Liputan6.com, Jakarta - Orangtua almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mengatakan menyiapkan mental dan berharap hakim bersikap bijaksana dalam memberikan hukuman dalam kasus pembunuhan berencana anaknya.
Dikutip dari Antara, Minggu (12/2/2023), orangtua almarhum Brigadir J akan menghadiri sidang vonis dari lima terdakwa kasus pembunuhan berencana anaknya. Pada Minggu, 12 Februari 2023, orangtua almarhum Brigadir J berangkat ke Jakarta.
Ayah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Samuel Hutabarat menuturkan, dirinya dan keluarga menyiapkan mental dan siap menerima keputusan hakim atas terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal dan Richard Eliezer atau Bharada E.
Advertisement
"Mempersiapkan mental kita, apapun yang diputuskan majelis hakim terhadap terdakwa,” ujar Samuel.
Samuel menuturkan, jika keluarga besar siap menerima keputusan vonis. Namun, ia meminta kepada majelis hakim bijaksana untuk memberikan hukuman. Samuel berharap agar hukuman yang dijatuhkan sesuai yang diharapkan selama ini yaitu hukuman maksimal.
Demikian juga diungkapkan Rosti Simanjuntak, ibu dari Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Rosti berharap vonus hukuman maksimal untuk para terdakwa.
Adapun Ferdy Sambo dan sang istri Putri Candrawathi akan jalani sidang vonis pada Senin, 13 Februari 2023. Kemudian pada hari valentine, Selasa, 14 Februari 2023, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf akan jalani sidang. Lalu Richard Eliezer akan menjalani sidang vonis pada Rabu, 15 Februari 2023.
Sebelumnya Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara itu, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf dituntut hukuman penjara delapan tahun. Adapun Richard Eliezer yang juga berstatus justice collaborator dituntut hukuman 12 tahun penjara.
Soal Sidang Vonis Ferdy Sambo, Ini Harapan Pengamat
Sebelumnya, Pengamat Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir, berharap dalam sidang vonis terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo diselipkan permintaan reformasi Polri oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Hal itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa manajemen kepolisian masih belum maksimal, khusunya dalam hal penyalahgunaan wewenang oleh oknum petinggi kepolisian itu sendiri.
"Kalau bisa (vonis) jadi pemicu reformasi kepolisian itu bisa lebih bagus lagi," ujar Mudzakkir dalam keterangannya, Minggu (12/2/2023).
"Pesan dari hakim agar supaya mereformasi struktur organisasi kepolisian, ternyata kepolisian itu kondisinya seperti ini. Saya kira nanti hakim bisa selipkan uangkapan kata-kata atau pembuktian bahwa manajemen kepolisian kurang bagus, khususunya terkait dengan para petinggi kepolisian," kata Mudzakkir menambahkan.
Mudzakkir berharap dalam putusannya hakim menyampaikan demikian agar nantinya ada perbaikan dalam tubuh institusi yang kini dipimpin Listyo Sigit Prabowo.
"Itu mestinya ada pesan yang disampaikan agar supaya nanti lembaga-lembaga terkait bisa melakukan himbauan tadi, perubahan struktur kepolisian sekaligus manajemen kepolisian, manejemam penyelesaian perkara dan seterusnya yang jargon selama ini polisi profesional itu yang benar-benar terjadi," kata dia.
Diketahui, Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ferdy Sambo dituntut lantaran dianggap mendalangi pembunuhan berencana Brigadir Nofriasyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa pidana seumur hidup," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Jaksa menilai Ferdy Sambo secara sah terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J sesuai dengan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Advertisement
Unsur Pembunuhan Berencana
Jaksa menilai unsur pembunuhan berencana, merampas nyawa orang lain dan unsur lain dalam Pasal 340, terpenuhi. Oleh karena itu dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan.
Misal unsur pembunuhan berencana. Jaksa merunut fakta hukum yang diperoleh.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwa Ferdy Sambo dengan tuntutan penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sidang tuntutan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tuntutan itu diberikan kepada Ferdy Sambo dengan menimbang sejumlah pertimbangan yang dianggap menjadi hal yang memberatkan terdakwa.
"Perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan luka yang mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata JPU dalam persidangan, Selasa (17/1).
Selain itu, apa yang dilakukan oleh Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukannya sebagai aparat penegak hukum kala itu. Apalagi, jabatan ia saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.
"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," ujarnya.
"Perbuatan (Ferdy Sambo) telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia Internasional. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat," sambungnya.