Liputan6.com, Jakarta Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menanggapi soal usulan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu yang mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusannya soal batas usia capres-cawapres.
Menurut Jimly, usulan itu merupakan hal yang baik agar DPR menjalankan fungsi pengawasannya.
"Hak angket, ya baik itu saya kira, supaya DPR juga berfungsi menjalankan fungsi pengawasannya. Hak-hak DPRÂ itu banyak yang enggak dipakai, hak angket, hak bertanya, itu bagus. Itu saya dukung saja," kata Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Advertisement
Meski demikian, kata Jimly, mekanisme tersebut ada di DPR. Sebab, hal itu tercantum di dalam tata tertib DPR.
"Ya tanya di DPR, kan ada di dalam tata tertib. Hak angket itu kan penyelidikan, ada hak bertanya, ada interpelasi. Itu pertanyaan kelembagaan, hak bertanya individu anggota. Interpelasi itu pertanyaan institusi, kalau angket itu sudah lebih maju lagi, penyelidikan," ujar Jimly.
Lebih lanjut, Jimly menyebut bahwa laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi ini merupakan masalah serius. Maka dari itu, DPR harus menggunakan fungsinya untuk mengawasi Mahkamah Konstitusi melalui hak angket.
"DPR itu harus menggunakan fungsinya untuk mengawasi dengan menggunakan semua hak yang dia punya, termasuk hak angket. Bagus-bagus saja karena ini masalah serius," ucap Jimly.
Politikus PDIP Usul Angket MK atas Putusannya yang Meloloskan Gibran Maju Cawapres
Sebelumnya, anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebab, MK mengeluarkan putusan syarat batas usia capres-cawapres yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pada pilpres 2024. Putusan itu dinilai telah menginjak-injak konstitusi.
"Mengajukan hak angket terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi. Kita tegak lurus terhadap konstitusi kita," tegas Masinton dalam rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Masinton mengajak anggota DPR untuk membuka mata terhadap putusan MK yang dinilai janggal. Putusan itu hanya demi pragmatisme politik semata.
"Ini kita berada dalam situasi yang mengancam terhadap konstitusi kita. Reformasi 98 jelas memandatkan bagaimana konstitusi harus diamandemen Undang-Undang Dasar itu," ujar Masinton.
Lebih lanjut, politikus PDIP yang maju lagi di pileg 2024 ini menyinggung bahwa masa jabatan presiden telah dibatasi dengan TAP MPR Nomor 11/98 demi negara yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Maka itu, MK mengeluarkan putusan yang tidak berlandaskan kepentingan konsitusi.
"Dan kemudian berbagai produk undang-undang turunannya, tapi apa yang kita lihat putusan MK bukan lagi berdasarkan atas kepentingan konstitusi," pungkasnya.
Advertisement
Gerindra: Usulan Angket terhadap MK Konyol
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai usulan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi yang diajukan anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu konyol. Sebab, menurutnya, MK sebagai lembaga yudikatif bukan objek hak angket.
"Ini terlalu merendahkan akal sehat kita sebagai seorang warga negara yang paham hukum, iya enggak? Coba sih anda misalnya itu tadi, kan main bola kalah diajukan banding ke pengadilan, kok sekonyol itu gitu loh ya," kata Habiburokhman di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Habiburokhman mengatakan, apa yang dilakukan Masinton hanya demi kepentingan politik semata. Ia meminta jangan merusak mekanisme hukum dengan ego politik.
"Sudahlah, kepentingan politik biasa berbeda kok satu sama lain, tapi yang lebih elegan gitu loh. Kita kan perlu mengisi ruang publik dengan narasi-narasi pencerdasan, jangan kita perkosa mekanisme hukum, asas hukum dengan egosentris politik kita, gitu ya," tegas Habiburokhman.
Wakil ketua Komisi III DPR ini menjelaskan bahwa hak angket hanya bisa digunakan untuk lembaga yang diawasi oleh pemerintah eksekutif. Sementara posisi Mahkamah Konstitusi berada di yudikatif.
"Itu kan hak angket, itu kan dalam konteks hubungan antara pengawas dengan yang diawasi oleh pemerintah eksekutif. Yudikatif itu kalau di trias politika lembaga lain lagi. Enggak bisa jadi objek hak angket, gitu loh," jelas Habiburokhman.
"Jadi kalau ada orang yang mengajukan hak angket apalagi latar belakang politik, kan kita tahu kan ya enggak? Ya silakan sajalah dia bernari-nari sampai puas hatinya," ujar Habiburokhman.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat Sedih MK Dipelesetkan jadi Mahkamah Keluarga
Hakim Konstitusi Arief Hidayat merasa sedih nama Mahkamah Konstitusi (MK) dipelesetkan menjadi Mahkamah Keluarga. Hal itu disebabkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai sarat kepentingan keluarga Presiden Jokowi.
"Kalau sampai ada komentar kayak begitu saya sedih dan saya mengatakan enggak. Enggak. MK ya Mahkamah Konstitusi," kata Arief setelah menjalani pemeriksaan Majelis Kehormatan MK (MKMK) di Gedung MK, Jakarta Selasa (31/10/2023).
Bukan tanpa alasan masyarakat menjuluki MK sebagai Mahkamah Keluarga. Diketahui, Ketua MK Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi.
Salah satu pihak yang menggugat Undang-Undang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang saat ini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Jokowi.
Putusan MK sendiri meloloskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju dalam pilpres 2024 sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
Arief yang sudah 12 tahun menjadi hakim konstitusi itu sangat sedih MK dicap sebagai Mahkamah Keluarga.
"Kalaupun ada yang menganggap begitu, saya sedih sekali. Pengalaman saya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sudah 12 tahun. Kalau ada komentar begitu, saya sedih. Ngeri lah kalau bagi saya," ucap Arief.
Menurutnya, MK akan berperan krusial selaku pengadil sengketa di tahun politik. Dia berharap, narasi Mahkamah Keluarga tidak dilanjutkan demi menjaga nama baik MK.
"Jadi, ada berita-berita negatif atau sampai mengatakan itu Mahkamah Keluarga ya, jangan sampai disebarluaskan lah, itu tidak baik," ujar Arief.
Â
Reporter: Lydia Fransisca
Sumber: Merdeka.com
Advertisement