Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, Amnesty Internasional Minta Pelaku Diadili

Menurut Amnesty Internasional Indonesia, pengakuan Jokowi terdapat 12 pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di Indonesia tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 12 Jan 2023, 09:59 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2023, 09:59 WIB
Pemerintah Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Presiden Joko Widodo didampingi Ketua Dewan Pengarah Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. (FOTO: Muchlis Jr-Biro Pres Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta Amnesty Internasional Indonesia angkat suara atas pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut Amnesty Internasional Indonesia, pengakuan Jokowi terdapat 12 pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di Indonesia tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum.

“Meski kami menghargai sikap Presiden Widodo dalam mengakui terjadinya pelanggaran HAM sejak tahun 1960-an di Indonesia, pernyataan ini sudah lama tertunda mengingat penderitaan para korban yang dibiarkan dalam kegelapan tanpa keadilan, kebenaran, dan pemulihan selama beberapa dekade,” tulis Amnesty Internasional Indonesia dalam keterangan pers diterima, Kamis (12/1/2023).

Amnesty Internasional Indonesia mendorong, pemerintah Indonesia juga berupaya mengadili mereka yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu. Jika tidak, maka apa yang diakui Jokowi hanya akan menambah garam pada luka korban dan keluarganya. 

“Sederhananya, pernyataan Presiden tersebut tidak besar artinya tanpa adanya akuntabilitas,” tegas Amnesty Internasional Indonesia.

Amnesty Internasional Indonesia menilai, sesungguhnya pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia ada lebih dari 12 peristiwa. Artinya telah terjadi pengabaian terhadap kengerian kejahatan yang sudah terkenal lainnya, seperti pelanggaran yang dilakukan selama pendudukan dan invasi Timor Timur, Tragedi Tanjung Priok 1984, peristiwa penyerangan 27 Juli 1996, atau kasus pembunuhan Munir.

“Jika Presiden serius bicara kasus yang terjadi setelah tahun 2000. Itu seharusnya juga disebutkan,” dorong Amnesty Internasional Indonesia.

Amnesty Internasional Indonesia mencatat, pengabaian adalah tindak kelalaian dan menjaxi penghinaan bagi banyak korban. Sebab, patut diduga proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan setengah hati terhadap empat kasus yang tidak disebutkan tersebut.

“Jika Presiden benar-benar berkomitmen untuk mencegah terulangnya kembali pelanggaran HAM berat, pihak berwenang Indonesia harus segera, efektif, menyeluruh, dan tidak memihak menyelidiki semua orang yang diduga bertanggung jawab,” Amnesty Internasional Indonesia memungkasi.

Jokowi: Saya Mengakui Telah Terjadi Pelanggaran HAM Berat di Berbagai Peristiwa

Pemerintah Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Presiden Joko Widodo didampingi Ketua Dewan Pengarah Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. (FOTO: Muchlis Jr-Biro Pres Sekretariat Presiden)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui, telah terjadi pelanggaran HAM berat di Indonesia. Hal itu diamini kepala negara usai membaca laporan dari tim penyelesaian Yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” kata presiden saat jumpa pers di Istana Negara Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Jokowi mengaku menyesal, insiden pelanggaran HAM berat terjadi di Tanah Air. Sebagai langkah konkrit dan tindaklanjut dari pengakuan dan penyesalannya, Jokowi meminta hak korban dan nama baik mereka bisa dipulihkan.

“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban, oleh karena itu yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menigasikan penyelesaian Yudisial,” jelas presiden.

Jokowi berharap, pelanggaran HAM berat tidak lagi terulang di masa depan. Oleh karena itu, dia berjanji akan terus mengawal pemulihan hak para korban dan keluarganya sebagai bentuk kesungguhan.

“Pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang dan saya minta kepada Menteri Koordinator politik hukum dan keamanan menkopolhukam untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar kedua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik,” Jokowi menandasi.

Berikut, daftar pelanggaran HAM berat yang diakui dan disesali oleh pemerintah Indonesia:

- peristiwa 1965-1966 

- peristiwa penembakan misterius 1982 1985,

- peristiwa Taman Sari Lampung 1989,

- peristiwa rumah gedong dan pos statis di Aceh 1989,

- peristiwa penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998

- peristiwa kerusuhan Mei 1998 

- peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999

- peristiwa pembunuhan dukun santet 1998 1999,

- peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999,

- peristiwa wasior di Papua 2001-2002

- peristiwa Wamena Papua di 2003

- peristiwa jambu Kapuk di Aceh tahun 2023 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya