Harta Karun di Lumpur Sidoarjo, untuk Bahan Baku Kendaraan Listrik?

Lumpur Sidoarjo merupakan bencana menyemburnya lumpur panas di lokasi Pengeboran Lapindo Brantas, Sidoarjo.

oleh Ika Defianti diperbarui 08 Apr 2023, 07:25 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2023, 07:25 WIB
Wisata Lumpur Lapindo Tarik Minat Turis Mancanegara
Lahan yang sudah mengering akibat luapan lumpur di wisata lumpur lapindo, Sidoarjo, Senin (30/03/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara mengenai adanya "harta karun" sumber daya mineral kritikal di Lumpur Sidoarjo, Jawa Timur. Beberapa temuan tersebut secara umum dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai listrik.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Sugeng Mujiyanto menyatakan beberapa unsur yang ditemukan yaitu Litium (Li), Stronsium (Sr) hingga logam tanah jarang. 

"Jadi di situ ada Lithium, kalau menurut penyelidikan yang ada itu sekitar 99 sampai sekitar 500 ppm. Kemudian juga Strontium ada di sana, kadarnya juga lumayan, antara 255 sampai 600-an ppm. Kemudian juga ada beberapa logam tanah jarang juga ada di sana, namun enggak begitu banyak ya," kata Sugeng kepada Liputan6.com.

Lithium secara umum dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai listrik. Sedangkan saat ini pemerintah pusat tengah berencana membangun industri kendaraan listrik di dalam negeri. Kemudian untuk Stronsium biasanya untuk bahan baku industri elektronik.

Lanjut Sugeng, terkait nilai ekonomi dari lumpur Sidoarjo masih dalam tahap penyelidikan secara lengkap. Kemudian data dari temuan tersebut juga belum akurat dan masih dilakukan penyelidikan serta sampelnya terbatas yaitu sekitar kedalaman lima meter.

"Di tahun 2030 kita ini akan mempunyai sekian kendaraan roda empat, roda dua, maupun roda enam, bus gitu ya, yang nanti akan digerakkan oleh listrik. Jadi, nanti ada baterainya. Itu dibutuhkan total-total gitu sekitar 113 juta KwH itu butuh 758.000 ton Lithium. Atau kalau kita lihat kendaraannya saja, hanya kendaraan saja sekitar 4 Giga Watt begitu, ini butuh 26.000 ton Lithium," ucapnya.

"Sehingga kalau kita lihat di situ, untuk satu Giga Watt itu butuh 160 ton Lithium bentuk metal. Nah, ini kalau kita lihat tadi ada anggap aja sekitar 900.000 begitu, ini dibagi 26 ya mungkin, tapi dalam bentuk metal ya. Ini masih ya so-so lah, seperti itu. Tinggal nanti teknologi dan teknologi ekstraksinya seperti apa recovery-nya juga besarnya seberapa gitu kan," sambung dia.

Saat ini kata Sugeng pihaknya belum melakukan eksplorasi secara menyeluruh mengenai temuan yang ada di Lumpur Sidoarjo. Sebab kelaikan temuan tersebut akan menjadi landasan dalam pemanfaatannya.

"Nanti akan kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Minerba ya untuk nanti wilayah itu diusahakan secara komersial. Untuk saat ini, untuk logam dan batu bara dilakukan secara mekanisme lelang. Jadi nanti lelang wilayah. Namun, juga tidak menutup kemungkinan dengan adanya mekanisme lain, penunjukkan kepada badan usaha, penugasan ya penugasan kepada badan usaha, khususnya BUMN bisa mengupayakan itu. Kira-kira seperti itu mekanismenya," tandas Sugeng.

 

Penyebab Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Sejarah dan Dampaknya

PPLS Perbaiki Tanggul Lumpur Lapindo di Titik 67 Kedungbendo Sidoarjo
PPLS memperbaiki tanggul lumpur Lapindo di titik 67 Kedungbendo, Sidoarjo. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Penyebab lumpur Lapindo memiliki sejarah panjang sejak kemunculannya 16 tahun silam. Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo merupakan bencana menyemburnya lumpur panas di lokasi Pengeboran Lapindo Brantas, Sidoarjo. Penyebab lumpur Lapindo merupakan salah satu fenomena alam yang saat ini masih menjadi perhatian para ahli geologi. 

Penyebab lumpur Lapindo membuat tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian sejumlah kecamatan di Sidoarjo. Penyebab lumpur Lapindo memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hingga kini, warga terdampak penyebab lumpur Lapindo masih terus berbenah memulihkan kondisi hidupnya.

Diperkirakan, penyebab lumpur Lapindo akan berlangsung lebih dari 30 tahun. Seperti apa sejarah dan penyebab fenomena ini? Berikut penjelasan tentang penyebab lumpur Lapindo, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin(21/2/2022).

Menurut Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo, Kementerian PUPR, lumpur Sidoarjo atau lebih dikenal dengan lumpur Lapindo pertama muncul pada 29 Mei 2006. Hingga hampir 16 tahun berlalu, belum ada tanda-tanda semburan penyebab lumpur Lapindo berhenti.

  • Pusat atau titik semburan lumpur Sidoarjo terletak di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lokasi ini berjarak sekitar 200 m dari sumur pengeboran gas Banjar Panji - 1 milik PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo Kabupaten Sidoarjo. Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan permukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.

Para ahli geologi memperkirakan fenomena semburan akan berlangsung lebih dari 30 tahun. Kondisi ini tentunya berbeda dengan bencana alam lain yang ada pada umumnya berlangsung pendek (banjir dalam hitungan hari/minggu, tsunami dalam hitungan jam, longsor/angin topan dalam hitungan menit, gempa bumi dalam hitungan detik).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya