Karena pembuktian dan putusan dalam penegakan etik di KPK menjadi ranah tugas dan kewenangan Dewas sesuai UU KPK. Sedangkan atas pelanggaran etik yang sebelumnya terjadi, sanksinya telah dilaksanakan sebagaimana putusan Dewas," kata Ali.
Lili sebelumnya pernah dijatuhi sanksi berat oleh Dewas KPK karena terbukti berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Komunikasi berkaitan dengan penanganan perkara korupsi di Pemkot Tanjungbalai.
Sebelum dijatuhi sanksi, Lili pernah membantah dirinya berkomunikasi dengan Syahrial. Saat itu, Lili menggelar jumpa pers dan menyatakan komunikasi terkait penanganan perkara itu tak pernah dia lakukan.
Atas jumpa pers itu, Lili kembali dilaporkan atas dugaan penyebaran berita bohong. Kasus dugaan etik ini masih berproses di Dewas KPK.
Ali meyakini Dewas KPK akan menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan undang-undang. "Dewas KPK tentu telah menjalankan tugasnya sesuai mekanisme dan pertimbangan profesionalnya sebagai penegak kode etik bagi insan KPK," kata Ali.
Lili Pintauli Dilaporkan ke Dewas KPK, Diduga Terima Gratifikasi MotoGP Mandalika
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Laporan ini bukanlah kali pertama yang dilayangkan kepadanya.
Laporan kali ini adalah berkaitan sebuah ajang bergengsi. Yang bersangkutan dianggap melanggar kode etik insan lembaga antirasuah itu lantaran diduga menerima gratifikasi saat menonton ajang MotoGP Mandalika.
Adapun, Lili diduga menerima gratifikasi terkait MotoGP Mandalika itu dari sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Terkait informasi ini, Dewas KPK membenarkan dan telah menerima laporan tersebut.
"Ya benar ada pengaduan terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar)," ujar anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).
Terkait laporan dugaan gratifikasi MotoGP ini, dia mengatakan pihaknya saat ini tengah mempelajari pengaduan tersebut sesuai prosedur operasional yang berlaku di Dewas KPK.
Meski demikian, Haris belum bersedia menjelaskan lebih lanjut soal substansi laporan tersebut.
"Saat ini Dewas sedang mempelajari pengaduan tersebut sesuai prosedur operasional baku yang berlaku," kata Haris.
Berdasarkan informasi yang diterima, Lili diduga mendapatkan tiket MotoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.
Lili bukan kali pertama dilaporkan ke Dewas KPK. Sebelumnya, yang bersangkutan pernah dijatuhkan sanksi etik berat oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40% selama setahun.
Advertisement
Soal Lili Pintauli, Komisi III DPR Panggil KPK dan Dewas Usai Reses
Komisi III DPR akan memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas KPK terkait kasus Lili Pintauli Siregar. Pemanggilan ini terkait Wakil Ketua KPK Lili Pintauli yang dilaporkan ke dewas karena diduga melanggar kode etik.
Lili diduga menerima gratifikasi saat menonton ajang MotoGP Mandalika dari pihak BUMN.
"Nanti pada saat sesudah reses kita akan panggil KPK dan Dewas untuk diminta keterangan dengan kasus ini," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Mahesa di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).
Dia mengatakan Komisi III akan memantau perkembangan perkara dugaan gratifikasi tersebut. Sebab, KPK merupakan mitra dari Komisi III DPR.
"Karena itu masih dalam wilayah internal sesuai UU KPK kami Komisi III melakukan pemantauan perkembangan perkara tersebut ya," tegas politikus Gerindra itu.
Desmond pun enggan berspekulasi soal Lili bersalah atau tidak. Dia menyerahkannya ke mekanisme yang di KPK.
"Ini baru dugaan agak susah bagi saya memvonis seseorang yang belum dibuktikan kesalahannya ya. Komisi III itu adalah komisi hukum ya. Kita serahkan saja kepada mekanisme sesuai UU KPK ya. Bu Lili dengan catatan sudah pernah melakukan kesalahan-kesalahan yang sifatnya melanggar etik. Nah kalau ini melanggar lagi apa sanksi nya kita tunggu semua," tutur Desmond.5 dari 5 halaman
Diduga Terima Gratifikasi, ICW Sebut Lili Pintauli Bisa Diancam Pidana Seumur Hidup
Indonesia Corruption Watch (ICW) tak terkejut dengan dilaporkannya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Apalagi, ini merupakan ketiga kalinya Lili diduga melanggar kode etik insan KPK.
"Pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar bukan hal mengejutkan lagi. Sebab, rekam jejak yang bersangkutan memang bermasalah, terutama pasca komunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).
Lili dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi dari perusahaan BUMN. Lili diduga mendapatkan tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.
Menurut Kurnia, jika penerimaan tiket dan fasilitas penginapan itu benar, maka ada sejumlah pelanggaran yang harus diusut. Bahkan, menurut Kurnia, Lili bisa dituntut pidana seumur hidup atas kelakuannya tersebut.
"Pertama, penerimaan itu bisa dianggap sebagai gratifikasi jika Lili bersikap pasif begitu saja dan tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK. Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup," kata Kurnia.
Kedua, menurut Kurnia, penerimaan itu masuk ketegori suap jika pihak pemberi telah berkomunikasi dengan Lili dan terbangun kesepakatan untuk permasalahan tertentu. Misalnya, pengurusan suatu perkara di KPK.
"Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor dengan hukuman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata dia.
Ketiga, menurut Kurnia, penerimaan itu bisa dianggap sebagai pemerasan jika Lili melontarkan ancaman terhadap pihak pemberi dengan iming-iming pengurusan suatu perkara.
"Tindakan ini memenuhi unsur Pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata Kurnia.
Maka dari itu, Kurnia mendesak Dewas KPK aktif mencari dan mengumpulkan bukti dari mulai komunikasi antara Lili dengan pihak pemberi, manifest penerbangan, hingga rekaman CCTV di sirkuit Mandalika dan tempat penginapan.
Selain itu, Kurnia juga meminta Dewas segera membawa dugaan pelanggaran etik ini ke dalam persidangan.
"Jika Lili terbukti melanggar kode etik, maka ICW mendesak agar Dewas segera meminta yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK. Bahkan, tatkala permintaan itu diabaikan, Dewas mesti menyurati presiden agar segera memberhentikan Lili dengan alasan telah melakukan perbuatan tercela," kata dia.
Tak hanya itu, ICW juga mendesak Kedeputian Penindakan KPK menyelidiki dugaan penerimaan gratifikasi, suap, atau pemerasan ini. Sebab, ranah penindakan bukan berada di Dewan Pengawas.
"Sehingga, dibutuhkan koordinasi antara pihak Dewan Pengawas dengan Kedeputian Penindakan," kata dia.
Advertisement