Demi Percepat Pembangunan Daerah, DPR Sahkan Lima RUU Provinsi Jadi Undang-Undang

Pengesahan RUU Provinsi menjadi Undang-undang (UU) bertujuan untuk mendukung percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah tersebut.

oleh Gilar Ramdhani pada 01 Jul 2022, 11:56 WIB
Diperbarui 08 Jul 2022, 15:06 WIB
DPR Sahkan Lima RUU Provinsi Jadi Undang-Undang
Suasana Rapat Paripurna DPR RI ke-26 masa persidangan V tahun sidang 2021-2022. (Foto: Devi/rni)

Liputan6.com, Jakarta Rapat Paripurna DPR RI ke-26 masa persidangan V tahun sidang 2021-2022, Kamis (30/6/2022), secara resmi mengesahkan Lima Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi, yakni RUU tentang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), RUU tentang Provinsi Riau, RUU tentang Provinsi Jambi, RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi undang-undang.

Keputusan itu diambil setelah Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rapat Paripurna, meminta persetujuan dari seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat pengambilan keputusan tingkat II itu. Teriakan kata “setuju” dari seluruh anggota DPR yang hadir, baik secara langsung, maupun virtual semakin menasbihkan bahwa RUU tersebut akan segera menjadi undang-undang.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, saat membacakan laporan panitia kerja (Panja) mengungkapkan alasan Komisi II DPR membawa RUU tersebut untuk disahkan menjadi Undang-undang (UU) bertujuan untuk mendukung percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah tersebut.

"Dengan disahkannya menjadi undang-undang, RUU Provinsi Sumbar, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, diharapkan dapat mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui potensi sumber daya alam, suku bangsa, budaya, pola arah dan prioritas pembangunan provinsi, serta permasalahan personel aset dan dokumen di provinsi," ujar Junimart Girsang.

Selain itu, dirinya menyatakan, RUU lima provinsi tersebut dibuat dalam rangka penataan ulang dasar hukum pembentukan provinsi tersebut, karena masih berdasarkan UUDS 1950 (UU Republik Indonesia Serikat/RIS), sementara konstitusi mensyaratkan kembali kepada UUD NRI 1945.

Penataan Ulang Dasar Hukum

Sementara, saat ini UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dan bersifat fundamental, dan merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada Indonesia. Dengan kata lain seluruh peraturan perundang-undang di Indonesia harus mengacu pada UUD 1945. Sedangkan UU pembentukan Provinsi yang ada selama ini sudah tidak cocok dengan konsep otonomi daerah. Selain itu pembentukan setiap provinsi perlu  memiliki undang-undang pembentukannya sendiri-sendiri, artinya tidak digabung dalam satu Undang-undang.

“Hal ini sesuai dengan amanat pasal 18 ayat 1 UUD 1945 bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu Komisi II DPR RI ini memandang perlu untuk melakukan penataan terhadap dasar pembentukan provinsi yang masih tergabung dengan provinsi lainnya tersebut,” ungkap Junimart dalam laporan Komisi II DPR yang dibacakannya di Rapat Paripurna DPR RI 

Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR pada 8 Februari 2022 lalu menyetujui lima RUU tentang provinsi menjadi RUU usul inisiatif DPR. Pengambilan keputusan dilakukan usai fraksi-fraksi DPR menyampaikan pandangannya terhadap lima RUU pembentukan provinsi tersebut.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya