Menguak Perjanjian Politik Anies-Prabowo

Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Sandiaga Uno, buka suara soal perjanjian politik Ketua Umumnya Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

oleh Jonathan Pandapotan Purba diperbarui 01 Feb 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2023, 00:00 WIB
Roemah Djoeang
Anies Baswedan bersalaman dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat menghadiri peresmian Roemah Djoeang di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu (29/7). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Sandiaga Uno, buka suara soal perjanjian politik Ketua Umumnya Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Ia mengatakan perjanjian yang dibuat jelang Pilgub DKI Jakarta 2017 itu masih berlaku sampai saat ini.

Perjanjian politik itu disebut berisi kesepakatan terkait pencapresan Prabowo dan Anies.

"Kalau perjanjian itu kan pasti berlaku dan jika tidak diakhiri," ujar Sandiaga Uno di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/1/2023).

Sandiaga enggan mengungkap isi perjanjian tersebut agar tidak menjadi bias. Ditanya apakah isi perjanjian yang dibuat tulis tangan Fadli Zon itu berisi agar Anies tidak nyapres bila Prabowo nyapres, Sandiaga hanya bilang isinya demi kepentingan bersama.

"Itu nanti bisa dicek. Mestinya sih bisa dicek di dalam itu. Ditulis tangan sih itu. Jadi perjanjian itu perjanjian yang menurut saya memikirkan kepentingan bangsa dan negara, kepentingan saat itu kita mencalonkan, kepentingan apa yang pak Prabowo harapkan kepada kita berdua dan poinnya," ujar Sandiaga.

Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif ini mengatakan, perjanjian politik itu memiliki legalitas. Ditandangani bertiga antara Prabowo, Sandiaga dan Anies, serta bermaterai.

"Perjanjian itu sih legal, ditandatangan bertiga dan seingat saya ada materainya," jelas Sandiaga.

Sandiaga menjelaskan, fisik daripada surat tersebut saat ini dipegang oleh Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Menurut catatan, lanjut Sandiaga, surat tersebut dinotulensi oleh politisi senior Gerindra, Fadli Zon.

“Saat itu yang ngedraft dan ditulis tangan sendiri oleh Pak Fadli Zon dan setahu saya sekarang dipegang oleh Pak Dasco,” urai Sandiaga.


Soal Kesepakatan Pilpres?

Secara tersirat, Sandiaga tidak menampik jika isi dari surat perjanjian tersebut adalah soal kesepakatan soal Pemilu Presiden seperti yang santer disebut belakangan ini.

Sebagaimana diketahui, diduga dalam butir-butir perjanjian tersebut disebutkan adanya larangan aroma persaingan dalam kontestasi di tingkat pencalonan presiden antara Prabowo dan Anies.

“Isi-isinya lebih etis disampaikan yang punya copy (salinan), saya tidak pegang. Tapi memang perjanjian itu waktu itu dibutuhkan karena harus ada kesepakatan bagaimana kita melangkah ke depan. Koalisi waktu itu ada Gerindra dan PKS, jadi mengatur bagaimana tantangan ke depan. Lebih etis disampaikan dan ditanyakan ke Pak Fadli atau Pak Dasco,” Sandiaga menutup.


Anies Bisa Dipandang Ingkar Janji

Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai bahwa Anies Baswedan dapat dikatakan mengingkari janji apabila apa yang diungkap oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno benar.

"Jika itu memang ada perjanjian maka Anies Baswedan bisa disebut ingkar janji pada Prabowo atau kacang lupa kulitnya, " ujar Arif kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).

Arif menilai, Anies sebenarnya mengetahui perjanjian yang dia sepakati itu. Hal ini terlihat dari pernyataan Anies selama ini yang selalu bilang tidak akan melawan promotornya Prabowo dalam kontestasi politik.

"Mungkin bisa dikatakan Anies lupa bahwa Prabowo orang yang telah menjadi promotornya dalam Pilgub DKI yang berjasa besar mengantarkan menjadi Gubernur," tuturnya.

Menurut Arif, Anies pun perlu hati-hati dengan dengan diungkapnya perjanjian itu oleh Sandiaga. Sebab publik bisa jadi akan melihatnya negatif.

"Ini tentu akan menimbulkan persepsi negatif bahwa Anies adalah orang yang ambisius mengejar kekuasaan," tandasnya.


Dibantah Tim Anies

Tim Capres Anies Baswedan, Sudirman Said, mengakui ada perjanjian antara Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat Pilgub DKI 2017 silam. Namun, perjanjian itu menyangkut utang piutang dan beban logistik Pilgub DKI.

Sudirman mengatakan utang tersebut bisa dianggap lunas apabila pasangan Anies-Sandiaga menang Pilgub DKI. Sehingga, dia menilai perjanjian tersebut sudah tidak berlaku lagi.

"Tapi perjanjian di kata kalau pilkadanya menang utang-piutang selesai dan dianggap sebagai perjuangan bersama," kata Sudirman Said saat dikonfirmasi, Senin (30/1).

Sudirman juga mengaku tidak pernah mendengar perjanjian Prabowo dan Anies menyangkut Pilpres. Dia tahu betul karena ikut berdiskusi dengan Anies dan Sandiaga.

"Mengenai perjanjian pilpres tidak pernah mendengar itu," tegas dia.

Meski membantah soal perjanjian utang, namun Sudirman menyebut pernah diminta Prabowo untuk menanyakan kesediaan Anies menjadi cawapresnya pada 2019 lalu. Akan tetapi, Anies menolak tawaran Prabowo tersebut.

"Berkali-kali saya diskusi jawaban beliau saya akan fokus mengurus Jakarta," ujar Sudirman.

Infografis Harapan Prabowo & Muhaimin Pasca-Peresmian Sekber Gerindra-PKB. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Harapan Prabowo & Muhaimin Pasca-Peresmian Sekber Gerindra-PKB. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya