Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak agar Tim Khusus (Timsus) Polri segera melakukan penahanan terhadap tersangka Putri Candrawathi (PC) yang merupakan istri Ferdy Sambo, terkait kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menilai, keputusan penyidik Bareskrim tidak menahan Putri Candrawathi yang telah berstatus tersangka pembunuhan berencana, sebagai ketidakonsistenan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Bahkan IPW mengingatkan Kapolri atas pernyataanya, hukum tidak boleh tumpul ke atas tajam ke bawah. Pak Kapolri harus konsisten terkait hal ini. Dengan kedudukan Ibu PC, sebagai pejabat utama Polri ternyata pernyataan Pak Kapolri tidak konsisten," tutur Sugeng saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (4/9/2022).
Advertisement
"Ketidakkonsistenan Timsus ini menunjukkan perilaku diskriminatif kepada warga lain," sambungnya.
Sugeng menegaskan sejumlah alasan yang mengharuskan Putri Candrawathi segera ditahan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
"Satu, syarat objektif penahanan terpenuhi, apalagi kasus ini adalah kasus pembunuhan berencana dan Ibu PC sebagai tersangka pembunuhan berencana. Penyidik harus konsisten ketika penyidik telah menetapkan Ibu PC sebagai tersangka pembunuhan berencana harus ditahan," jelas dia.
Kemudian yang kedua, lanjutnya, Putri Candrawathi tidak koperatif. Hal itu terbukti dengan adanya keterangan yang berbeda antara istri Ferdy Sambo itu dengan saksi maupun tersangka yang lain.
"Hal tersebut adalah dapat dikualifikasikan Ibu PC tidak koperatif. Salah satu alasan penahanan adalah tidak koperatif," kata Ketua IPW.
Adapun ketiga, Timsus Polri telah menunjukkan sikap diskriminatif, lantaran dalam perkara lainnya banyak masyarakat yang tetap ditahan polisi atas kasus yang menjeratnya.
"Banyak wanita di dalam kelompok di bawah, masyarakat bawah, tetap ditahan oleh polisi terkait kasus yang menimpa mereka," kata Sugeng menandaskan.
Respons Komnas Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai kebijakan polisi tidak menahan Putri Candrawathi sebagai perempuan berhadapan hukum (PBH) seharusnya juga berlaku kepada semua wanita dengan kondisi yang sama.
"Jadi sebenarnya ini bukan keistimewaan, tapi semestinya berlaku untuk semua PBH yang sedang maternitas (fungsi seperti hamil, menyusui, dan mengasuh anak)," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah saat dihubungi merdeka.com, Minggu (4/8/2022).
Siti menyampaikan, bahwa pihaknya juga melakukan hal sama kepada para wanita yang berhadapan dengan hukum. Komnas Perempuan selalu berusaha memberikan perlindungan dan advokasi apabila sedang maternitas.
"Terhadap kasus-kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan untuk PBH yang sedang menjalani maternitas seperti kasus petani perempuan di Jambi, juga di NTT. Kami merekomendasikan untuk tidak dilakukan penahanan berbasis rutan," ucapnya.
Siti lantas menyoroti mengapa dalam praktiknya kerap kali ada perbedaan dalam proses penahanan. Menurutnya, hal ini terjadi karena tidak adanya mekanisme kontrol untuk proses penahanan, tetapi hanya ada pengujian dalam gugatan praperadilan.
Advertisement
Lapas Harus Sediakan Fasilitas untuk Hak Anak
"Dalam HAM, penahanan itu harus diuji sah atau tidaknya oleh hakim pendahuluan. Karena KUHAP tidak mengatur juga ada perbedaan pemahaman di kepolisian, maka keberlakuannya berbeda," ucapnya.
Siti mengatakan bahwa perbandingan kasus terhadap Putri yang tidak ditahan harus dipahami masih sebagai tersangka, bukan terpidana yang telah diputus bersalah oleh pengadilan.
Apabila sudah dijatuhi pidana di pengadilan, maka semua perempuan dapat membawa anaknya ke penjara sampai dengan usia 3 tahun. Setelah 3 tahun dipisahkan sampai si ibu menyelesaikan pidananya.
Dengan demikian, maka Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) harus menyediakan fasilitas untuk pemenuhan hak-hak anak yang ikut ibunya menjalani pidana.
"Saya memahami rasa ketidakadilan publik, tapi kita juga harus melihat aturan hukum dan keterbatasannya," kata Siti menandaskan.