Liputan6.com, Jakarta - Polri telah menerima memori banding Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Ferdy Sambo (FS) atas sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
"Baru satu, yang akan digelar Minggu depan baru terkait Irjen FS, baru satu, yang lainnya nanti akan berproses," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (15/9/2022).
Baca Juga
Selain Ferdy Sambo, ada empat polisi yang juga dikenakan sanksi PTDH alias pemecatan. Seluruhnya pun mengajukan banding atas putusan Sidang KKEP tersebut.
Advertisement
"Sidang banding ini jangan disamakan dengan sidang kode etik yang seperti lalu, sidang banding sifatnya hanya rapat kemudian hasil rapat itu nanti memutuskan kolektif kolegial, apa keputusannya mengingatkan, menolak, atau menerima nanti kita tunggu," jelas dia.
Berdasarkan informasi, Sidang Banding KKEP nanti akan dipimpin oleh Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto.
"Ketua Komisi bintang 3 (yang pimpin), nanti saya sampaikan. Jangan disebut namanya, yang penting bintang 3," Dedi menandaskan.
Â
Ferdy Sambo Dipecat
Polri telah menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan terhadap sejumlah anggota yang tersandung kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Mulai dari Ferdy Sambo hingga perwira yang terlibat upaya pengaburan fakta atau obstruction of justice dalam perkara tersebut.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah menyampaikan, seluruh anggota polisi yang disanksi PTDH dalam kasus Brigadir J mengajukan banding. Meski begitu, pihaknya belum menerima memori banding tersebut.
"Sampai dengan hari ini yang jelas dari Sekretariat Kode Etik tetap mempersiapkan untuk sidang banding, karena setiap terduga pelanggar atau sekarang sudah dinyatakan pelanggar menyatakan banding, kecuali AKBP Pujiyarto ya. Jadi kita tunggu masing-masing 21 hari," tutur Nurul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (12/9/2022).
Sejauh ini, tercatat sudah ada lima polisi yang dipecat imbas kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo selaku mantan Kadiv Propam Polri, Kompol Chuck Putranto selaku mantan PS Kassubag Audit Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri, dan Kompol Baiquni Wibowo selaku mantan PS Kasubbag Riksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri.
Kemudian Kombes Agus Nurpatria selaku mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, dan AKBP Jerry Raymond Siagian selaku mantan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Adapun yang terbaru memang Polri sendiri telah menjatuhkan sanksi PTDH alias pemecatan terhadap mantan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadirreskrimum) Polda Metro Jaya AKBP Jerry Raymond Siagian.
"Atas putusan tersebut pelanggar menyatakan banding," jelas Nurul.
Advertisement
Tidak Profesional
Pemecatan terhadap AKBP Jerry Siagian dilakukan lewat Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, pada Jumat 9 September sore hingga Sabtu 10 September 2022 pagi.
"Sanksi administratif yaitu A, penempatan khusus selama 29 hari dari tanggal 11 Agustus sampai dengan 9 September 2022 di Rutan Mako Brimob Polri dan penempatan di tempat khusus tersebut telah dijalani oleh pelanggar. B, pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri," tutur majelis Sidang KKEP yang ditayangkan dalam akun Instagram @polritvradio, seperti dikutip, Sabtu 10 September 2022.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, mantan Wadir Krimum AKBP Jerry dan mantan Kasubdit Renakta AKBP Pujiyarto disidang etik karena diduga tidak profesional dalam menindaklanjuti dua laporan polisi.
Laporan pertama terkait pelecehan seksual istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Kala itu, dugaan pelecehan diklaim Sambo cs sebagai penyebab terjadinya pembunuhan terhadap Brigadir J, dan laporan kedua soal percobaan pembunuhan istri Ferdy Sambo.
Pada laporan itu tertuang nama Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sebagai pihak yang dilaporkan.
"Bentuk pelanggarannya adalah ketidakprofesionalan yang bersangkutan dalam menindaklanjuti penanganan laporan polisi nomor LP B 1630 VII 2022/SPKT/ POLRES Jakarta selatan tanggal 9 Juli 2022. Ini LP yang terkait masalah percobaan pembunuhan yang dilaporkan dan dugaan pelecehan seksual. Ini yang ditangani, yang bersangkutan tidak professional dan LP tersebut oleh Bareskrim sudah diberhentikan," kata Dedi, di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat 9 September 2022.
Dia menuturkan, pelanggaran etik oleh mantan Wadir Krimum AKBP Jerry Siagian termasuk pelanggaran kode etik tingkat berat.
"Untuk AKBP P pelanggaran kode etik ringan dan AKBP J Pelanggaran kode etik berat," kata Dedi.
Â
Â
Perusakan CCTV
Kemudian untuk pelanggaran Kombes Agus Nurpatria selaku mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, dia melakukan permufakatan untuk tindakan obstruction of justice dalam penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.
"Satu tambahan lagi dari Pak Karo adalah permufakatan untuk melakukan penghalang-halangan penyidikan," ujar Dedi kepada wartawan, Rabu 7 September 2022.
Dedi juga mengungkap bahwa pelanggaran yang dilakukan Kombes Agus Nurpatria juga berkaitan dengan pengerusakan CCTV hingga melaksanakan olah TKP tidak profesional.
"Saya ulangi, kemarin sudah disampaikan peran yang bersangkutan satu melakukan pengerusakan terkait CCTV yang ada di pos satpam. Yang kedua di dalam melaksanakan olah TKP dia juga ada hal yang tidak profesional dari yang dia lakukan. Dan itu terbukti di persidangan," tuturnya.
Adapun Kompol Chuck Putranto selaku mantan PS Kassubag Audit Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri, dan Kompol Baiquni Wibowo selaku mantan PS Kasubbag Riksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri, lanjut Dedi, keduanya memiliki peran yang sama dalam upaya pengaburan fakta dan pengerusakan barang bukti di kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
"Perannya BW sama dengan Pak CP, aktif untuk mengambil CCTV, menghilangkan CCTV itu yang paling berat," tutur Dedi kepada wartawan, Minggu 4 September 2022.
Upaya tersebut, lanjut Dedi, membuat proses penyidikan awal terganggu dan menyulitkan penggalian fakta perkara tindak pidana. Perbuatan keduanya pun dikenakan sanksi etika yakni perilaku pelanggaran sebagai perbuatan tercela.
"Menghancurkan, menghilangkan, mengambil CCTV," kata Dedi.
Advertisement