Liputan6.com, Jakarta - Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, sudah dimentahkan langsung Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dia juga meminta para menteri untuk tidak ada lagi membicarakan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Sebagian besar publik juga menolak wacana tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Maria Angelica Christy, peneliti dari BOI Research dan Kawula17 melakukan survei pada 16 Maret-29 Maret 2022 dengan 531 masyarakat Indonesia berusia 18-44 tahun, yang tersebar di seluruh provinsi se-Indonesia terkait pendapat mereka tentang wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Advertisement
Berdasarkan metode sampling multi stage quota dengan margin of error sebesar 4,3% dan tingkat kepercayaan 95%, hasilnya diketahui, mayoritas responden mengatakan tidak mendukung adanya presiden tiga periode dan tetap mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden tidak lebih dari 2 kali.
"Salah satu alasan penolakan tiga periode ini adalah karena perpanjangan periode presiden akan menghambat upaya regenerasi pemimpin Indonesia dan akan memicu potensi otoritarianisme. Batas periode itu ada karena alasan, salah satunya untuk mengurangi potensi otoritarian pemerintah," kata Maria dalam rilis surveinya, seperti dikutip dari siaran pers diterima, Kamis (21/4/2022).
Maria memaparkan, preferensi penolakan jabatan presiden tiga periode terpetakan dari tiga kategori usia. Pertama, kelompok usia 25-35 tahun menjadi kategori yang paling kuat untuk menolak hal tersebut. Survei menunjukkan ada 64% responden yang berkata demikian.
Melanggar Pasal 7 UUD 1945
Kemudian, kelompok usia 18-24 tahun menjadi basis responden tengah yang juga mendukung penolakan masa jabatan presiden tiga periode. Terakhir, pada kelompok usia 36-45 tahun yang jumlahnya paling sedikit mendukung penolakan perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurut Maria, dari total mayoritas responden yang menolak wacana itu, ada survei menunjukkan bahwa ada sebanyak 25% responden yang berkata setuju bahwa dalam masa genting, seperti saat pandemi Covid-19, seorang presiden dapat dipilih lebih dari dua kali untuk menjamin stabilitas nasional.
"Bagi mereka yang mendukung tiga periode, alasan yang terungkap adalah agar presiden saat ini dapat fokus dengan realisasi atau penyelesaian program-program yang ada. Menurut mereka, belum tentu presiden selanjutnya akan melanjutkan program tersebut,” ungkap Maria.
Hasil survei ini mendapat tanggapan dari Neildeva Despendya Putri, Co-founder & Director Generasi Melek Politik. Menurut Neildeva gagasan perpanjangan periode presiden menjadi tiga periode ini patut diwaspadai. Sebab, gagasan ini melanggar Pasal 7 UUD 1945 yang membatasi masa jabatan presiden.
"Sebagai negara demokrasi, sirkulasi kepemimpinan perlu dijaga untuk meminimalisir potensi otoriatrianisme," dia menutup.
Advertisement