Liputan6.com, Jakarta - Setelah Surabaya, Makassar menjadi titik kedua dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022. Sebanyak 37 Laskar Rempah tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Jumat (3/6/2022).
Mereka langsung menuju ke LPMP Makassar untuk mengikuti serangkaian kegiatan pembukaan dan pembekalan sebelum berlayar. Materi yang diberikan kepada Laskar Rempah, antara lain pemaparan program Muhibah Budaya Jalur Rempah, pengenalan tentang KRI Dewaruci, Basic Training Safetydengan pemateri TNI AL, sertaworkshop videografi.
Hari kedua, peserta menuju ke Pelabuhan Soekarno-Hatta untuk menyambut kedatangan KRI Dewaruci dan Laskar Rempah batch pertama yang sebelumnya telah berlayar dari Surabaya, 1 Juni 2022. Peserta disambut dengan atraksi seni Angngaru dan Ganrang Bulo, ritus khas Makassar yang digunakan untuk upacara penyambutan dan penghormatan kepada tamu. Tarian ini menjadi representasi masyarakat Makassar yang egaliter dan terbuka terhadap budaya baru.
Advertisement
Kegiatan dilanjutkan dengan sharing session antara Laskar Rempah yang telah berlayar dengan peserta yang akan berlayar esok hari. Sebelum berlayar, peserta melakukan kunjungan budaya untuk napak tilas jejak perdagangan rempah masa lampau yang terjadi di Makassar. Mereka diberikan pemahaman dan kesadaran Jalur Rempah dengan diskusi-diskusi mendalam di Museum Karaeng Pattingalloang, Museum Balla Lompoa, Makam Sultan Hasanuddin, Kompleks Makam Raja-Raja Tallo, Kelenteng Thian Ho Kong, Museum Kota Makassar, dan Museum La Galigo.
Malam harinya, peserta menyaksikan pemutaran film dan diskusi terkait sosok Karaeng Pattingalloang, tokoh intelektual asal Makassar yang paling berpengaruh pada era perdagangan rempah. Kegiatan dilanjutkan dengan gala dinner bersama Gubernur Sulawesi Selatan di Rumah Jabatan Gubernur. Sebagai acara malam perpisahan, digelar juga gala dinner di Rumah Jabatan Walikota di hari selanjutnya.
Senin (6/6/2022), peserta bersiap ke Pelabuhan Soekarno-Hatta untuk memulai pelayaran dari Makassar menuju Baubau & Buton, serta Ternate. Diiringi dengan Tari Mattuju Tasi, acara pelepasan KRI Dewaruci rencananya dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, Bupati Barru Suardi Saleh, serta pejabat lainnya. Peserta bersama KRI Dewaruci dijadwalkan akan tiba di Pelabuhan Murhum, Baubau, pada 8 Juni 2022 dan melanjutkan perjalanannya hingga ke Ternate, 14 Juni 2022.
Bekerja sama dengan TNI AL, Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 merupakan pelayaran menggunakan KRI Dewaruci yang membawa pemuda-pemudi pilihan dari 34 provinsi untuk napak tilas beberapa titik perdagangan rempah Nusantara. Sebuah jalur budaya yang saat ini sedang diusulkan menjadi Warisan Budaya Dunia UNESCO.
Tahun ini, beberapa titik Jalur Rempah telah dipilih sebagai lokus Muhibah Budaya Jalur Rempah, yaitu Surabaya, Makassar, Baubau dan Buton, Ternate dan Tidore, Banda, serta Kupang.
Dengan kegiatan ini, peserta diharapkan mendapatkan pengalaman komprehensif yang bisa merancang pemikiran kreatif. Setelah mengikuti seluruh kegiatan ini, pemuda-pemudi yang terlibat di dalamnya diharapkan dapat menyebarkan narasi Jalur Rempah ke teman-teman mereka dengan pendekatan yang lebih mudah diterima oleh generasi muda.
Makassar dalam Jalur Rempah
“Ada begitu banyak hal mengapa Makassar memainkan peran penting dalam Jalur Rempah dan menjadi salah satu rute Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022. Meski tidak menghasilkan rempah endemik, Makassar menjalankan fungsinya sebagai pusat perdagangan maritim yang terletak di timur Nusantara dan menjadi penghubung antarpelabuhan,” ujar Rismawidiawati, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional dalam keterangannya.
Makassar pada masa lampau menjadi pelabuhan yang sangat ramai, yang menyediakan perbekalan bagi kapalyang akan melanjutkan pelayaran ke timur atau ke barat. Di kota ini, terjadi transaksi besar jual-beli rempah, seperti cengkeh, pala, dan kayu manis. Dari Makassar, rempah ditukar dengan beras dan komoditas pertanian lainnya, kemudian dibawa pedagang ke berbagai pulau.
Selain itu, Sulawesi adalah daratan yang melahirkan para pelaut andal yang mengarungi samudra hingga mencapai pantai Australia di selatan dan jauh ke arah barat ke Malaka hingga Madagaskar. “Akrab dengan lautan, masyarakat Sulawesi telah memiliki teknologi pembuatan perahu layar yang mumpuni. Padewakang dan pinisi adalah legasi dalam dunia pelayaran Nusantara yang dihasilkan masyarakat Bugis dan Mandar yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini,” tambah Rismawidiawati.
Orang-orang Bugis juga telah melahirkan sebuah mahakarya susastra yang menakjubkan, yaitu La Galigo sebuah naskah tua yang lebih panjang dari epik India dan Yunani, sarat dengan nilai susastra, spiritual, dan keagamaan. La Galigo yang lestari hingga hari ini adalah ikon identitas kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan. Mahakarya itu diakui sebagai bagian dari Memory of The World oleh UNESCO.
“Pada abad 17, para ketua pelaut-pedagang Wajo Makassar membentuk hukum laut Amanna Gappa. Terdiri dari 21 pasal, hukum ini menjelaskan secara rinci ketentuan berlayar dan menjadi pedoman perdagangan laut dari Laut Banda hingga Selat Malaka. Hukum ini merupakan sumbangsih besar dari pelaut Sulawesi Selatan, yakni orang Makassar, Bugis, dan Mandar untuk Jalur Rempah,”jelas Kepala Museum Karaeng Pattingalloang, Purmawati.
Selain itu, berdirinya Benteng Rotterdam juga menjadi salah satu bukti sekaligus jejak kehidupan maritim di Makassar. Benteng tersebut merupakan benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo yang sebelumnya bernama Benteng Jumpandang dan dibangun abad XV. Pada Muhibah Budaya Jalur Rempah, Laskar Rempah akan berkunjung ke Benteng Rotterdam untuk mengenal lebih jauh tentang sejarah Makassar dalam Jalur Rempah. Satu hal juga yang tidak boleh dilewatkan dari Makassar ialah kuliner khasnya yang kaya akan rempah. Salah satunya ialah Coto Makassar yang sudah ada sejak abad ke-16.
Advertisement
Karaeng Pattingalloang, Tokoh Intelektual Makassar
Dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah yang melewati titik Makassar, Laskar Rempah juga akan menapak tilas kebesaran sosok Karaeng Pattingalloang yang lahir pada abad 16, seorang tokoh cendekiawan Kerajaan Gowa-Tallo yang pada masanya memiliki pengetahuan luas akan dunia global. Ia juga dijuluki sebagai Bapak Makassar.
Semasa hidupnya, ia kerap membuat orang Eropa kagum terhadap kemampuannya, mulai dari kemahirannya dalam berbagai bahasa asing serta kegemarannya mengoleksi benda-benda unik. Salah satu yang terunik ialah pada tahun 1644, ia memesan dua bola dunia, peta dunia besar, serta dua buah teropong. Benda yang ia pesan dari Belanda tersebut sontak membuat kaget dan semakin menarik perhatian ilmuwan Eropa.
“Ia bahkan menjadi mangkubumi Kerajaan Makassar untuk 3 raja sekaligus, yaitu Sultan Alauddin, Sultan Malikussaid, dan Sultan Hasanuddin pada tahun 1636 sampai 1654, sampai akhir hayat beliau. Ini menandakan bahwa kemampuannya, kecendekiawannya memang tidak tergantikan di masa itu untuk dapat mendampingi raja-raja dalam mengembangkan kerajaan Makassar yang saat itu sedang menghadapi dominasi VOC juga”, imbuh Rismawidiawati.
Pertautan antara Pattingalloang dengan pedagang yang datang dari berbagai bangsa dalam menyemarakkan Jalur Rempah ditunjang oleh kemampuannya berkomunikasi. Ia menggunakan bahasa asing dengan sangat fasih. Di usia 18 tahun, ia menguasai banyak bahasa di dunia. Dengan kemampuannya itu, ia menjadi juru bicara yang piawai dan ahli berdiplomasi. Makassar sempat menjadi kota termasyhur di dunia berkat peran dan fungsi Karaeng Pattingalloang. Hal ini membuat iri Belanda yang tidak menghendaki kehadiran pedagang bertransaksi bebas di Makassar,” jelas Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan, Devo Khaddafi.
Karena kehebatan dan keunikannya, Karaeng Pattingalloang dijadikan nama museum. Hal ini sebagai jejak bahwa Kerajaan Gowa pernah memiliki tokoh intelektual yang tersohor sampai ke Benua Eropa. Di dalam Museum Karaeng Pattingalloang, Laskar Rempah akan melihat berbagai benda peninggalan Kerajaan Gowa. Peserta juga dapat melihat sejarah tentang sosok Karaeng Pattingalloang, lengkap beserta kehebatannya di masa lampau.