Ketum PPP Usul Cawapres KIB dari Non Parpol, Siapa Paling Berpotensi?

Suharso Monoarfa mengatakan, pemilihan calon wakil presiden menjadi sangat penting. Menurut dia, ada beberapa nama potensial yang sudah beredar.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2022, 14:44 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2022, 14:01 WIB
Momen Presiden Jokowi Bertemu Ketua Umum Parpol Koalisi Jelang Perombakan Kabinet
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar tiba di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 15 Juni 2022. Presiden Jokowi mengundang para ketum partai politik menjelang perombakan atau reshuffle kabinet. (Foto: Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa mengungkap, syarat calon presiden dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) adalah kader partai politik. Koalisi yang terdiri dari Golkar, PPP dan PAN itu mendorong para ketumnya untuk diusung dalam Pemilu 2024.

Terkait hal itu, peneliti SMRC, Sirojuddin Abas menilai, wajar apabila Golkar menyodorkan nama Airlangga Hartarto sebagai calon presiden. Terlebih, hal itu sudah diputuskan dalam forum resmi parpol, yakni rakernas dan munas.

Menurut dia, saat ini kesempatan emas untuk Airlangga untuk bekerja lebih baik. Tujuannya, supaya lebih dikenal dan disukai pemilih. 

"Itulah dua syarat utama agar dia bisa meningkatkan elektabilitasnya," jelas Sirojuddin saat dihubungi merdeka.com, Kamis, 21 Juli 2022. 

Sirojuddin juga mengatakan, pemilihan calon wakil presiden menjadi sangat penting guna membantu mendongkrak elektabilitas Airlangga nantinya. Menurut dia, ada beberapa nama potensial yang sudah beredar.

Misalnya, kata dia, nama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Panglima TNI Andika Perkasa dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

"Jika dipasangkan dengan Airlangga, mereka punya kontribusi yang berbeda. Tergantung pula apakah Airlangga ditempatkan di nomor 1 atau 2," tegas Sirojuddin.

Dia menekankan, simulasi pasangan Capres/Cawapres tidak hanya ditentukan oleh kualitas pasangan. Tetapi juga oleh sejumlah faktor lain. Misalnya, konteks makro-politik, ekonomi dan keamanan nasional.

"Juga faktor siapa pasangan yang akan dihadapinya. Sebab, setiap tokoh biasanya memiliki kekuatan basis dukungan yang khas," tambah dia.

Jika ingin menghindari risiko politik identitas, kata dia, maka sebaiknya lihat juga rekam jejak calonnya.

"Tetapi itu tidak cukup. Yang lebih penting adalah komitmen kuat dari elite-elite pimpinan partainya untuk tidak menggunakan isu SARA untuk memenangi kompetisi politik," ujar dia lagi.

Jika pimpinan partai tidak punya komitmen kuat untuk menghindari itu, kata dia, calon tidak akan bisa menahan dorongan pengusungnya untuk menggunakan taktik politik berbasis SARA tersebut.

 

 Capres Harus Kader Parpol

Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto didampingi Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum PPP Suharso Monoarfa mengumumkan koalisi parpol untuk Pemilu 2024
Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto didampingi Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum PPP Suharso Monoarfa mengumumkan koalisi parpol untuk Pemilu 2024. Kesepakatan politik ini disampaikan di Rumah Heritage Jakarta, Kamis (12/5/2022) malam. (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Sebelumnya diberitakan, Ketua umum PPP Suharso mengatakan syarat utama bagi seseorang yang diusung sebagai kepala daerah hingga presiden adalah kader partai. Hal tersebut merupakan tradisi yang tak boleh dirusak.

"Bung Karno sampai dengan pak Jokowi, itu semua kader partai yang jadi presiden, betul tidak? Jadi kita berharap ke depan jangan dirusak tradisi itu," ucap dia.

"Harusnya adalah kader partai, jadi siapa yang mau jadi presiden harus masuk ke partai karena setengah mati kita mengurusi partai terus ada orang lain cepluk masuk saja begitu," ia melanjutkan.

Meski begitu, menurut dia ada pengecualian bagi jabatan wakil yang bisa diisi oleh orang non partai untuk menunjukan Demokrasi.

"Kalau wakil presiden ya mungkin gitu ya, masih mungkin non partai, untuk menunjukkan bahwa partai politik itu demokratis dan bisa membuka peluang juga, jadi bukan dia berarti mendiskriminasi, enggak," Jelas dia.

"Tapi juga orang partai politik jangan didiskriminasi selama profesional, jadi seimbang gitu ya. Jadi orang politik juga banyak yang profesional," pungkasnya.

Infografis Golkar, PAN dan PPP Bentuk Koalisi Indonesia Bersatu. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Golkar, PAN dan PPP Bentuk Koalisi Indonesia Bersatu. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya