Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Ferdy Sambo mengungkapkan bahwa kehidupannya berubah drastis setelah 165 hari mendekam di ruang tahanan.
Pernyataan itu sebagaimana disampaikan saat membacakan pledoi atau nota pembelaan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Berada dalam tahanan berarti kehilangan kemerdekaan dalam hidup sebagai manusia yang selama ini saya nikmati, jauh dari berbagai fasilitas, kehilangan kehangatan keluarga, sahabat dan handaitolan. Semua hakikat kebahagiaan dalam kehidupan manusia yang sebelumnya saya rasakan sungguh telah sirna berganti menjadi suram, sepi, dan gelap," papar Sambo.
Advertisement
Sambo menerangkan, ia terus merenung di dalam jeruji tahanan yang sempit. Betapa rapuhnya kehidupannya sebagai manusia.
Tak pernah terbayangkan jika sebelumnya kehidupan begitu terhormat dalam sekejap terperosok dalam nestapa dan kesulitan yang tidak terperikan.
"Demikianlah penyesalan kerab tiba belakangan, tertinggal oleh amarah dan murka yang mendahului," ujar Sambo.
Tuduhan Keji yang Melekat
Selain itu. Sambo juga tak bisa membanyangkan keluarga dapat terus melanjutkan dan menjalani kehidupan sebagai seorang manusia, juga sebagai warga masyarakat, dengan berbagai tuduhan keji yang melekat sepanjang perjalanan hidupnya.
"Meski demikian, istri, keluarga terkhusus anak-anak dengan penuh kasih dan kesabaran, tak pernah berhenti untuk menguatkan dan meyakinkan bahwa harapan akan keadilan sejati masih ada walaupun hanya setitik saja. Karenanya, saya tidak boleh berhenti menantikan keadilan," ujar Sambo.
Karenaya, Sambo sangat berharap Majelis Hakim memutuskan perkara dengan penuh kebijaksanaan.
"Putusan yang akan menentukan nasib perjalanan kehidupan saya dan keluarga," ujar Sambo.
Advertisement