Liputan6.com, Jakarta - Sejarawan JJ Rizal menyerahkan petisi ganti nama Jakarta International Stadium (JIS) kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (22/6/2022) siang. JJ Rizal datang langsung bertemu Anies di Balai Kota DKI Jakarta usai Upacara Perayaan Jakarta Hajatan di Monas.
Dia datang menyerahkan petisi usulan penggantian nama Jakarta International Stadium (JIS) dengan nama tokoh pahlawan Betawi Muhammad Husni Thamrin (MH Thamrin).
"Kami memberi usulan nama sama Pak Anies, nama yang menurut kami, nama yang paling cocok, Muhammad Husni Thamrin karena dia bukan hanya pahlawan nasional, putra Betawi, dan dia juga pahlawan sepak bola," ucap Rizal.
Advertisement
Anies menerima secara langsung berkas petisi yang dibawa JJ Rizal. Saat menerima berkas petisi, Anies mengatakan akan menampung terlebih dahulu usulan tersebut.
Baca Juga
Namun, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengatakan belum tentu menyetujui usulan yang dibawa Rizal.
"Makasih ya, belum tentu disetujui ya. Diterima dulu ya. Tengkyu ya," kata Anies.
Atas jawaban Anies itu, Rizal menimpali dengan mengajukan kembali pertanyaan, meminta Anies untuk menampung aspirasinya.
Anies menjawab singkat. Dia menyebut akan mempertimbangkan usulan terkait dengan pergantian nama JIS jadi nama pahlawan nasional asli Betawi MH Thamrin
"Pasti ditampung, setuju atau tidak nanti pertimbangannya lain," ujar Anies.
JJ Rizal membuat petisi secara daring mengusulkan nama Jakarta International Stadium (JIS) diganti menjadi Stadion MH Thamrin. Petisi ini ditujukan untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menurut Rizal, nama JIS dinilai bermasalah dan melanggar UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan karena menggunakan Bahasa Inggris.
Tidak Tiba Tiba
Di laman Change.org, sejarawan JJ Rizal membuat petisi. Isinya, meminta nama MH Thamrin dijadikan nama stadion megah yang kini dikenal sebagai Jakarta International Stadium (JIS) di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Petisi tersebut kini sudah ditandatangani sekitar 5700 warganet. Tidak hanya itu, petisi ini juga didukung oleh tokoh-tokoh Betawi, seperti Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi H Beki Mardani; juga senator dari Jakarta Sylviana Murni dan Dailami Firdaus.
Di acara konferensi pers "Kenapa M.H. Thamrin Harus Jadi Nama JIS" pada Senin (20/06/2022), Muhammad “Kojek” Amrullah, rapper Betawi, menceritakan bahwa penamaan M.H. Thamrin untuk stadion baru sebenarnya sudah digagas sejak tahun 2019. Ia menjawab beberapa pertanyaan yang menuding pihaknya ingin ribut-ribut ketika stadion sudah jadi dan sekarang bernama Jakarta International Stadium.
Kojek, sapaan akrabnya, bercerita, pada 2019 digelar acara Festival 125 Tahun M.H. Thamrin di lapangan sepak bola VIJ di Petojo yang bersejarah buah sumbangsih M.H. Thamrin. Kojek menceritakan bahwa usulan nama itu sebagai manifestasi dari masa kampanye Pilkada 2017. Saat itu, ia telah membuat sebuah kontrak politik meminta dibangunkan stadion di Jakarta bersama Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, yang kala itu masih merupakan calon gubernur dan wakil gubernur.
“M.H. Thamrin menjadi inspirasi saya ketika meminta pembangunan stadion di Jakarta. Kata-kata ‘Sepak bola adalah alat perjuangan’ yang ada di kontrak tersebut adalah kata-kata Thamrin sendiri. Kami memantapkan janji agar terbayar lunas. Stadion sudah ada, tapi belum lengkap, karena belum diberi nama M.H. Thamrin,” ceritanya dalam konferensi pers yang digelar Change.org.
Advertisement
Pemilihan Didasari Peran Thamrin
Pemilihan nama M.H. Thamrin bukannya tanpa alasan. Pembuat petisi, JJ Rizal, mengingatkan bahwa saat ini, bangunan stadion internasional Jakarta tersebut belum memiliki nama. Ia mengatakan ‘JIS’ bukanlah nama stadion, melainkan predikat proyek pembangunan yang menunjukkan jenis dan kelas serta tempat proyek dilaksanakan. Jenisnya bangunan stadion, kelasnya internasional, dan letaknya di Jakarta.
“Jasa besar M.H. Thamrin adalah bukan saja membangun sepak bola profesional dari organisasi, kompetisi, sampai lapangan yang layak. Lebih jauh Thamrin membawa sepak bola dan pergerakan kebangsaan seperti gigi dan gusi yang dekat sekali. Sepak bola menjadi arsenal politik kebangsaan. Lapangan sepak bola menjadi arena pertemuan politik, tokoh-tokoh pergerakan hadir, suporter jadi tahu tidak ada pertentangan antar mereka seperti diembuskan Belanda pecah antara kaum kooperatif dan nonkooperatif,” kata Rizal menegaskan.