Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA) dalam dugaan tindak pidana korupsi dari sejumlah pihak. KPK menyebut, nilai total awal dari hasil korupsi yang dilakukan oleh Adil berjumlah Rp 26,1 miliar.
"Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan, MA menerima uang sejumlah sekitar Rp 26,1 miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh tim penyidik," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marawata saat jumpa pers penetapan tersangka kasus ini, seperti dikutip Sabtu (8/4/2023).
Baca Juga
Menurut Alex, hasil pendalaman tim penyidik KPK uang dari hasil korupsi yang dilakukan Adil nantinya akan dipersiapkan sebagai dana operasional Pemilu 2024 sebagai calon Gubernur Riau.
Advertisement
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," jelas Alex.
Atas dugaan perbuatannya, KPK menyangkanya dengan pasal berlapis yaitu penerimaan suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Selain itu, MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," tegas Alex.
Sebagai informasi, untuk kebutuhan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap MA masing-masing selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 7 April 2023 sampai dengan 26 April 2023.
"MA kami tahan di Gedung Merah Putih KPK," Alex memungkasi.
Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil Terima Suap Rp1,4 Miliar dari Perusahaan Travel Umroh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima suap senilai Rp1,4 miliar dari perusahaan travel umrah. Uang suap itu diterima Adil setelah membantu memenangkan proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Sekitar bulan Desember 2022, MA (Adil) menerima uang sejumlah sekitar Rp 1,4 miliar dari PT TM (Tanur Muthmainnah) melalui FN (Fitria Ningsih) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2023) malam.
Alex menyebut Adil menerima suap lantaran turut membantu memenangkan PT Tanur Muthmainnah dalam memenangkan proyek pemberangkatan umrah para takmir masjid.
"Karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," kata Alex.
Alex mengatakan, selain dijerat sebagai penerima suap dari travel umrah, Adil juga dijerat dalam kasus dugaan korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022-2023 dan dugaan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Selain Bupati Adil, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya yakni Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih (FN) dan Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA).
"KPK menetapkan tiga tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2023).
Alex mengatakan, Adil sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian Fitria sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan M Fahmi sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement