DPR Pertanyakan Sanksi Perusahaan Tambang di Kaltara Diduga Cemari Lingkungan

Anggota Fraksi PDIP tersebut menilai, selama belasan tahun sejak perusahaan tersebut berdiri, telah mengabaikan standar manajemen pengelolaan limbah sebagaimana yang diharuskan oleh regulasi dan kelayakan teknis operasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Agu 2022, 17:22 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2022, 12:20 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus
Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Deddy Yevri Sitorus, Anggota Komisi 6 DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara (Kaltara), mengapresiasi keputusan Kementerian ESDM yang menghentikan operasional salah satu perusahaan tambang di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara usai jebolnya tanggul penampung limbah raksasa beberapa waktu lalu.

Tetapi Deddy juga menyayangkan keputusan tersebut hanya sebatas penghentian operasional sementara untuk perbaikan tanggul limbah.

“Saya berterima kasih atas respon cepat Bapak Menteri ESDM yang langsung menurunkan tim ke lapangan sehati setelah bencana besar itu. Tetapi kenapa sama sekali tidak ada sanksi maupun evaluasi terhadap kinerja dari perusahaan tambang yang terbukti setiap tahun mengalami tanggul jebol yang menyebabkan bencana lingkungan dahsyat dan sangat merugikan masyarakat?” kata Deddy, Minggu (28/8/2022).

Anggota Fraksi PDIP tersebut menilai, selama belasan tahun sejak perusahaan tersebut berdiri, telah mengabaikan standar manajemen pengelolaan limbah sebagaimana yang diharuskan oleh regulasi dan kelayakan teknis operasional.

Hal inilah yang menyebabkan kehancuran ekologis Sungai Malinau. Karena sepanjang tahun mencemari, merusak sumber pencaharian masyarakat nelayan dan tambak rakyat, serta menghancurkan pasokan air bersih PDAM. “Setiap tahun selama enam tahun terakhir tanggulnya jebol dan membunuh ratusan ribu ikan di sungai dan tambak rakyat,” ujar Deddy.

Maka bagi Deddy, semua hal itu sudah memenuhi syarat pidana lingkungan dan kejahatan korporasi. “Saya menyarankan agar Kementerian mencabut izin perusahaan tambang tersebut dan melelang ulang konsesi di lokasi tersebut sehingga perusahaan yang lebih bertanggung jawab dapat berinventasi di sana,” katanya.

 


Tunggu Investigasi Polda Kaltara

Lebih jauh, Deddy menyatakan rakyat menunggu investigasi Polda Kaltara terkait dugaan kejahatan KPUC. Juga hasil investigasi Tim Penegakan Hukum dari Kementerian Hukum dan Lingkungan Hidup mengenai dampak lingkungan yang terjadi.

“Bencana ekologis yang diciptakan oleh perusahaan tersebut bukanlah sekedar banjir air kotor dan lumpur. Kematian ratusan ribu ikan sepanjang sungai Malinau yang melintasi 2 kabupaten itu juga disebabkan oleh kandungan polutan unsur logam,” ungkap Deddy.

Deddy mengatakan dirinya akan mendorong Kementerian Kesehatan RI untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap masyarakat. Sebab banyak laporan masyarakat mengalami gatal-gatal dan infeksi jika mandi di sungai itu.

Mantan aktivis lingkungan hidup (WALHI) tersebut menyatakan akan terus mengawal masalah ini hingga perusahaan bertanggung jawab terhadap semua penderitaan yang ditimbulkan oleh mereka. “Kami akan menyiapkan bantuan hukum bagi masyarakat untuk melakukan gugatan pidana, perdata dan class action jika keadilan tidak didapatkan dalam masalah ini,” tutup Deddy.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya