Dewan Pers Saran Bentuk Tim Independen Ungkap Kasus Meninggalnya 9 Jurnalis

Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya menyarankan pembentukan tim independen untuk mengungkap meninggalnya sembilan jurnalis di Indonesia.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Okt 2022, 16:06 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2022, 16:06 WIB
Ilustrasi jurnalis, wartawan, pers, media. (Freepik/Macrovector)
Ilustrasi jurnalis, wartawan, pers. (Freepik/Macrovector)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya menyarankan pembentukan tim independen untuk mengungkap meninggalnya sembilan jurnalis di Indonesia.

Adapun, tim independen terdiri dari beberapa stakeholder terkait termasuk Polri.

"Membentuk tim independen dengan melibatkan pihak terkait, mungkin dari Polri, LPSK, Komnas HAM dan lain-lain," ujar Agung dalam webinar Mati Karena Berita, Kisah Tewasnya Sembilan Jurnalis Indonesia, Rabu (12/10/2022).

Agung berharap tim independen ini tidak hanya berisi dari pihak koalisi seperti Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) dan LBH Pers saja. Menurutnya, dengan dibentuknya tim independen ini maka semua pihak memiliki tanggung jawab agar kasus ini terungkap.

Dia menyebut nantinya temuan-temuan dari para koalisi dan aparat pengak hukum bisa digabungkan. Nantinya jika terungkap maka semua institusi merasa bangga lantaran mampu mengungkap kasus ini.

"Mari kita dorong bersama agar menjadi tanggungjawab bersama, harapannya tuntas? Dari polri boleh kita masukan ke dalam tim, kenapa? Ya biar kita semua masing-masing ada tanggungjawabnya," kata Agung.

"Dalam hal ini biar enggak ada kesan saling menutupi (temuan-temuan atau bukti)," dia menambahkan.

 

Taruh Perhatian Serius

Agung memastikan Dewan Pers menaruh perhatian serius dalam kasus ini.

"Dewan pers memberikan konsen terhadap kasus ini," kata Agung.

Saran Dewan Pers ini direspons baik oleh Humas Polri. Kombes Pol Umi Fadilah Astuti dari Humas polri menyebut pihaknya siap menjadi bagian dari tim independen tersebut.

"Kami setuju dengan membuat tim, maju bersama, insyaAllah kita bisa mewujudkan harapan teman-teman," kata dia.

Dia menyebut Polri komitmen membantu mengungkap kembali kasus kematian para jurnalis yang hingga kini masih gelap.

"Kami dari Polri memiliki komitmen agar kasus ini bisa terungkap kembali, ini ada kejahatannya pasti ada pelakunya. Kasus delapan dari sembilan jurnalis ini tidak terungkap, kami ingin tahu apa yang menjadi kendala dari teman-teman periset," kata dia. 

Belum ada Kejelasan

Menurut Mona Ervita dari LBH Pers, kasus kematian para jurnalis hingga kini tidak ada kejelasan. Dia berpadangan kasus ini serupa dengan kasus meninggalnya aktivis HAM Munir.

"Proses hukum tidak ada kejelasan sampai sekarang, bahkan ada aktor baru disuruh jadi pelaku, kayak kasus Munir yang dibumbui drama-drama yang membuat publik fokus ke yang lain, bukan aktor utama," kata dia.

"Negara berkewajiban menuntaskan kasus-kasus ini, jurnalis ini tatarannya sama seperti pembela HAM," dia menandaskan.

Sementara Novan Ivanhoe Saleh dari Kemenkopolhukam, menyarankan agar Dewan Pers membuat regulasi yang jelas tentang pengamanan kerja para jurnalis di Indonesia.

"Di luar negeri kalau wartawan sudah memperlihatkan id pers, itu tidak akan ada yang mengganggu, tapi kalau di nasional kita, itu apa yang bisa menguatkan perlindungan terhadap jurnalis? Nah ada baiknya regulasi penguatan perlindungan bagi jurnalis perlu dikuatkan, saya rasa Dewan Pers perlu mempertimbangkan itu," kata dia.

 

9 Jurnalis

Adapun sembilan jurnalis yang diduga meninggal karena pemberitaan yakni:

1. Fuad M Syafruddin alias Udin

Udin adalah wartawan Harian Bernas Yogyakarta. Dia meninggal pada 16 Agustus 1996 karena dibunuh orang tak dikenal. Udin diketahui kerap mengkritik kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul yang ketika itu dipimpin Bupati Bantul Sri Roso. Udin juga banyak menulis tentang kasus korupsi dan bobroknya pemerintahan Bantul saat itu.

2. Naimullah

Jurnalis Harian Sinar Pagi ini ditemukan tewas di mobilnya yang terparkir di Pantai Penimbungan, Kalimantan Barat, pada 25 Juli 1997. Kematiannya diduga kuat terkait tulisan-tulisannya terkait hubungan polisi dan pelaku pembalakan liar di Kalimantan. Hingga kini tak ada pengusutan yang serius mengenai kasus pembunuhan Naimullah.

3. Agus Mulyawan

Jurnalis Asia Press ini meninggal pada 25 September 1999 di Timor Timur, tak lama setelah referendum yang menandai lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Dia meninggal dalam penembakan di Pelabuhan Qom, Los Palos, yang diduga dilakukan oleh milisi yang dibina militer Indonesia. Tujuh orang lainnya turut meninggal dalam peristiwa itu.

4. Muhammad Jamaluddin

Juru kamera stasiun televisi TVRI ini bekerja di Aceh dan hilang sejak 20 Mei 2003. Dia ditemukan satu bulan kemudian di sebuah sungai dalam kondisi terikat, banyak luka, dan tak bernyawa. Pembunuhan Jamaluddin diduga terkait dengan liputannya soal konflik Aceh. Ketika itu, konflik tengah memuncak menyusul pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

5. Ersa Siregar

Jurnalis stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) ini meninggal pada 29 Desember 2003 saat meliput konflik di Aceh. Dia terjebak dalam baku tembak antara pasukan Gerakan Aceh Merdeka dan Tentara Nasional Indonesia di Desa Alue Matang Aron.

Kepala Staf Angkatan Darat ketika itu, Ryamizard Ryacudu mengakui peluru yang menewaskan Ersa merupakan milik TNI. Namun, hingga kini tak pernah ada langkah hukum atas terbunuhnya Ersa.

6. Herliyanto

Herliyanto adalah jurnalis Tabloid Delta Pos Sidoarjo, Dia ditemukan tewas di hutan jati Desa Tarokan, Banyuanyar, Probolinggo, pada 29 April 2006. Herliyanto diduga dibunuh karena tulisan-tulisan yang dia tulis, yaitu kasus korupsi penyelewenangan beras yang akhirnya menyeret kepala desa ke penjara. Polisi sempat menangkap tiga orang dan menetapkan mereka sebagai tersangka. Namun, pengadilan membebaskan ketiganya dan tak pernah ada tersangka baru dalam kasus ini.

7. Ardiansyah Matra'is Wibisono

Jurnalis stasiun televisi lokal di Merauke ini ditemukan tewas pada 29 Juli 2010 di kawasan Gudang Arang Sungai Maro, Merauke. Matra'is diduga dibunuh lantaran liputannya terkait persaingan politik para pejabat daerah memperebutkan proyek agrobisnis.

8. Alfred Mirulewan

Jurnalis Tabloid Pelangi di Maluku ini ditemukan tewas pada 18 Desember 2010. Alfred diduga dibunuh karena liputannya terkait kelangkaan bensin di Pulau Kisar. Polisi sebenarnya sudah menangkap empat orang pelaku yang kemudian divonis bersalah di pengadilan. Namun, terdapat pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa penetapan tersangka itu direkayasa, sedangkan pelaku sesungguhnya belum tertangkap.

9. Ridwan Salamun

Ridwan adalah koresponden SUN TV yang dibunuh massa saat meliput perkelahian di Tual, Maluku pada 2010. Di persidangan, hakim memutus bebas para terdakwa yang membunuh Ridwan. Kendati sudah meninggal, Ridwan juga masih saja ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap terlibat dalam kerusuhan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya