Kualitas Udara Jakarta Tetap Buruk Meski Ditinggal Jutaan Penduduknya Mudik

Dalam rangking kualitas udara dan polusi kota di dunia, Jakarta menduduki posisi 9 dengan indeks 95 AQI atau kualitas udara sedang.

oleh Winda Nelfira diperbarui 24 Apr 2023, 00:01 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2023, 00:01 WIB
Kualitas Udara Jakarta Semakin Buruk
Gedung bertingkat yang terlihat samar karena kabut polusi di Jakarta, Selasa (9/7/2019). Berdasarkan data DLH DKI Jakarta penyebab polusi di Jakarta semakin buruk akibat emisi kendaraan bermotor yang mencapai 75 persen, ditambah pencemaran dari industri dan limbah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Hari kedua libur Lebaran Idul Fitri 1444 H/2023, kualitas udara di DKI Jakarta masih terpantau tidak sehat. Jakarta menduduki posisi kelima kota paling berpolusi setelah empat kota lainnya di Jawa Barat dan Banten.

Padahal, PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat ada sebanyak 1.207.698 kendaraan yang sudah meninggalkan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) via jalan tol selama arus mudik Lebaran 2023 pada periode 15-20 April 2023.

Berdasarkan indeks IQAir, Minggu (22/4/2023), kualitas udara di Jakarta tergolong tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan indeks 121 AQI US. Sementara, polutan utama atau partikulatnya tercatat (PM2.5) mencapai 43,6 µgram/m3.

"Tingkat polusi udara tidak sehat bagi kelompok sensitif," demikian bunyi keterangan situs IQAir.

Oleh sebab itu, warga diminta untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan. Bagi kelompok sensitif dianjurkan untuk menggunakan masker selama beraktivitas di luar ruangan, dan untuk di dalam ruangan disarankan menyalakan penyaring udara dan menutup jendela.

"Tutup jendela Anda untuk menghindari udara luar yang kotor," demikian bunyi situs IQAir tersebut.

Tingkat polusi dengan kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif ini, tercatat telah berlangsung sejak Jumat, 21 April 2023 dengan indeks 138 AQI dan 127 AQI pada Sabtu, 22 April 2023.

Adapun, cuara di Jakarta saat ini berkabut, memiliki suhu 27 derajat Celcius dengan kelembapan udara mencapai 74 persen. Kecepatan angin mencapai 20,4km/jam dengan tekanan 1.009 mbar.

Sementara itu, dalam rangking kualitas udara dan polusi kota di dunia, Jakarta menduduki posisi 9 dengan indeks 95 AQI atau kualitas udara sedang.

 

Respons Netizen

Minim RTH, Begini Wajah Polusi Udara di Langit Jakarta
Lansekap gedung bertingkat serta pemukiman penduduk yang tertutup kabut terlihat di kawasan Jakarta, Senin (16/12/2019). Besarnya gas buang kendaraan serta minimnya RTH menyebabkan DKI Jakarta menjadi salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Mendapati indeks kualitas udara Jakarta yang tak membaik pasca ditinggal mudik jutaan orang, sejumlah warga mempertanyakan asal penyebab polusi udara di Jakarta.

Perbincangan ini ramai di lini media sosial Twitter. Aktivis Lingkungan, Piotr Jakubowski dalam akun Twitter-nya @piotrj bertanya dari manakah asal polusi udara di Jakarta jika tak dari kendaraan bermotor seperti mobil dan motor.

"Sudah 4 hari tidak ada WFO. Sudah 5 hari jalan di Jakarta sepi. Sudah harusnya polusi udara mengurang - sepi, gak ada mobil. Tapi tidak turun sama sekali. Artinya bukan dari mobil sumber terbesar Jakarta, kan? Jadi, dari mana ya?," tulis @piotrj, Minggu (23/4/2023).

Cuitan @piotrj ini memperoleh respons beragam dari warganet. Terhitung per pukul 19.31 WIB, cuitan tersebut telah diretweet sebanyak 1.653 orang dan disukai 5.494 pengguna Twitter.

"Menarik mengikuti topik ini. Jadi penasaran sama PM2.5 dan browsing penyebabnya. Mungkin kah sumber utamanya dari debu2 yang beterbangan? Karena beberapa hari ini panas banget di Jabodetabek. Di samping itu, kayaknya masih banyak deh kendaraan bermotor di sini," komentar Nico Iswaraputra CFA melalui akun @Iswaraputra09.

Lewat akun resminya itu, Niko juga turut mengunggah hasil jelajah internetnya perihal penyebab polusi yang dia kutip dari laman IQAir.

"Beberapa sumber PM 2.5 biatan manusia yang paling umum: pembakaran motor, pembakaran pembangkit listrik, proses industri, kompor, perapian, dan pembakaran kayu rumah, asap dari kembang api, dan merokok," tulis Niko.

"Sumber alami PM 2,5 dapat meliputi debu, jelaga, kotoran, garam tertiup angin, spora tumbuhan, serbuk sari, dan asap dari kebakaran hutan," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya