Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan berharap agar Polri dapat menuntaskan kasus kematian Brigadir J atau Yoshua secara profesional, transparan, dan akuntabel. Sehingga hal tersebut menjadi penegasan reformasi di tubuh kepolisian.
Koalisi ini terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Imparsial, Human Rights Working Group (HRWG), KontraS, ICW, YLBHI, ICJR, Setara Institute, Elsam, Public Virtue, Centra Initiative, LBH Pers, LBH Masyarakat, dan Walhi.
"Koalisi menilai terkait dengan kematian Brigadir J yang menjadi sorotan publik beberapa hari belakangan ini, tentu perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan organisasi Polri untuk menyelesaikannya. Proses hukum terhadap kasus ini perlu dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta menjadi penegaskan kembali akan reformasi Polri," tutur Direktur PBHI Julius Ibrani kepada wartawan, Kamis (28/7/2022).
Advertisement
Julius menyampaikan, reformasi mensyaratkan perlunya penghormatan pada prinsip-prinsip negara hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam kerangka reformasi sektor keamanan tersebut, Polri sebagai bagian dari institusi aparat penegak hukum perlu menjalankan tugas dan fungsinya secara professional, akuntabel, dan transparan.
"Dalam perjalanannya, proses reformasi kepolisian masih menyisakan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Salah satu persoalan yang perlu dibenahi adalah terkait dengan masih terjadinya penggunaan kekuatan dan penyalahgunaan kewenangan yang tidak proporsional dan berlebihan, yang berdampak pada terjadinya aksi-aksi kekerasan dan tindakan sewenang-wenang lainnya," jelas dia.
Peneliti Senior Imparsial, Al Araf turut meminta Polri dapat membuka secara terang benderang berbagai fakta hukum terkait kasus kematian Brigadir Yosua. Jangan sampai ada sedikitpun temuan yang ditutupi dari publik.
"Koalisi menilai beragam spekulasi dan kejanggalan yang berujung pada pertanyaan di publik dan keluarga korban terkait dengan kasus ini perlu dijawab secara transparan dan akuntabel oleh tim yang telah dibentuk oleh Polri. Kerja tim dalam menyelesaikan kasus ini akan menjadi perhatian serius oleh masyarakat, sehingga pengawasan oleh masyarakat menjadi bagian elemen penting dalam menuntaskan kasus ini," kata Araf.
Desak Pengawasan Kompolnas dan Komnas HAM
Lebih lanjut, Direktur HRWG Daniel Awigra mendesak agar peran lembaga eksternal seperti Kompolnas dan Komnas HAM dapat maksimal melakukan pengawasan yang efektif terhadap kasus tersebut.
Mereka harus bekerja secara professional dan menjaga jarak dalam melakukan tugas pengawasan, demi tercapainya independensi dan akuntabel.
"Khusus penggunaan kekuatan senjata api oleh kepolisian, kami menilai memang menjadi masalah serius yang perlu dibenahi dalam institusi kepolisian. Aparat kepolisian perlu memperhatikan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum yang dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Fireams by Law Enforcement Officials, mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api," ujar Daniel.
Advertisement