Liputan6.com, Jakarta - Gabriel Attal baru saja diangkat menjadi Perdana Menteri atau PM Prancis menggantikan Elisabeth Borne yang mengundurkan diri usai 20 bulan menjabat.
Penunjukkan Gabriel Attal tersebut seiring dengan keinginan Emmanuel Macron untuk menghidupkan kembali jabatan kepresidenannya dengan pemerintahan baru.
Gabriel Attal pun mencetak sejarah sebagai PM Prancis termuda di usianya yang menginjak 34 tahun.
Advertisement
Mengutip BBC, Gabriel Attal yang berusia 34 tahun menjadi PM termuda dalam sejarah Prancis modern, bahkan mengungguli Laurent Fabius dari Partai Sosialis yang berusia 37 tahun ketika dilantik oleh François Mitterrand pada 1984.
Sebelum penunjukan dari Macron, Gabriel Attal sudah duduk di pemerintahan menjabat sebagai Menteri Pendidikan.
PM Prancis Gabriel Attal de Couriss, nama lengkapnya, adalah anak dari Yves Attal seorang pengacara dan produser film Yahudi-Tunisia yang meninggal di 2015 silam.
Kenaikan karir Gabriel Attal sangat pesat sebelum ditunjuk jadi PM Prancis. 10 tahun yang lalu dia adalah seorang penasihat yang tidak dikenal di Kementerian Kesehatan, dan sebagai anggota dari Partai Sosialis.
Kemudian, popularitas Attal menanjak dengan cepat setelah ia ditunjuk sebagai juru bicara pemerintah oleh mantan PM Jean Castex selama pandemi Covid-19 yang merenggut 166.176 nyawa di Prancis. Namun, sosoknya tidak bebas kontroversi.
Saat menjabat sebagai menteri muda di kantor anggaran periode 2022--2023, Attal membela RUU reformasi pensiun Presiden Emmanuel Macron yang sangat kontroversial. Pada Juli 2023, ia diangkat jadi menteri pendidikan, salah satu posisi kabinet yang paling berpengaruh dan sensitif secara politik.
Berikut sederet fakta terkait Gabriel Attal yang baru saja diangkat menjadi Perdana Menteri atau PM Prancis dihimpun Liputan6.com:
1. Jadi PM Prancis Termuda, Ditunjuk Emmanuel Macron
Gabriel Attal ditunjuk sebagai perdana menteri (PM) Prancis berikutnya, seiring dengan keinginan Emmanuel Macron untuk menghidupkan kembali jabatan kepresidenannya dengan pemerintahan baru.
Mengutip BBC, Selasa 9 Januari 2024, Gabriel Attal yang berusia 34 tahun menjadi PM termuda dalam sejarah Prancis modern, bahkan mengungguli Laurent Fabius dari Partai Sosialis yang berusia 37 tahun ketika dilantik oleh François Mitterrand pada tahun 1984.
Gabriel Attal yang kini jadi PM termuda Prancis menggantikan Élisabeth Borne, yang mengundurkan diri setelah 20 bulan menjabat. Selama masa itu, dia berjuang dengan kurangnya suara mayoritas di parlemen.
Gabriel Attal, yang saat ini menjabat Menteri Pendidikan, tentu saja membuat janji yang menarik. Dia sekarang akan mempunyai tugas memimpin pemerintah Prancis dalam pemilihan penting Parlemen Eropa pada bulan Juni.
Advertisement
2. Latar Belakang Gabriel Attal
Gabriel Attal lahir di Clamart, Prancis, pada 16 Maret 1989 itu dibesarkan di Paris bersama tiga adik perempuannya.
Ayahnya, Yves Attal adalah produser film keturunan Yahudi-Tunisia yang meninggal pada 2015. Sementara, ibunya, Marie de Couriss, juga bekerja di industri film dan berasal dari keluarga Kristen Ortodoks di Odesa.
Mengutip France24, Rabu (10/1/2024), Attal menjalani pendidikan di Ecole Alsacienne, sebuah sekolah swasta di jantung ibu kota Prancis. Ia melanjutkan pendidikannya dan lulus dari kampus bergengsi, Universitas Sciences Po.
Popularitas Attal menanjak dengan cepat setelah ia ditunjuk sebagai juru bicara pemerintah oleh mantan PM Jean Castex selama pandemi COVID-19 yang merenggut 166.176 nyawa di Prancis. Namun, sosoknya tidak bebas kontroversi.
3. Perjalanan Karier Politik Gabriel Attal
Gabriel Attal merintis karier politiknya pada usia 17 tahun, bergabung dengan Partai Sosialis. Ia merupakan pendukung calon presiden Segolene Royal dalam pemilihan presiden 2017.
Marisol Touraine, mantan menteri kesehatan di bawah pemerintahan François Hollande dan ibu dari salah satu teman sekelasnya, menawarkan pekerjaan sebagai staf magang pada 2012.
Ia berhasil jadi pegawai tetap di kementerian pada usia 23 tahun. Di waktu bersamaan, ia juga jadi anggota dewan lokal di Vanves, sebuah kotamadya di pinggiran barat daya Paris.
Attal adalah salah satu orang pertama yang meninggalkan Partai Sosialis dan bergabung dengan gerakan Partai "En Marche!" pada 2016. Setahun kemudian, ia terpilih sebagai anggota Majelis Nasional (majelis rendah parlemen Prancis).
Kariernya makin menanjak dengan jadi wakil menteri pendidikan di usia 29 tahun, menandainya sebagai anggota pemerintahan termuda di bawah Republik Kelima pascaperang.
Attal adalah tokoh paling populer di pemerintahan, dengan lebih dari sepertiga responden jajak pendapat mendukung kemungkinan pengangkatannya sebagai perdana menteri dalam survei Odoxa yang diterbitkan minggu lalu.
"Muda, opini publik, dan kapasitas nyata atau potensi untuk memimpin kampanye pemilu Eropa menjadi faktor penentu dalam pilihan ini," kata seorang sumber yang dekat dengan kepresidenan pada AFP.
Selama pandemi Covid-19 yang merenggut 166.176 nyawa di Prancis, Attal ditunjuk sebagai juru bicara pemerintah oleh mantan PM Jean Castex. Sejak saat itu, dengan cepat namanya dikenal publik karena kerap wara-wiri memberikan pernyataan resmi pemerintah selama COVID-19.
Attal menjadi jubir pemerintah Prancis kala itu karena memiliki keterampilan komunikasi yang apik. Ia juga dikenal mampu menangkis pertanyaan di parlemen secara apik di depan umum, membuatnya mendapat julukan Penembak Jitu Kata-Kata.
Advertisement
4. Gabriel Attal Mengaku Gay dan Pencetus Larangan Abaya
Menurut berbagai sumber, Gabriel Attal merupakan Perdana Menteri Prancis pertama yang secara terbuka menyatakan diri seorang gay atau penyuka sesama jenis.
"Dia adalah perdana menteri Prancis pertama yang secara terbuka mengaku gay," tulis berbagai media seperti Reuters dan New York Post.
Selain itu, selama bekerja di pemerintahan sosoknya tidak lepas dari kontroversi. Salah satunya kala dua bulan setelah ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan, dengan melarang murid-murid perempuan Muslim mengenakan abaya di ruang kelas.
Sebagai informasi, abaya merupakan pakaian berbentuk mirip gaun panjang yang biasa dikenakan oleh perempuan muslim. Larangan itu memicu gelombang kemarahan di seluruh negeri.
Para kritikus berpendapat bahwa pakaian longgar tersebut bukan merupakan tampilan agama yang 'mewah' (dilarang di sekolah-sekolah Prancis sejak 2004) dan tidak seharusnya dilarang. Namun, popularitasnya juga makin melesat di kalangan pemilih sayap kanan, meski Attal berasal dari sayap kiri.
5. Tugas Emmanuel Macron untuk Attal
Sementara itu, Emmanuel Macron mengandalkan Attal untuk meremajakan pemerintahannya, salah satunya dengan menarik demografi pemilih muda yang kecewa, terutama menjelang pemilihan parlemen Uni Eropa yang penting pada Juni 2024.
Tugas Attal yang paling mendesak adalah memastikan bahwa pemerintahan Macron yang tidak populer berada dalam posisi untuk mengungguli partai sayap kanan National Rally, Marine Le Pen, yang terus memperkuat platform anti-imigrasi dan anti-Islam.
Seperti halnya di negara-negara lain di Eropa, kelompok sayap kanan Perancis juga mendapat manfaat dari krisis biaya hidup global, permasalahan imigrasi, dan kebencian yang membara terhadap kelompok politik, dan presiden, yang dianggap tidak bisa dijangkau. Tingkat kepercayaan Macron di kalangan masyarakat turun lagi pada Januari jadi 27 persen, menurut jajak pendapat bulanan Elabe untuk surat kabar bisnis Les Echos.
Pada hari yang sama ketika Attal mulai menjabat, sekutu utama Macron memperingatkan bahwa Eropa berisiko jadi "tidak dapat dikendalikan" karena perolehan partai-partai sayap kanan dalam pemilu UE mengancam melemahkan struktur integrasi Eropa.
Mengonfirmasi pilihannya atas Attal dalam sebuah cuitan di X, sebelumnya Twitter, Macron berbicara langsung pada menteri pendidikan muda yang akan segera pensiun tersebut, mengatakan bahwa ia tahu ia dapat mengandalkan "energi dan komitmen" Attal untuk mengembalikan semangat "keunggulan dan keberanian" dari 2017, ketika Macron menjabat sebagai presiden pertama kali.
Advertisement