Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pernyataan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) soal pembubaran KPK bukan dikarenakan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.
"Namun kami sangat yakin bukan karena KPK saat ini sedang menangani perkara Bupati Banjarnegara sehingga Boyamin Saiman menarasikan opini dengan argumentasi yang begitu dangkal tersebut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (12/6/2022).
Baca Juga
Ali merasa heran dengan pernyataan Boyamin soal pembubaran KPK dan melebur ke dalam Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, menurut Ali, sebelum berargumen, Boyamin lebih dahulu melihat data yang ada.
Advertisement
"Biasanya Boyamin Saiman (Koordinator MAKI) cerdas dengan argumentasinya. Kali ini kami nilai beda," kata Ali.
Namun begitu, Ali menyebut KPK tak terpengaruh dengan pernyataan Boyamin tersebut. Ali mengatakan lembaga antirasuah akan tetap bekerja menyelesaikan kasus Budhi Sarwono.
"Perkara Banjarnegara dengan terdakwa Budhi Sarwono kami lanjutkan. Penyidikan TPPU dengan tsk BS juga tidak berhenti," kata Ali.
Diketahui, Boyamin setuju dengan pembubaran KPK lantaran dinilai semakin menurun kinerja dan kepercayaan dari masyarakat. Ditambah kinerja Kejagung kini tengah mentereng lantaran mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara yang besar.
Boyamin Diperiksa
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dicecar soal keuangan PT Bumi Rejo, perusahaan milik keluarga Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.
Boyamin dimintai keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Bumi Rejo. Boyamin diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Budhi Sarwono. Dia diperiksa pada Selasa 17 Mei 2022.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Boyamin juga dicecar soal kewenangannya dalam perusahaan tersebut.
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait kedudukan dan kewenangan saksi sebagai Direktur PT Bumi Rejo. Disamping itu didalami pula pengetahuan saksi mengenai aktifitas operasional PT Bumi Rejo di antaranya soal keuangan perusahaan," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (18/5/2022).
Boyamin Saiman mengklaim tidak mengetahui dugaan aliran dana pencucian uang yang diterima PT Bumi Redjo dari hasil tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.
"Saya tidak tahu (aliran dana pencucian uang) itu di PT Bumi Redjo. Dan selama menjadi kuasa hukum (Bumi Redjo), saya mendapatkan honor perbulan Rp 5 juta," ujar Boyamin di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (26/4/2022).
Boyamin mengaku, sejak tahun 2018 dirinya didapuk menjadi Direktur PT Bumi Redjo yang merupakan perusahaan milik keluarga Budhi. Namun dia mengklaim diberikan tugas hanya mengurusi utang-utang perusahaan karena kredit macet di sejumlah bank.
"Tugas saya hanya mengurus utang-piutang saja karena perusahaan ini sudah invalid sejak 2012," imbuhnya.
Boyamin mengaku tidak pernah mendapat fasilitas lebih dari PT Bumi Redjo. Menurut Boyamin, dari PT Bumi Redjo dirinya hanya menerima Rp 5 juta perbulan.
"Yang ongkosi MAKI banyak, klien-klien saya yang kontraknya Rp 50-an juta per bulan aja banyak dan itu memang saya pakai untuk subsidi silang untuk mengurusi MAKI juga," kata Boyamin
KPK pernah menyebut Budhi Sarwono mewajibkan setiap pengerjaan proyek di wilayahnya harus membeli barang dari PT Bumi Redjo. Sejumlah pejabat PT Bumi Redjo pernah dipanggil KPK untuk mendalami dugaan itu.
"Diduga para calon peserta lelang diwajibkan untuk mendapatkan dukungan peralatan hanya melalui PT BR (Bumi Redjo)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 27 Agustus 2021.
Advertisement
Budhi Sarwono Tersangka
KPK menetapkan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Budi diduga menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi. Di antaranya dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak maupun tidak bergerak.
Penetapan ini merupakan pengembangan kasus pengerjaan proyek infrastruktur di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara dan gratifikasi. Budhi dijerat bersama pihak swasta Kedy Afandi (KA) yang merupakan orang kepercayaan Budhi.
Kasus ini bermula saat Budhi dilantik menjadi Bupati Banjarnegara pada 2017. Saat itu Budhi memerintahkan Kedy yang merupakan tim suksesnya untuk memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.
Pada pertemuan tersebut, sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai 20 % dari nilai proyek. Dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 % dari nilai proyek.
Diduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara, sekitar sejumlah Rp 2,1 Miliar.